Gemar Berbagi Bahagiakan Jiwa

Posted by Unknown , Tuesday, April 2, 2013 4/02/2013 09:10:00 PM

Hari ini, kita telah sampai pada tanggal dua April tahun dua ribu tiga belas. Ha? Sungguh cepat waktu bergulir. Sedangkan kita, apakah yang kita lakukan dalam perguliran waktu yang terus melaju ini, teman? Dan masih ingatkah kita pada berbagai rencana dan jadual yang kita telah rancang sedemikian rupa, jauh-jauh hari sebelum hari ini hadir? 

Pitri Meiyanti. Adalah nama salah seorang temanku di kota ini. Kota yang menyambutku dengan ramah senyumannya saat pertama kali aku menginjakkan kaki di atas tanahnya. Pun kota ini menjadi salah satu kota terdingin yang pernah aku temui di sepanjang hayatku di dunia ini. Dan di kota inilah kami bertemu, bersama dan berjuang untuk melanjutkan cita dalam merengkuh asa. Kota Bandung tercinta, akan ku kenang ia sebagai bagian dari perjalanan kehidupanku yang berwarna. Sesuai dengan namanya, kota kembang. Sungguh banyak jenis kembang beraneka rupa yang ia selipkan di relung hatiku. Kembang yang mensenyumkanku saat mengingatkannya. 

Beliau, seorang teman yang semenjak awal berjumpa, sangat menarik perhatianku. Beliau yang saat pertama kali melihat, aku menjadi terkesan. Entah mengapa? Sungguh aku masih bertanya-tanya. Seorang perempuan yang hingga saat ini, akhirnya menjadi bagian dari kisah perjalanan kehidupanku. 

Di sepanjang waktu yang kami jalani bersama, banyak kesan yang beliau selipkan kepadaku. Pun banyak pula pesan-pesan baik tersurat maupun tersirat yang ku dapatkan dari beliau. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Intinya, dalam kebersamaan dengan Teh Mey, begini aku akrab menyapa beliau, aku merasa seorang yang sangat beruntung. Aku merasa beruntung karena Allah izinkan untuk bertatap dengan pribadi selayak beliau untuk pertama kali. Aku pun akhirnya berkenalan dengan beliau, setelah beberapa kali kami bersua. Ah, perkenalan pertama, tidak banyak yang aku ingat. Hanya saja, kesan terindah yang tidak akan pernah aku lupakan dari beliau adalah tentang kedermawanan. Wah! Betul, temanku yang seorang ini, sungguh baik budinya. Ramah, sopan dan membuatku terkagum. 

"Aku ingin meniru meneladani berbagai karakter yang membuatku tertakjub dan terpesona. Dan aku ingin meniti jejak-jejak yang beliau tinggalkan, saat aku mempunyai kesempatan untuk memperhatikan kisah perjalanan beliau. Dan ketika kesempatan untuk menjadi teman dalam perjalanan itu telah datang, maka alangkah bahagianya di dalam jiwa. Rasanya, ku ingin teriakkan pada mentari malam ini, bahwa aku sangat bahagiaaaa... aaaaaaa Sampaikanlah segala nuansa yang kita punya. Baik tentang bahagia pun yang sebaliknya, tepat pada saat kita menjalaninya. Agar, kita menjadi tahu setelahnya, bahwa kita pun pernah alami kondisi serupa. Ya, luahkan saja."

Dan malam ini, ketika mentari belum lagi bersinar di bagian bumi tempatku berada, aku sedang mengharapkan pertemuan dengannya. Pertemuan yang semenjak lama telah kami janjikan. Pertemuan yang hanya kami jalani dengan senyuman yang terus berangkaian. Dan malam ini, dalam senyuman yang menempel pada area wajahku, ingin sangat ku perlihatkan pada mentari nun yang saat ini tentu saja masih jauh dariku. Wahai mentari, perhatikanlah, bahwa aku sedang mempraktikkan pula rangkaian senyuman yang pernah engkau teladankan dulu. Rangkaian senyuman yang hampir setiap hari engkau perlihatkan kepadaku, tiada henti. Engkau bersinar, untuk mengajariku bagaimana cara tersenyum lebih indah, secerah senyumanmu. 

Aku tersenyum tentu karena aku sedang berbahagia. Pun senyumanku terkadang hadir ketika aku sedang bertanya-tanya. Dan tidak jarang pula senyuman itu menebari  wajah ini, ketika aku sedang dalam nuansa tidak percaya dengan apa pun yang sedang aku jalani tepat detik ini. 
Aku masih belum percaya. Belum, belum saja. Dan semoga beberapa saat setelah ini aku menjadi percaya dan mengiyakan apa yang pernah aku urai di dalam pikiran. Bahwa setiap kebaikan dan kebahagiaan yang kita tebarkan, sesungguhnya sedang kita berikan kepada diri kita terlebih dahulu. Dan buktikanlah!

Awalnya aku memang mengenal Teh Mey sebagai seorang yang kalem, dan terlihat pendiam. Namun ternyata di balik penilaian yang aku berikan pada saat kami belum bersapa, sungguh lebih adanya. Karena ternyata, Teh Mey teman baikku, bahkan lebih dari bijaksana sebagaimana yang aku pikir. Beliau dewasa dalam bersikap, pun tertata dalam berucap. Walaupun terkadang ada canda yang terselip dalam detik waktu kebersamaan kami, namun semua itu ada sebagai penghias persahabatan. Dan beliau adalah salah seorang sahabatku, yang pada malam ini, kembali membuatku terpesona. Terpesona bukan karena kami sedang saling bertatap mata dalam pertemuan raga. Namun terpesonaku karena beberapa baris kalimat yang beliau selipkan padaku, ketika kami sedang membuka suara. Ahaaa.a. .a..a.a. ada-ada sajaaa, yaaa. Tiba-tiba Teh Mey memberiku angka-angka yang tidak pernah aku dua. Yah, walau tidak banyak jumlahnya, namun aku sungguh bahagia. Ahayyy... Terima kasih ya, Teh Mey. Lain waktu kita berbagi lagi, yaa. 
Aku ingin meneladani pribadi yang gemar berbagi. Pribadi yang membuatku segera ingat akan janji-janji yang pernah aku ikrarkan pada diriku sendiri. Janji yang membuatku segera menepatinya. Dan salah satunya adalah aku berjanji untuk menjadi diriku sendiri. Diri yang sebagaimana aku saat ini. Dan aku ucapkan terima kasih pada beliau-beliau yang sebelum saat ini pernah ada dan menjadi bagian dari kehidupanku, terima kasih yaa. Karena tanpa peran beliau, aku belum tentu dapat menjadi seperti ini, di sini dan begini. Sungguh, aku berhutang budi. Hutang yang bisa saja tidak dapat ku balas lagi. Namun ia akan ku bawa sampai mati. Iya, ... sebagaimana sebuah kalimat indah ini menyampaikan "Hutang emas dapat dibayar, hutang budi dibawa mati."

Harta yang kita miliki boleh melimpah, namun semoga kita senantiasa ingat, bahwa di dalam harta kita yang melimpah itu, ada hak-hak orang lain di dalamnya. Maka bagikanlah, segera. Begitu pula dengan budi yang kita jelas memilikinya. Jadikanlah ia sebagai salah satu jalan bagi kita untuk mengeluarkan budi-budi dari orang lain. Agar, banyak dan semakin banyak lagi orang-orang yang berbudi di dunia ini. Karena kita tidak dapat selamat sendiri di dalam menempuh perjalanan di dunia ini. Bukankah kita ingin selamat bareng-bareng, yaach..
Atas budi baikmu teman, ingin ku jadikan ia sebagai penasihat diri...
Atas titipan hartamu teman, ingin ku jadikan ia sebagai pengingat diri...
Bahwa di dalam harta kita ada harta orang lain. 
Dan kita tidak berhak seluruhnya atas harta tersebut. Semoga kita sudi, untuk seringkali berbagi.  
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Ngelarin Skripsi Bulan Ini

Posted by Unknown , 4/02/2013 08:11:00 AM

Engkau sahabatku yang rajin, pintar dan baik. Engkau pun mudah memaafkan. Engkau gemar berbagi dan senang berteman dengan siapa saja. Itulah beberapa kelebihanmu yang aku tahu dan aku pun ingin agar engkau tahu. Oia, ada satu lagi; engkau dapat diandalkan. Karena engkau mempunyai karakter diri yang tegar, sabar dan pantang menyerah. Engkau adalah tipe pekerja keras yang gemar belajar. Sehingga tiada satu haripun yang engkau lalui tanpa memetik hikmah dan pelajaran dari keadaan maupun kejadian yang engkau alami. Namun ada beberapa kekuranganmu yang engkau perlu tahu; engkau penuh dengan pertimbangan, sulit berkomunikasi dan sangat senang menyendiri. 

"Iya, aku sudah tahu semua itu," bisikmu di telingaku seraya tersenyum. Senyuman yang aku ketahui dari nada suara yang mengalir dari bibir mungilmu. 

Sedangkan aku menyambut persetujuanmu itu dengan senyuman pula. Dan aku pun memelukmu erat. Kita berangkulan layaknya sahabat akrab yang sudah lama tidak bersua. Kita bersalaman seraya memperkuat genggamannya tangan. Dan kita berjanji untuk tidak akan pernah saling meninggalkan. Karena kita adalah gabungan dua kekuatan yang mempunyai kelemahan. Kita ada perempuan yang mempunyai kelebihan pun kekurangan. Dan kita adalah pribadi yang Allah ciptakan dengan kesempurnaan. 

Kini, mulai saat ini, kita akan seringkali saling mengingatkan. Begini pernyataan yang kita buat bersama-sama untuk kita jalankan. Kita akan seringkali saling menyemangaaaati, kita akan lebih sering lagi menikmati hari demi hari. Kita pun bersedia untuk menerima berbagai konsekuensi atas apa saja yang kita setujui bersama-sama. Dan kalau saja apa yang kita hadapi merupakan pemicu kita untuk menjadi lebih baik lagi, maka kita pun berlari-lari dalam menjemputnya. Salah satunya adalah rezeki. Ya, menjemput rezeki yang menjadi jalan bagi kita untuk dapat berbagi, tentu kita laksana. Dan kita pun bersegera menujunya. 

Kini, saat ini, kita yang sedang berada pada pagi hari, di bawah senyuman sang mentari pagi, sedang mengikrarkan sebait janji. Janji pada diri kita masing-masing. Janji yang perlu kita tepati. Bahwa kita perlu saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas penting yang sedang kita kerjakan. Kita perlu menjadi yang berprestasi. Kita perlu menjadi diri kita sendiri. Kita mesti mencapai cita yang sedang melambai-lambaikan jemarinya. Kita perlu segera berbenah diri, apabila ada yang memberikan masukan pada kita. Sebagai bahan untuk introspeksi dan evaluasi, tentunya. Yuuks, marii... ^^ Wahai sahabat hati.
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

"Silakan Gantungkan Sepatumu, Mari Kita Melanjutkan Perjalanan," bisik Sang Teman

Posted by Unknown , 4/02/2013 03:21:00 AM

Betapa senang mempunyai banyak teman. Teman saat melangkah dan meneruskan perjuangan. Namun kalau ada satu teman yang kita punyai dan ia tidak lagi membiarkan kita melangkahkan kaki-kaki ini, maka alangkah lebih senangnya. Kita tidak lagi berjalan kaki. Kita tidak lagi perlu menginjak tanah. Kita pun tidak perlu lagi berterik-terik di bawah sinar mentari yang sungguh mampu meneteskan bulir-bulir keringat. Kita, kita tidak lagi mesti berjumpa dengan langkah-langkah yang berderap di sepanjang perjalanan. 

Aha! Telah ku temukan teman yang ku maksud. 

Walaupun seorang teman telah mengajakku serta dalam kendaraan yang ia kendalikan lajunya, namun aku tidak akan pernah lupa saat-saat aku melangkah. Aku tidak akan pernah lupa waktu kita berjalan bergandengan tangan saat melangkahkan kaki-kaki ini, teman. Pun aku akan senantiasa ingat tentang suka dan duka yang kita tempuh di sepanjang perjalanan. Kita masih bersama, walaupun raga kita telah berjarak.  Kita masih dapat bersua bukan, dalam ingatan dan doa yang kita lantunkan di penghujung waktu shalat. Kita juga masih dapat bersenyuman di dalam lembaran ini. Yah, karena di sini adalah lokasi kita untuk meneruskan perjalanan lagi. Meskipun kaki-kaki ini tidak lagi menapak bumi. 

Teman, engkau yang selama ini rela menggenggam tanganku untuk menguatkan. Engkau yang mengembalikan energiku saat aku kelelahan dalam perjalanan. Engkau yang membagikan persediaan makanan dan minumanmu saat bekalku mulai menyusut. Engkau yang rela memberikan sebaris senyumanmu pada wajahku yang mengkerut. Engkau yang masih bersedia menyapaku saat aku sedang terdiam. Engkau yang sangat mengerti bagaimana memperlakukanku. Engkau yang tidak..tidakk..tidak pernah membiarkanku begitu saja. Engkau yang kembali mengajakku serta denganmu. Engkau yang memberikan lebih banyak waktumu untuk memperhatikanku, ketika aku tidak memberikan perhatian padamu sama sekali. Engkau yang masih mengunjungiku ketika aku bilang tidak mau engkau kunjungi. Engkau yang masih peduli padaku, saat aku tidak menyadari semua itu. Perlahan-lahan, wajah-wajahmu mampir di dalam ingatanku bersama senyuman. Lalu, adakah engkau sedang benar-benar tersenyum saat ini, wahai teman-temanku? Teman-temanku yang banyak jumlahnya. Teman-temanku yang hadir saat ini... Sungguh, aku merindukan kalian... ^^ Mari kita bersalaman dalam ingatan, lalu berpelukan dalam senyuman. 

Alangkah indahnya saat-saat penuh kebersamaan yang pernah kita jalani. Alangkah bahagianya mengenangkan berbagai masa yang pernah kita hadapi bersama. Alangkah beruntungnya aku dapat mengenal teman-teman semua. Perkenalan yang membawa kita pada masa-masa seperti saat ini. Masa yang penuh dengan prasasti. 

Sempat ku selipkan beberapa tangkai buah kata dalam kebersamaan yang kita jalani. Lalu ku titipkan ia dalam lembaran catatan hati. Pun tidak lupa ku selipkan beberapa foto kita di dalam pigura hari itu. Agar kita dapat saling mengingat, ketika kelak tak lagi bersama, seperti saat ini. Haaaa.... haru rasanya mengenangkan semua. Namun, masa lalu telah berlalu. Kini kita buka lembaran baru, dengan harapan yang kita perbarui. Yuhuuuuu..... Brrrrrr....... masih dingin di sini, teman. 

Pagi saat ini, ketika aku sedang merangkai catatan ini. Tepatnya menjelang fajar menyingsing. Dan aku ternyata belum mencuci mukaku terlebih dahulu sebelum mampir di sini. Padahal, alangkah baik kalau aku berwudu' dulu, yaa.. mariii.

beberapa saat kemudian 

C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Hadapi Kenyataan, Teman...

Posted by Unknown , Sunday, March 31, 2013 3/31/2013 10:22:00 PM

Tadi siang sebelum berangkat ke Gramedia Merdeka Bandung, aku sempat menuliskan beberapa tangkai bunga kalimat di dalam buku harianku. Ku kutip saja, yaa. Begini bunyinya: 
"Hari ini, aku ingin kehilangan lagi sepotong mimpi yang ku peroleh tadi malam. Ditandai dengan sebuah kenyataan yang aku alami hari ini. Dan kemudian aku dapat memotong lagi mimpi-mimpiku yang lain menjadi bagian-bagian kecil. Lalu ku ingin kehilangannya lagi, esok hari. Esok yang akan menjadi hari ini ku juga. 
~Aku tidak ingin bermimpi lagi. Namun aku hanya ingin memotong-motongnya. Karena ia telah terlanjur ada. Agar seluruhnya dapat ku genggam di dalam kenyataan.~
Begitulah teman, bunyi dari kalimat-kalimat yang aku selipkan di dalam catatan siang hari tadi. Dan aku sangat terkesan dengannya, pada malam ini. Mengapa? Karena aku sedang menerima kenyataan saat ini. Kenyataan yang aku yakin merupakan bagian dari impianku. Dan ia telah berhasil ku potong hari ini. Ini pertanda bahwa aku telah kehilangan sepotong dari impianku. 

O,... I am still try to understand it.

Ternyata memang ada hubungannya antara apa yang kita rencanakan, kita lakukan, kita inginkan dan kita dapatkan, yaa. Oleh karena itu, senantiasalah berencana. Rencana yang dapat kita lakukan hingga kita pun mendapatinya dalam kenyataan. Rencana yang bukan hanya berupa sebuah kata saja. Namun rencana itu telah berubah menjadi tindakan nyata. 

Ada hubungan antara catatan tersebut dengan kenyataan yang aku hadapi hari ini. Termasuk pula catatan dalam judul sebelum ini. Tentang marah. Ah, keduanya aku alami hari ini. Begini ceritanya,; tadi lagi, dalam perjalanan menuju Gramedia Merdeka, aku ikut dengan angkot. Karena tidaklah mungkin bagiku untuk berjalan kaki ke sana. Karena jaraknya yang sungguh jauh. Maka duduk manislah aku di dalam angkot, di kursi bagian belakang. Tidak di samping supir seperti biasanya. Walaupun ada kesempatan bagiku untuk ikut duduk di kursi depan, namun aku tidak mau, tadi.  

Saat berjumpa dengan angkot, aku naik dengan tersenyum. Karena ternyata ada seorang teteh yang aku kenali, sedang berada pula di dalam angkot yang sama. Angkotpun melaju.

Tidak berapa lama, teteh pun turun di tujuan beliau. Sedangkan sebelumnya, memang ada beliau sendiri, sebelum aku naik. Akibatnya, setelah teteh tadi turun, aku pun tinggal sendiri di kursi belakang. Dan supir pun sendiri di depan. 

Angkot terus melaju dengan kecepatan yang sedang. Tidak ngebut pun tidak pelan. Dan aku memandang ke luar jendela di sepanjang perjalanan. Ku buka sedikit kaca, agar dapat ku rasakan semilir angin yang bertiup dari luar. Sungguh segar terasa. Padahal saat itu terik mentari sedang giat-giatnya bersinar. 

Dari satu persimpangan ke persimpangan lain, angkot terus melaju. Dari satu perempatan ke perempatan berikutnya, aku pun menikmati perjalanan. Hingga tibalah pada sebuah perempatan di dekat Gasibu. Berhubung lampu yang berwarna merah sedang menyala, maka supirpun memperlambat laju kendaraannya. Hingga benar-benar berhenti. 

Beberapa menit setelah angkot berhenti, seperti biasanya, akan ada beberapa pengamen yang menyanyikan lagu-lagu untuk menghibur penumpang yang beliau dekati. Ataupun supir-supir yang sedang duduk sendiri di dalam mobil yang beliau kendarai. Intinya, para pengamen tersebut pun beraksi. Ada yang memainkan alat musik berupa gitar, kecapi, seruling dan sebagainya. Pun tidak jarang hanya menggunakan tepukan tangan sebagai alat musik alami. Tentu saja ditambah dengan nada-nada yang beliau lantunkan. Dan saat itu, ada seorang pengamen mendekati angkot yang aku tumpangi. Ia seorang laki-laki dengan kacamata hitam yang menempel di sekitar wajahnya. Dan dari gayanya, terlihat bahwa ia terkesan tidak sopan. Lagi-lagi aku mengalami nuansa yang aneh atas sikap beliau. Itu saja. Hingga akhirnya terjadilah perseteruan antara kami. Aku yang menanggapi sikap beliau dengan permohonan maaf, ternyata tidak beliau tanggapi dengan baik. Ah.... Aku benar-benar ingin marah. But... hanya mampu ku pandangi sang supir yang sedang duduk di depan, dari kaca yang mempertemukan mata kami. Tatapan yang mengisyaratkan beliau agar segera melanjutkan mengemudi. Kebetulan, lampu telah berubah menjadi hijau. Hayooolaaahhhh Pak, mari ... bisikku di dalam hati. Sedangkan seorang pengamen laki-laki tadi, akhirnya berlalu. Setelah angkot mulai bergerak lagi.  

Sungguh, aku tidak mengimpikan akan bertemu dengan penampilan sebagaimana yang aku kisahkan tadi. Tidak pula aku berharap akan mengalami tragedi yang membuatku sedikit ngeri. Hiiiiy, sungguh, apakah masih ada kesempatan bagiku untuk melanjutkan perjalanan lagi? Kalau seperti itu adanya, aku menjadi tidak berani ke mana-mana dech. Aaaaaaaa... kejadian yang membuatku sungguh ingin nangis, tadi. Karena pengamennya aneh.  Huwaaaaaaa... 

Oke, mulai lupakan kisah yang menyayat hati itu. Dan mari kita melanjutkan pada uraian berikutnya. Tentang peran ingatan, catatan, impian dan kenyataan. Ternyata mereka semua adalah keluarga yang senantiasa saling mengingat. Apabila kita mulai menyusun ingatan lalu merangkainya lagi dalam tulisan sebelum menjalankan, maka semuanya akan kita temukan dalam kenyataan. Sebagaimana catatan yang ku tuliskan pada paragraf dua catatan ini. Catatan yang menandakan bahwa aku ingin kehilangan sepotong mimpi, dan bertukar menjadi kenyataan yang aku alami. Ia pun terjadi. 

Setelah aku menyelesaikan keperluan di Gramedia Merdeka, dan membeli sebuah buku Akuntansi, maka aku pun bersegera pulang. Namun di perjalanan, aku teringat satu hal. Bahwa aku ingin membeli beberapa keperluan rumah tangga terlebih dahulu.  Diantaranya; beberapa sendok, makanan ringan, peralatan, dan termasuk juga kasur baru untuk Catchy dan Bonchu ;baca; keset. Semuanya akhirnya aku bawa pulang. Setelah mampir dulu di tempat perbelanjaan. Namun selain itu, ada satu benda lagi yang ternyata turut serta denganku, yaitu sebuah seprei dan bed cover. Ai,,, kok bisa, yaa? Benarkah ia pernah berada dalam daftar impianku sebelumnya? Buktinya, saat ini ia benar-benar ada dalam kenyataan. Kalau memang benar ada, berarti kini ia  telah terpotong  dari daftar mimpiku. 

Sungguh, sebelumnya aku tidak mengingat sama sekali akan dia dan dirinya. Namun, berhubung tadi lagi ada promo, maka akhirnya aku pun tertarik. Xiixiixiii, lumayan, mendapat potongan harga 30%. Hehehee.

Kini, Catchy dan Bonchu sedang tidur di atas keset biruku yang baru, di depan kamar. Sedangkan aku, siap-siap bersembunyi di balik lembaran bed cover bercorak bunga-bunga. Warnanya pink tua berpadu pink muda dan putih. Sungguh membuat nuansa menjadi cerah. Let's sleeping beauty. ^^
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Biru bukan Merah

Posted by Unknown , 3/31/2013 07:30:00 AM

Biru. Biru bukan tentang pilu yang menyisakan syahdu. Namun biru adalah haru yang menyentuh kalbu. Biru itu mengingatkanku pada langit siang yang berwarna biru bertemankan mentari. Dan sesungguhnya biru adalah cerminan hati.

Merah. Merah tidak berarti marah. Namun kalau sedang marah, maka menulislah dengan tinta berwarna merah. Maka ia dapat menjadi jalan untuk menyampaikan ekspresi marahmu saat itu juga. Ok?

Biru dan merah, aku tahu engkau berteman. Karena engkau merupakan bagian dari warna-warni yang ada di dunia ini. Dan satu hal yang aku suka darimu adalah engkau mau berteman dengan semua warna yang ada tersebut. Engkau berteman dengan warna-warna yang tepat menurutmu untuk engkau pergauli. Walaupun tidak selalu ku melihat kalian bersama dalam satu kesempatan. Namun aku yakin bahwa kalian seringkali bersama untuk saling memperindah.  Walaupun tidak seluruh warna yang engkau akrabi namun dapat dipastikan bahwa engkau merangkul semua dalam jalinan indah persahabatan. 

Sungguh aku takjub dan terpesona. Karena engkau membuatku belajar satu hal baru darimu setiap kali engkau terlihat olehku. Bahwa engkau adalah sahabat yang baik bagiku. Meskipun ragamu hanya menempel pada benda-benda yang engkau warnai. Namun keberadaanmu di sana sungguh berarti. Engkau menambah hidup suasana, dan engkau mewarnainya. 

Sedangkan engkau, mungkin belum menyadari peran dan artimu bagiku. Karena engkau sedang tidak menempel padaku. Eh,.... ada dink. Hahahaa... Karena ternyata saat ini aku sedang memakai kostum dengan dua warna tadi. Merah dan biru. Oh, kebetulan sajakah ini? Aku yakin tidak! Semua sudah ada yang mengatur. Termasuk serangkai catatan singkat pada pagi yang semarak ini. Tentang biru dan merah. Aku yang memakai kostum merah di bagian atas dan biru di bagian bawah. Ini berarti pula bukan bendera kebangsaan kita, bukan?  Karena aku sedang tidak melambai-lambai di angkasa dengan warna-warni yang terdekat denganku saat ini. 

Engkau, mungkin tidak akan pernah tahu, arti pentingmu bagiku, sampai kapanpun. Kalau saja aku tidak menjelaskan padamu. Namun yakinlah bahwa aku tidak akan pernah menghapus jejakmu dari ingatku. Walaupun hujan airmata mungkin saja akan turun dan membasahi bekas telapak kakimu yang telah menempel di halaman pikirku. Namun tidak dengan hatiku. Di ruang itu engkau pernah menempelkan telapak tanganmu nan lembut, bukan? Di sana masih membekas sentuhanmu. Walaupun engkau mungkin saja tidak menyadarinya, namun aku merasakannya.

Merah itu ayah, bukan marah. Sedangkan biru adalah ibu, bukan haru. Keduanya bersatu melahirkan aku. Sehingga engkau dapat menemukan kharisma ayah dan kelembutan seorang ibu dari dalam diriku.  Karena aku pun pernah marah, dan aku bukan ayah. Sedangkan aku pernah haru walaupun belum menjadi seorang ibu. 

Aku terharu atas segala yang membuatku segera mengungkit ingatan kepada hari-hariku. Terhadap hari-hari yang membuatku terus berseru, Allahu... Allahu Akbar. Sungguh segalanya tidak lebih besar dari kuasa-Nya Yang Maha Besar. Sehingga aku berbesar hati atas apa yang aku jalani, namun bukan hal demikian yang aku mau. Ini namanya bersabar. 

Aku pun pernah marah, sama sepertimu. Kalau saja aku menitipkan harapan kepadamu, maka engkau dapat saja mengalihkan harapanku. Sehingga ketika aku mengajukan lagi padamu atas harapan yang pernah aku selipkan itu, engkau belum dapat memenuhinya. Dan jelaslah sudah, bahwa pada saat itu aku sungguh marah. Namun marah itu tidak berwujud, bukan? Makanya, engkau tidak dapat melihatnya. Karena marahku hanya sebuah rasa saja. Dan apabila rasa itu telah ku pendam, ia tidak lagi mengurai dalam sikap, bicara dan atau perbuatan. So, inilah salah satu uraianku atas tanyamu tentang marahku yang tidak pernah kelihatan. 

Ketika merah itu api, maka biru itu air. Padamkan api amarah yang sedang bergejolak dengan air yang menyiraminya. Dan jelaslah sudah, mengapa kita diminta untuk ber-wudu kalau sedang marah. Karena api amarah itu sesungguhnya dinyalakan oleh syaitan-syaitan yang tidak pernah lelah menggoda kita agar ikut dengannya. Dan orang yang sedang marah itu, sedang bersama dengan syaitan. Ya Allah... lembutkanlah hati-hati kami yang selama ini mudah marah. Agar kami dapat merasakan kesejukan hati yang tenang dan tidak cepat tergoda syaitan. Dengan demikian, kami merasakan kenikmatan iman. 

Orang yang beriman, tidak mudah marah. Ia akan segera mengenali dirinya terlebih dahulu sebelum ia meluahkan rasa marahnya. Ia mengenali siapakah ia dan dirinya? Ia seringkali mengingat Allah... Ia mendahului segala aktivitasnya dengan menyebut nama Allah. Sehingga ia pun mengingat Allah terlebih dahulu sebelum menyampaikan ekspresi pun nada suara dalam lisannya. Ah, alangkah indahnya... bila sesiapa saja yang akan marah, terlebih dahulu membaca Bismillaahirrahmaanirrahiim... -- kemudian sanggupkah ia melanjutkan dengan marah?

Marah. Marah biasanya hadir kalau kita mempunyai masalah. Dan kita belum dapat menyelesaikannya dengan cara yang indah. Karena kita tidak mengingat Allah Yang Maha Kuat dan kita sesungguhnya lemah. Ah, sadarkah kita... wahai insan?

Orang yang sedang marah, karena ia merasa kuat. Ia merasa, hanya merasa. Ia tidak mengenali, bahwa sesungguhnya ada yang lebih kuat darinya. Dan Allah Yang sedang menatapnya pun tidak lagi ia ingat. Padahal, Allah selalu ada di sisinya. Allah Yang Maha Penyayang, sedang memperhatikannya. 

Marah, marah itu tidak KEREN, teman...  dan marah bukanlah indentitas seorang yang berIMAN. So, jangan marah... jangan marah... yaa. Karena kita berteman dan aku yakin engkau keren. Dan aku sangat percaya bahwa engkau adalah seorang yang penuh dengan keimanan. 

Walaupun biru warna kostummu, tidak berarti bahwa engkau sedang sendu. Namun karena engkau sedang larut dalam ingatanmu pada Rabbmu. Dan engkau tenggelam dalam ingatan itu seraya menyebut nama-Nya yang indah dalam setiap lirihmu. dan engkau pun terharu pada saat itu. 

Sedangkan kostum berwarna merah yang sedang engkau kenakan, tidak pula bermakna bahwa engkau sedang dalam kondisi marah. Karena warna-warni yang ada hanyalah sebagai sarana yang memperindah tampilan ragamu. Dan merah itu sedang mengingatkanmu pada belaian api yang menyala-nyala. Tentu engkau tidak ingin berdekatan dengan api tersebut, bukan. 

Engkau berkostum merah, agar ia menjadi jalan yang mengingatkanmu pada hari akhir nanti. Hari yang padanya ada dua pilihan. Neraka ataukah surga. Sedangkan merah itu sedang menjagamu. Ia membalut ragamu dengan sempurna dari pandangan orang-orang yang tidak pantas melihatnya. Oleh karena itulah engkau semakin senang dengan warna merah. Merah yang indah. Merahnya muslimah. Muslimah shalihah, ingatannya lebih sering kepada Allah Yang Maha Indah.

Wahai muslimah... tetaplah menjaga izzah dengan cepat meredam marah, yah...???! Karena itulah salah satu jalan dakwahmu, insya Allah. ^^
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Kisah Secangkir Kopi di Malam Pertama

Posted by Unknown , Saturday, March 30, 2013 3/30/2013 11:36:00 PM

Malam ini adalah malam pertama bagiku, dengan secangkir kopi di hadapan. Kopi yang ku seduh dengan takaran yang seimbang dengan gulanya. Sehingga pahit yang berasal dari kopi tidak lagi begitu terasa, getirnya. 

Untuk meminum secangkir kopi yang sedang berada di hadapan, tentu aku belum biasa. Dan kalau ia sudah berada di sini saat ini, maka sebelum dingin merajainya adalah baik kalau ku cicipi beberapa sendok. Ssyyrruuuuppptttt.... manis rasanya. 

Aha! Ternyata begini rasanya kopi, yaa. Ada sedikit pahit yang mulai menyebar di lidah. Namun rasa pahit itu segera bersatu dengan manis. Manis yang berasal dari gula dan telah bersatu dengan air panas. Dan air yang panas itu telah mulai hangat. Sehingga aku dengan bebas dapat menyeruputnya dalam-dalam. Untuk kedua kalinya, ssyyyyrrrruuuuuupppppttt.... sungguh nikmat. Aduhai. 

Senyatanya, aku tidak telah menyeduh kopi beneran. Apalagi untuk menyeruput secangkir kopi yang mulai hangat, malam ini. Namun, semua hanyalah imajinasi saja. Berhubung saat ini, di depanku, di layar bercahaya ini sedang terduduk secangkir kopi sebagaimana yang aku maksud. Dan kelihatannya sungguh nikmat yaa, apabila setetes darinya sampai pula pada indera perasa ini. Lidah. 

Walaupun tidak dapat menyeruputnya secara langsung, namun aku percaya bahwa rasa yang ia tebarkan dapat ku nikmati juga.  Dan kini, ia mulai tersisa separuh saja. Karena semenjak tadi aku tiada henti mencicipinya. Bukankah sedikit demi sedikit akan menjadi banyak? Dan kebanyakan dari secangkir kopi itu pun telah berpindah ke dalam perutku melalui mulut. Hingga aku mulai merasakan kenyang. Lebih tepatnya adalah kembung. Karena aku kelebihan meminum air. Yha, selain kopi hangat, aku pun menyelinginya dengan makan nasi sesuap demi sesuap. Hap. Akhirnya habis jugaa... Ha?  (melongo)

Iya, malam ini aku baru saja menyantap menu makan malam. Karena aku baru mood dan menu yang sedari tadi telah ku siapkan, akhirnya baru ku raih. Sungguh kasihan ia. Dan kalau ku pikir-pikir, lebih kasihan lagi aku kalau tidak bersegera menghabiskannya. Karena ia akan menjadi mubazir dan bisa saja basi, beberapa saat lagi. Karena tidak berapa lama, hari akan berganti. Berhubung jarum jam terus berputar, dan tanggalan akan berubah menjadi tiga puluh satu maret. Yha, aku perlu bersegera, nie, kalau tidak mau makan selama dua hari. 

Kini, tepat pukul 11.18 PM waktu setempat, aku masih berusaha dan berjuang menyelesaikan suapan demi suapan. Oh, tengah malam, bukannya bobok nyenyak, malah masih bercengkerama dengan piring, sendok, secangkir kopi dan lembaran bercahaya ini. Dan aku sungguh suka nuansa seperti ini. Karena aku ingin melakukan hal-hal yang berbeda dan tentu saja sangat asing bagiku. 

Lalu, bagaimana dengan esok hari? Akankah aku benar-benar menyeduh secangkir kopi yang asli dan air yang hangat bersama asapnya itu akan menjadi temanku selanjutnya? Dan benarkah aku berani untuk meminum secangkir kopi di awal malam atau pada saat membuka hari, paginya? Bukankah dengan meminum kopi dapat berpengaruh terhadap kinerja mata kita? Kata orang-orang sich begitu. Namun aku ingat satu pesan yang aku terima sebelum melanjutkan perjalanan, beberapa tahun yang lalu. Pesan dari seorang yang sangat aku hormati, ku teladani dan kini aku menyadari bahwa pesan tersebut sungguh berharga. 

"Jangan langsung dan mudah percaya ketika menerima kabar dari orang lain, tanpa terlebih dahulu membuktikan atau menerima bukti yang jelas dan benar adanya. Jangan sampai saat menyatakan atau menyampaikan, kita malah belum mengerti sama sekali. Lalu mengikuti pesan yang sedang kita sampaikan dengan "... katanya, dan seterusnya." 

Dan karena aku tidak dibiasakan untuk menjadi seperti itu, maka akupun ingin menemukan bukti demi bukti dari apa saja yang aku dengarkan, aku terima informasi dan apapun yang ingin ku ketahui. Karena lebih enak kiranya, saat kita menyampaikan segala sesuatu yang benar-benar telah kita pahami dan kita jalani terlebih dahulu. Dan tidak hanya berasal dari informasi sekilas saja. 

Lalu, apa hubungannya dengan secangkir kopi yang telah kita bahas pada awal tadi? 

Walaupun pahit, sampaikanlah apapun pesan, kesan dan pengalaman yang kita ketahui dan pahami. Selama ia berguna dan dibutuhkan oleh orang lain dan tidak merugikan sesiapa. Taburilah ia dengan manis ingatan akan makna yang terkandung di dalam pesan tersebut. Karena bisa saja, pengalaman, pesan dan kesan yang bagi kita pahit rasanya, bagi orang lain dapat terasa manis adanya. Ketika ia mengalami pula, setelah kita. Karena ia telah terlebih dahulu mengetahui dari kisah yang kita alami sebelum mengalami sendiri. Lalu, begitu pula dengan kita. Gemarlah menemukan kepahitan demi kepahitan yang orang lain alami dalam menjalani kehidupan ini. Dengan demikian kita tidak merasa sedang merasakan pahit sendiri. Karena ternyata, selain kita telah banyak para pendahulu yang mengalaminya pula. Rajinlah menggali ilmu dan pengalaman dari sesiapa saja yang kita yakini mempunyai. Maka hari-hari yang kita jalani menjadi semakin indah adanya. 

***
Tidak terasa, menu makan tengah malam pun telah habis. Dan aku perlu meneruskan aktivitas berikutnya. Tidak bersamamu lagi, wahai secangkir kopi. Namun bersama secangkir mimpi yang ingin ku temui. Have a nice dream, but let's sikat gigi dulu sebelum bobok, and berwudu' plus ingat akan kematian senantiasa. Karena tidak dapat kita duga, akankan esok masih milik kita...??? Wallaahu a'lam bish shawab. C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Senyuman Seindah Sinar Mentari

Posted by Unknown , 3/30/2013 08:34:00 PM

Harga karcisnya Rp 2.ooo,- (Dua Ribu Rupiah) saja. Dan aku sempat pula menanyakan kepada petugas yang mengantar kami, "Kapan saja jadual bukanya, Pak?" 

"Setiap hari libur, pukul sepuluh sampai dengan lima sore," jawab beliau, laki-laki yang menggunakan jaket hitam tersebut. 

"Kalau begitu, apakah hari-hari biasa tidak buka, Pak?," tanyaku lagi.

"Mau berangkat sama rombongan?," tambah beliau pula. 

"Kalau iya, bagaimana, Pak?," aku melanjutkan tanya. 

"Kalau rombongan, setiap hari juga bisa," ungkap beliau menutup rasa penasaranku yang sebelumnya masih membuka.  Sedangkan aku segera manggut-manggut, memaklumi dan segera masuk ke dalam lift yang telah  membuka. 

Awalnya, hanya ada aku sendiri di dalam lift yang akan menuju lantai 19 (sembilan belas) itu. Namun beberapa saat kemudian, ada kiranya yang akan ikut juga. Dan akhirnya aku tidak jadi berdua saja, dech, dengan petugas yang akan mengantarkan. 

Ada tujuh orang lainnya selain aku, di dalam lift yang sedang bergerak naik. Sedangkan suasana berubah menjadi hening. Hanya ada beberapa kali bunyi nada terdengar, yang menandakan bahwa kami sedang berpindah pada lantai yang lebih tinggi. 

Semenjak awal mengetahui bahwa pintu menara sedang dibuka, aku senyum-senyum saja. Antara ada dan tiada, pikirku mengawang dan mengangkasa. Antara percaya atau tidak, aku perlu percaya dan mempercayainya. Antara impiankah ini, atau telah menjadi kenyataan, aku masih berusaha untuk menyadari. Aku perlu lebih sering lagi bangun pagi, kiranya. Agar impianku tidak hanya mimpi semata. 

***
Jum'at yang lalu, tepatnya kemarin. Setelah berkunjung ke rumah Teh Ashafi di Katapang, aku pun balik ke Bandung. Karena aku perlu meneruskan cita dan perjuangan di kota ini. Sedangkan kunjunganku ke rumah Teh Ashafi adalah dalam rangka menemui seorang bocah mungil yang telah hadir ke dunia, Ashraf Azhari Wicaksono, nama yang indah yaa. Ashraf adalah putra pertama Teh Ashafi. Tentang siapakah Teh Ashafi, telah ku ceritai engkau teman, dalam bulan Mai tahun 2012 yang lalu. Silakan temukan informasinya di sana. Beliau adalah salah seorang sahabatku di kota ini. Sahabat baik. Dan kini, beliau telah mempunyai buah hati. 

Kembali dari rumah Teh Ashafy, aku tidak langsung menuju kost-kostan. Karena aku mau jalan-jalan dulu. Dan salah satu tujuan yang sedang aku perhatikan dari kejauhan adalah sebuah masjid di kota ini. Masjid Agung Bandung. 

Dari kejauhan, telah terlihat dua menara kembar yang sedang berdiri menjulang hendak merangkul awan. Dan aku sangat ingin berdekatan dengannya. Walaupun hanya berada di bawahnya, untuk sementara waktu, tentu aku suka. Mau ngadem sejenak, inilah salah satu tujuanku. Karena cuaca pada siang hari itu sungguh terik sangat dan membuat wajah ini seakan hot sungguh karena panasnya. 

Dalam perjalanan sebelum benar-benar sampai di lokasi masjid Agung, aku sempat melirik-lirik sejenak di pinggir jalan. Dan aku bertemu teman baru lagi. Teman yang aku kenali, dan akhirnya aku persahabati. Tidak lupa pula aku mengajak dua diantaranya membersamaiku dalam perjalanan pulang. Dua buah buku tentang perjalanan pun ku beli. Kini, saat ini, kami masih bersama. Ia sedang duduk manis di sisiku.

Masih di masjid Agung, untuk lebih kurang dua jam lamanya, tidak terasa olehku. Karena tiba-tiba, jarum jam telah menunjukkan waktu pukul 4.16 PM. Nah, beberapa puluh menit sebelum angka jam tersebut muncul, aku sedang berada di dalam menara masjid Agung. Ohohooo... pengalaman pertamaku, lho. Dan aku sangat berkesan dengannya. Setelah semenjak lama berencana untuk menginjakkan kaki di dalam menara tersebut, akhirnya sampai juga. Betapa lama aku menunggu, dan akhirnya berujung pertemuan. Kamipun bersalaman, berpelukan, bergembira, bersenyuman. Hingga semilir angin yang bertiup dari beberapa jendela yang merenggang, turut merestui pertemuan pertama kami. Terima kasih wahai angin, engkau mengajakku serta bersama semilirmu. Yaaaa.... baiiik, bawalah juga aku, hingga ke ujung dunia.

Pengalaman pertama memang berkesan. Dan aku ingin mengingat kesan yang pengalaman pertama sengaja titipkan dalam perjalanan kehidupanku. Alhamdulillah... indahnya memandang alam kota Bandung dari  ketinggian yang tidak sedepa. Ketika itu, mentari sedang terik-teriknya bersinar, menjelang pukul empat sore.  

Senyuman mentari sore itu, masih sama seperti ketika aku masih mengimpi dulu. Mentari tersenyum bersamaku.. Dan aku tersenyum seindah senyumannya. C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

A Trip to Katapang

Posted by Unknown , 3/30/2013 07:56:00 PM

Tahukah engkau, teman... kebaikan supir angkot itu seperti apa? Sang supir menyapa dan mencari sesiapa saja yang mempunyai tujuan sama dengan beliau, yaitu calon penumpang. Yang untuk selanjutnya akan menjadi penumpang di dalam mobil yang beliau supiri. Dan sebagai salah seorang dari penumpang-penumpang tersebut, aku mempunyai pengalaman sekaligus kesan yang sangat ingin aku sampaikan di sini, sekarang.  Yaitu tersenyumlah kalau banyak penumpang lain yang bersama denganmu di dalam angkot itu, karena kini engkau tidak lagi berdua saja dengan sang supir. Walaupun terkadang keadaan memaksamu untuk berdesak-desakan dengan penumpang lainnya, maka nikmati saja. Dengan demikian, engkau menjadi jalan mengalirnya rezeki  sang supir yang mobilnya engkau tumpangi. 

Bukankah supir sungguh baik kepadamu? Kenangkanlah satu kesan ini, ketika engkau ingin menggerutu atas ketidaknyamanan yang engkau alami pada suatu waktu tertentu.  Karena engkau adalah penumpang. Yah, penumpang yang kudu ikut supir. Kalo engga, ya turun saja.  Kemudian lanjutkan perjalanan dengan kaki-kakimu yang siap melangkah. Melangkahlah lagi, karena engkau belum sampai ke tujuanmu, bukan? 

Adapun inti kesan dan pengalaman yang selanjutnya adalah -pelajaran untuk bersabar sedang mendekat kepada kita pada saat yang sama.  

Bukankah kebaikan dari sang supir telah engkau temukan? Kalau belum, tentu engkau bersegera untuk berbuat sebagaimana maumu.  

Yuhu... catatan singkat ini terangkai dalam perjalanan menuju humz Teh Ashafi beberapa hari yang lalu.  Ketika aku sedang duduk manis di kursi paling depan, tepat di samping sang supir yang sedang mengemudi. Dan pada saat yang sama, di sepanjang perjalanan, aku sedang membayangkan keadaan yang dialami oleh para penumpang lainnya di belakang kami. Karena memang sedang ramainya para penumpang yang turun dan kemudian naik angkot. Mulai dari ujung jalan hingga ke ujung lainnya, aku enjoy my trip. Sedangkan dengan penumpang lainnya, entahlah. I hope, too.
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Rindu Sangat Aku Padamu

Posted by Unknown , 3/30/2013 07:43:00 PM

Di saat kerinduanku sedang berada pada puncaknya seperti sekarang, hanya ada satu hal yang aku inginkan, "Menatap sorot indah mata elangmu." Seperti yang saat ini aku alami, adakah engkau pun sedang merindukanku? Adakah ingatanmu sedang bertengger di pucuk namaku? Sehingga apa yang sedang aku rasakan engkau pun juga mengalaminya?

Ketika rinduku semakin menumpuk seperti sekarang, aku merasakan jantungku berdetak lebih kuat.  Sehingga seakan ada yang menariknya. Dan aku jalani semua ini dengan berai bulir bening yang mengalir di permukaan pipi... perlahan. Seraya aku merindu berada di dekatmu dan hilang dalam pelukanmu. Di sana aku mengalami keteduhan sejati. Di bawah atap cinta dan kasih sayang yang menaungi, kita pun bersenyuman.

Dalam nuansa kerinduan yang seakan tidak bertepi sebegini, aku mensenyumi saat-saat kita bersama. Setelah masa itu menjauh pergi. Dan aku pun mengalami tarikan darinya. Ia menarik sebagian dari hatiku di sini. Masa yang tidak mungkin akan kembali lagi.

Begini, ya. Kalau rasa seperti ini yang disebut rindu, maka aku ingin terus bersam-sama dengannya. Sehingga aku senantiasa menjadi perindu. Rindu pada tatapan mata yang membuatku segera mengangkat wajah. Karena aku merasakan ada hangat yang tiba-tiba membasahi pundakku. Engkau terharu saat mendekapku, ya? Dan pada saat yang sama, airmataku pun meluruh setetes demi setetes. Kemudian semakin banyak pula ia, hingga membanjir. Tidak mengapa, kalau aku pun akhirnya tenggelam di dalam lautan yang ia cipta. Dan aku dapat menikmatinya dengan baik.

Dalam rindu yang menggelora, ku rasa jiwaku terbakar dan melepuh hingga ia tidak berwujud lagi. Karena ia telah meleleh dan melebur. Dalam kondisi demikian, masih ku usaha agar ia senantiasa terjaga. Aku ingin menjaganya, itu saja. Sampai ketika masa pun datang, kita bersua lagi. Mohon doanya agar kuasa-Nya kuatkan aku dalam menjalani semua ini. Derita yang ku sebut luka yang penuh dengan kenikmatan. Nikmat terasa karena ia bernama rindu.  Ahay, walau jelas terasa aku akan mati karena menanggung semua ini, aku akan terus menikmatinya.

Rindu itu ketika terasa perih bercampur hangat di dalam hati, dan kita sedang berjauhan pada saat yang sama.
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Buat Apa Sekolah Tinggi-tinggi?

Posted by Unknown , Tuesday, March 12, 2013 3/12/2013 06:05:00 PM

Orang tua menjekolahkan kita, agar dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik. Dan saat berada djauh dari beliau, kita dapat menjadi pribadi yang baik. Pribadi yang berguna dan bermanfaat bagi sekitar dan pribadi yang berarti. Bukan untuk alasan apa-apa, hanya sadja agar kita tidak mudah dibodohi oleh orang lain. Agar kita dapat mengeluarkan pendapat yang kita punya. Agar kita pun dapat menyampaikan pesan atas apa yang ingin kita pesankan. Selain itu, bersekolah juga menjadi djalan bagi kita untuk dapat berkenalan dengan berbagai karakter dan tipe manusia. Pokoknya, sekolahlah setinggi-tingginya dan gapailah impian serta citamu hingga ke negeri yang jauh. Walaupun untuk mentjapai semua itu, engkau membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dan perlu berkorban materi, jiwa, raga dan pikiran dalam mendjalaninya. Namun yakinlah bahwa semua tidak akan sia-sia. 

Ketika baru saja menamatkan pendidikan di jenjang sekolah menengah kejuruan delapan tahun yang lalu, aku berhasrat untuk melandjutkan pendidikan lagi. Dan aku sangat besar kemauan untuk dapat terus belajar dan belajar lagi. Agar aku dapat mengetahui ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak aku tahu. Selain itu, aku pun sangat ingin menambah pengalaman. 

Seiring dengan bergulirnya waktu dari hari ke hari, keinginanku pun perlahan menuju titik temunya. Hingga kita pun bersua di sini, dalam pertemuan senja dan rupawan. Kalau bukan karena hasrat dan keinginan yang masih menggantung di langit hati, belum tentu kita dapat bersama hingga saat ini, teman. Namun yang terlebih penting lagi adalah peran dari sesiapa saja yang menjadi djalan bagiku untuk dapat meneruskan cita. 

Ada banyak orang-orang baik di sekelilingku. Sedangkan jumlah beliau semua, tidak terhitung banyaknya. Ada yang hingga saat ini senantiasa lekat di dalam ingatan, menyangkut di dalam hati, walau pun kami belum dapat lagi saling bertatap mata dalam nyata. Namun ingatan pada beliau, membuatku ingin segera mengurai beberapa baris kalimat di sini. Agar aku pun tahu, bahwa aku pernah mengalami yang namanya 'rindu'. Ada kerinduan yang menyeruak di dalam kalbu, atas keinginan untuk bersua lagi, yang belum kesampaian. Keinginan yang tidak terlihat, namun ia ada. Seperti halnya engkau yang aku temui di dunia maya ini, teman. Walaupun tidak terlihat jelas di depan mata, namun dalam yakinku engkau ada.

Darimu yang belum pernah aku temui dan kita terlibat sapa, aku beroleh ilmu pengetahuan baru. Darimu yang pernah menyapaku walaupun kita belum berjumpa, aku dapat belajar hal yang baru akhirnya. Termasuk pula dari beberapa kalimat yang engkau titipkan padaku dalam waktu-waktu yang aku jalani. Sedangkan kalimat-kalimat tersebut dapat ku cerna, ku pelajari lalu ku ambil intisarinya. Kemudian aku pun membenarkannya pula ketika hatiku berkata yakin. Sedangkan kalau aku belum yakin, tolong maafkan aku yang belum mudah percaya begitu saja. Karena aku pun pernah mendapatkan pesan dari orang tua, Ibunda, Ayahanda dan beliau-beliau yang baik padaku. Salah satunya adalah, "Hati-hati di jalan yaa..." Adapun saat ini, aku sedang melangkah. Dan perdjalanan yang aku tempuh tidak dapat ku prediksi jauhnya.

Dalam menjalani kehidupan, orang tua pun pernah menitipkan pesan, bahwa "Jangan bermudah-mudah menerima kebaikan dari orang lain, kebaikan yang bisa saja tidak masuk akal sama sekali. Walaupun bagaimana, bekerjalah terlebih dahulu baru menimang hasil. Karena tidak ada hasil optimal yang kita terima tanpa jerih payah terlebih dahulu, melainkan hanya iming-iming saja. Oleh karena itu, pelajari dengan saksama ketika hatimu berdetak saat menjalaninya."

"Use your feeling," tambah Ibunda pula. 

Mudah bagi kita untuk mengetahui keadaan yang baik. Namun apabila kita menjalani hal-hal yang diluar kebaikan untuk kita, maka akan ada sedesir dua desir hati berbicara. Pun jantung begitu pula. Ia akan berdetak lebih cepat dan tidak biasanya. Maka dari itu, percayalah atas apa yang hadir dari dalam diri kita. Kalau tidak yakin, jangan lakukan. Dan kalau hati sudah mantap dan tiada prasangka, lanjutkan! Inilah pesan penting hari ini yang ku peroleh, teman. Hal ini berhubungan dengan catatan sebelumnya. Catatan yang kurangkai sebagai pembuka atas pengalaman pentingku. Pengalaman pertama sekaligus ku ingin yang terakhir kalinya. Bahwa tidak akan mudah bagiku untuk begitu saja menerima dan mempercayai informasi dari beliau yang belum pernah ku kenal sama sekali. Apalagi saat pertemuan suara untuk pertama kali, sudah terkesan engga benar. Ya Rabb... lindungi kami dari orang-orang yang ingin berbuat aniaya. Dan kumpulkan serta pertemukan kami dengan hamba-hamba-Mu yang shaleh ; shalehah. Agar pertemuan kami dengan beliau dapat menjadi jalan bagi kami untuk senantiasa dekat dengan-Mu. Dan kami yakin, bahwa semua penuh arti. 

Kita tidak boleh berprasangka tidak baik pada orang lain. Dan kita perlu terus optimis, bahwa orang-orang yang berhubungan dengan kita sedang menitipkan satu dua titik pesan untuk kita jadikan sebagai bahan pelajaran dan penambah pengalaman dalam menjalani kehidupan. Dan doakan beliau, agar kembali ke jalan yang benar, saat kita menemukan ada yang salah. Dan yakinlah bahwa kita sedang tidak mengumbar kejelekan orang lain. 

Kembalikan semua kepada diri kita terlebih dahulu, atas apapun yang ingin kita lakukan terhadap orang lain. Niscaya damailah diri...  


C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

You are Welcome

Posted by Unknown , 3/12/2013 08:24:00 AM

Tanggal sebelas Maret tahun 2013, pukul 12.05.08 PM, aku menerima sebuah pesan. "Selamat..." Pesan tersebut sempat ku baca sekilas. Setelah itu, aku pun melanjutkan aktivitas. Tanpa membalas pesan, tanpa teringat lagi dengan isinya. Namun pagi ini, aku terngiang-ngiang kembali padanya. Alhamdulillah, belum ku hapus dari inbox. Dan ku baca lagi dengan teliti, sepenuh hati. Untuk selanjutnya, aku pun memberanikan diri untuk menghubungi nomor tujuan yang perlu aku sapa setelah membaca pesan tersebut. Dengan sedikit grogi, deg-degan tentunya, dan ini untuk pertama kalinya aku menghubungi nomor tersebut. 

Bertemu dengan orang baru dalam nada suara, tentu aku sudah biasa. Namun berjumpa dengan orang yang belum biasa aku temui dalam wujud nyata, aku belum biasa. Aku memang begini adanya. Oleh karena itu teman, apabila engkau mengenalku dan aku pun begitu, maka sapalah aku terlebih dahulu apabila engkau mendapatiku belum menyapamu. Sedangkan aku pun demikian, apabila aku yang terlebih dahulu mengenalmu akan menyapamu terlebih dahulu. Karena aku, ingin sekali bersua dengan beliau-beliau yang aku pernah kenali. Lha, kalau sudah bersua bagaimana bisa aku tidak menyapa beliau? Kecuali kalau aku belum ngeh. Tolong ingatkan aku, bahwa aku masih ada di bumi yang sama denganmu. Maka bereunilah kita ketika pertemuan berlangsung. 

Oke, kembali lagi kepada aktivitas awalku tadi. Setelah memberani-beranikan diri dengan mengumpulkan seluruh keberanian. Ditambah lagi dengan suasana hati yang dig-dag-dug-deg-degan, aku menghubungi nomor tujuan. Awalnya terdengar nada tersambung di ujung sana. Nah! Dalam jeda waktu penantian tersebut, aku tertawa dengan diri sendiri. Aku tersenyum berulangkali. Seraya membayangkan hal-hal yang indah. Dengan menyusun harapan seringkali. Agar, suara yang akan ku dengar dari seberang sana adalah penuh dengan kebahagiaan, keramahan, baik dan aku suka. 

Tidak perlu menunggu lama, akupun mendengarkan suara dari seberang sana, suara yang lembut, dari seorang perempuan. Beliau menyambut dengan ramah, sungguh menyenangkan. Dengan mengucapkan rangkaian kalimat pembuka, Selamat pagi... bla...bla.... dan seterusnya. Sedangkan aku yang awalnya menyimak, segera menjawab dengan terlebih dahulu mengenalkan namaku, saya Yani. Lalu beliau menanyakan, di mana posisi, aku jawab di Bandung,  Bu. Saya bermaksud konfirmasi atas pesan singkat yang saya terima kemarin siang. Begini... Lalu ku uraikan dengan sedetailnya. Sedangkan beliau menyimak, kemudian bilang, mohon tunggu sebentar ya, jangan ditutup dulu. Karena kami akan cocokkan data yang Ibu sampaikan dengan yang ada pada data kami.  Aku mengiyakan. 

Memang terdengar keriuhan di seberang sana. Sepertinya beliau sedang berada di antara banyak orang yang sedang beraktivitas sama. Dan beliau lagi ada di mana? Dalam pikirku bertanya, namun tidak ku sampaikan. Hanya saja, aku tahu bahwa beliau adalah salah seorang yang baik.  

Terima kasih telah menunggu. Benar, dari data yang ada pada kami, memang sesuai dengan yang Ibu sampaikan. Untuk selanjutnya, apakah akan datang langsung ke kantor kami atau ... Aku berpikir sejenak. Karena untuk datang langsung ke tujuan yang beliau sebutkan, tentulah tidak mungkin. Karena aku tidak yakin saja dapat sampai di sana. Kecuali kalau aku mau, tentu mungkin. Terlebih lagi, tujuan yang beliau sampaikan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat sampai di sana. Maka aku pun memilih saran kedua yang beliau sampaikan. Dan aku pun memberikan satu informasi lagi tentang diriku, terhadap beliau. Dengan demikian, kami dapatkan satu kata "deal".

Aku masih belum percaya sepenuhnya dengan apa yang baru saja berlangsung atasku. Atas inginku, atas apa yang aku jalani. Karena bagiku, hati ini berkata bahwa ini mimpi. Ini memang mimpi, namun ketika ia berlangsung dalam kenyataan kita hari ini, bukanlah lagi mimpi namanya. Namun sebagai salah satu pengalaman. Dan pengalaman hari ini tidak akan pernah kita lupa, selamanya. Dalam yakinku berkata pada diriku sendiri. 

Berkisah tentang pengalaman, tidak semua dapat kita alami. Karena dari pengalaman orang lain, yang beliau sampaikan kepada kita, dapat pula seakan kita alami. Dengan demikian kita tidak perlu langsung mengalami untuk memperoleh pengalaman. Berbeda halnya kalau kita sudah mengalami, dan dapat kita bagikan pula kepada orang lain, agar orang lain dapat pula memperoleh pengalaman serupa tanpa perlu mengalaminya.

Hingga saat ini aku masih menunggu. Menunggu kepastian dari informasi yang tadi telah ku konfirmasikan. Dan ternyata benar adanya, bahwa tidak hanya sekadar ilusi. Aku semakin yakin hingga detik ini.

Apapun yang terjadi denganku, kebaikan atau sebaliknya. Maka aku bersyukur kepada Allah subhanahu wa Ta'ala, lalu akan ingat pertama kali kepada orang-orang yang dekat di hati. Berkelebat bayangan beliau di pelupuk mataku. Berbarisan senyuman beliau di ujung tatapku. Walaupun beliau tidak berada dekat di sisi, namun aku bahagia dapat menghadirkan beliau dalam ingatanku. Dan aku berharap kami dapat berjumpa dalam waktu dekat. Wahai, indahnya menyelami kehidupan dengan senantiasa berpikiran positif. Berpikiran bahwa kita dapat bersua dengan beliau-beliau yang kita rindukan, kapan saja.  Sehingga tidak ada lagi jeda dan jarak yang membentang. Karena kita sehati, satu hati dan mempunyai Pencipta Yang Satu selamanya. ALLAHU AKBAR. 

Segala hal mudah bersama Allah, indah dan berkah. Ya Allah, Engkau bukakan jalan saat kami benar-benar mengharap hanya kepada-Mu. Dan selamanya bersama-Mu, kami melanjutkan langkah-langkah ini. Innallaaha ma'ana. Alhamdulillaahirabbil'alamiin. Sungguh tidak ada yang sia-sia. Semua takdir adalah baik. Baik dan baik untuk kita. C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Ghost

Posted by Unknown , Monday, March 11, 2013 3/11/2013 06:11:00 PM

Adalah kebahagiaan ini seakan diperpanjang untuk kita. Ketika kita dapat belajar kapan saja, di mana saja, dan bersama siapa saja. Sehingga kita tidak lagi mempermasalahkan sedang berada di mana pada saat memperoleh bahan pelajaran. Apakah di balik sebuah pohon yang sedang berdiri dengan teguh bersama batangnya yang menjadi tempat kita bersandar. Saat duduk manis di atas angkot sepulang kita dari aktivitas. Ataukah bahan pelajaran itu dapat kita simak dari percakapan antara dua atau tiga orang bahkan lebih yang sedang bercengkerama dengan asyiknya. Tidak terasa, ternyata kita sedang belajar suatu ilmu yang sangat berharga pada waktu yang sama. Dan kita pun memahami apa yang kita peroleh dari beliau yang kita temui. Untuk kita jadikan pertemuan kita dengan siapapun sebagai jalan hadirnya ilmu dan pengalaman yang kita peroleh secara tidak langsung. Karena pengalaman dapat kita peroleh tidak hanya dengan mengalaminya terlebih dahulu, bukan? 

Adapun ilmu dan pengalaman itu, dapat pula kita abadikan dalam lembaran catatan hari ini. Agar, pada suatu waktu yang akan datang, kita dapat kembali membolak-baliknya. Nah! Pada saat yang sama, kita pun teringatkan pada beliau-beliau yang menjadi jalan sampaikan ilmu dan pengalaman tersebut kepada kita. Walaupun sesungguhnya, tidak dapat semua kita ukir namanya di dalam lembaran catatan tersebut, namun sesungguhnya beliau berharga. Beliau berarti dan penuh dengan dedikasi bagi kehidupan kita. 

Sering mungkin, kita mendengarkan orang sedang bercakap-cakap. Baik kita terlibat langsung dalam topik yang sedang dibahas, atau kita hanya menjadi pendengar yang baik. Bahkan, kita tidak mempunyai andil sama sekali dalam percakapan tersebut. Bukan bermaksud menguping pembicaraan, namun pada sore yang diguyur hujan sungguh lebat ini, saya pun membawa inti dari percakapan beberapa orang. Beliau-beliau yang saya temui di dalam perjalanan tadi, ketika menuju pulang. 

Duduk manis begitu saja di dalam angkot, seringkali aku lakukan. Terkadang memandang langit, memperhatikan pepohonan yang seakan berlarian di luar sana. Atau malah mengamati orang-orang yang sedang beraktivitas beraneka rupa. Itu yang aku lakukan pada waktu-waktu yang lalu. Namun tadi, berbeda, teman. Aku yang sedang duduk manis, akhirnya menjadi pendengar yang baik. 

Ada beberapa orang laki-laki di dalam angkot yang sedang aku tumpangi. Bersama kami duduk dengan jarak yang teratur sungguh renggang. Setelah ku hitung dengan jemari, belum habis ke sepuluhnya, ternyata jumlah orang sudah habis. Ada delapan semuanya. Termasuk seorang supir yang sedang mengemudikan kendaraannya. 

Adapun seorang yang duduk di bagian depan di samping supir, pun merupakan bagian dari delapan orang tadi. Setelah aku menyadari, ternyata aku sendiri yang perempuan. Ops! Hehee. Jadi yang paling cantik di antara semua, dan ini sudah biasa. Ya, aku terbiasa berada di antara kumpulan laki-laki di sekitar.

Ada lima orang laki-laki lainnya yang duduk di kursi bagian belakang. Setelah ku amati, ternyata empat diantara beliau adalah para teman-teman alias grup atau sekelompok musisi. Karena dari peralatan yang beliau bawa, masing-masing memegang alat musik. Dua orang yang lebih dekat denganku, membawa satu gitar, masing-masing. Sedangkan dua orang lagi, tidak ku pandang dengan jelas. Karena aku memang tidak mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sehingga aku berkesimpulan bahwa beliau adalah para musisi. Mau manggung di mana, yaa? Aku engga tau.

Sedangkan seorang laki-laki lainnya duduk tepat di sisiku. Dan beliau diam saja, tidak terlibat percakapan sama sekali. 
Nah! Setelah duduk manis lebih kurang lima menit lamanya dalam angkot yang sama, dan aku hampir sampai pada tujuan. Kira-kira empat menit lagi. Pada saat itulah, para laki-laki tadi membuka pembicaraan. Beliau berbincang tentang kehidupan seorang teman lainnya. Seorang yang 'seakan hidup tanpa masa depan. Masa depannya suram tak cerah, kelam'. Begini pendapat laki-laki pertama. Sedangkan yang ke dua menimpali dengan persetujuan. Iya, karena dia terlihat tidak mempunyai visi misi dan terus saja begitu. Tidak bersemangat, tanpa ambisi. Padahal harusnya, dalam menjalani kehidupan, kita perlu mempunyai visi, misi dan harapan. Tambah beliau pula. 

Aku yang sedari tadi duduk dengan tenang, pun tersentak. Aku yang entah lagi melamun atau tertidur, seakan terbangunkan. Aku kaget, dan segera mengedipkan mataku berulangkali. Tanpa mengucek atau mengusapnya. Hanya saja, aku seakan tersadar. Bahwa secara tidak langsung, kalimat yang beliau sampaikan tadi dapat pula tertuju padaku. Mungkinkan? Ah! Aku memang perasa. Hahahaa. Rasa-rasanya beliau sedang mengingatkan aku bahwa punyailah visi dan jalanilah kehidupan ini dengan misi.  Agar kita dapat melihat masa depan dengan kepala tegak dan wajah berseri-seri. Sedangkan saat ini, kita dapat menjalani hari dengan sepenuh hati. 
Seiring dengan beberapa rangkai kalimat berikutnya yang beliau terus pertukarkan, aku segera mengumpulkan ingatanku pada beberapa misi dan visi yang -aku rasa, pernah ku rangkai pula sebelum ini. Dan aku bukanlah seorang yang hidup tanpa visi dan misi, man," bisikku pada beliau tanpa bersuara.  Hanya saja, ku edarkan pandangan pada sekeliling, lalu berhenti tepat di pundak laki-laki yang tadi menyampaikan kalimat yang terdengar sangat indah di telingaku. 
Beliau mungkin saja tidak menyadari, bahwa ternyata satu kalimat yang beliau sampaikan sebagai sebuah pendapat, mencuri perhatianku. Dan aku pun bersyukur. Atas syukurku sore ini, maka akupun merangkai catatan lagi. Setelah beberapa hari berlalu, aku ingin tak berada di sini. Namun berhubung salah satu misi kehidupanku adalah -Mempelajari, menghayati, menikmati alam dan mengabadikan hasil yang diperoleh dalam bentuk catatan-catatan sebagai prasasti eksistensi, maka catatan ini pun hadir. Karena saat ini aku masih ada di dunia. Dan catatan ini adalah salah satu bahan pelajaran yang ku hayati ketika menikmati alam pada sore nan semakin sejuk ini. Agar nuansa ini menjadi prasasti hingga nanti. 

Teruntuk beliau yang ku temui di dalam angkot Caringin - Dago sore ini, terima kasih yaa. Aku akan mengingat satu kalimat penting dari beliau, bahwa 'Hiduplah dengan visi dan misi' lalu jalanilah kehidupan dengan sepenuh hati. 

Kita tidak dapat mengetahui, pada waktu yang mana kita menjadi berarti bagi orang lain. Oleh karena itu, teman. Tetaplah berjuang dan berusaha untuk menebarkan arti semaksimal diri. Dengan demikian, kita menjadi seorang hamba yang menyadari arti kehadirannya di dunia ini. 

Boleh saja hari ini kita dipuji. Atau malah kita dicaci. Bisa jadi saat ini kita diperhatikan, atau malah diabaikan. Bersabarlah atas apa yang sedang kita jalani namun sesungguhnya bukan yang demikian kita temui. Dan bersyukurlah saat kita menjalani hal-hal yang benar-benar kita inginkan sebelumnya. Semoga, kita senantiasa menjadi bagian dari orang-orang yang penuh dengan kesabaran dan berkelimpahan syukur, yaa.

Teringat aku dengan sebaris kalimat lainnya yang sempat ku dengarkan pada beberapa waktu yang lalu. Suara tersebut menyampaikan pesan yang intinya begini, "Hiduplah bukan dengan apa yang kita inginkan, namun dengan apa yang saat ini sedang kita jalani." Lalu ada pula pesan lain yang aku simak dalam perjalanan berikutnya, "Yang menentukan bagaimana masa depan kita bukanlah orang lain, namun diri kita. Apabila kita ingin pandai, maka belajarlah dengan baik. Sedangkan orang lain, guru, teman-teman dan sahabat hanya sebagai pengingat saja. Mereka tidak dapat menentukan masa depan kita. Mereka tidak dapat menolong kita, kalau tidak bersedia menolong diri kita terlebih dahulu. Intinya, miliki visi dan jalankan misi. 

Orang lain hanya dapat menjadi perantara atas apa yang ingin kita capai. Sedangkan kita adalah pelaksana atas apa yang ingin kita capai. Orang lain adalah sarana kita dapat mewujudkan visi. Sedangkan kita yang menjalankan misi. Pegang teguhlah tujuan yang telah kita niatkan di dalam hati, maka ada jalan yang dapat menyampaikan kita pada tujuan tersebut. Walaupun kita tidak mempunyai kaki-kaki untuk melangkah. Namun kita mempunyai Allah Yang Selalu Membimbing kita. Walaupun kita tidak mempunyai mata untuk melihat, namun kita mempunyai Yang Maha Melihat. C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Ingin Pulang...

Posted by Unknown , Thursday, March 7, 2013 3/07/2013 11:07:00 PM

http://bobwama.wordpress.com/2009/01/17/white-collar-job/
Ada banyak juga ternyata, jejak-jejak yang menempel di lapangan penuh rerumputan kata. Hingga aku terkadang tidak dapat percaya dengan sesungguhnya. Karena aku pikir, ini hanya sarana untuk berbagi saja. Berbagi suara hati dan untaian kata yang tidak dapat mengalir melalui nada suara di sepanjang perjalanan kehidupan ini. 

Kini, hingga detik ini, aku dapat saksikan beberapa di antara jejak-jejak yang ada. Ya, mereka yang masih membekas dengan jelas, karena belum tertimbun oleh debu-debu masa. Ia pun belum bersembunyi di antara lembaran dedurian yang beberapa waktu lagi, tentu akan meninggi. Dan aku pun memperhatikan ada juga ia dan dirinya di balik kerikil dan pasir yang bertaburan dengan bebas. Aku mensenyuminya, senyum penuh dengan makna. 

Hingga sejauh ini, kita melangkah bersama, aku cukup bahagia. Semenjak aku asyik dengan langkah-langkah ringanku seraya bersiul di sepanjang perjalanan. Sampai akhirnya kita berjumpa dan melanjutkan perjalanan bersama-sama. Benar, sejauh ini aku berkesan dan menemukan banyak pesan pun kenangan dari perjalanan dalam hari-hari kita. Dan setelah ku terlusuri dengan saksama, aku temukan memang, banyak aneka jenisnya yang tentu saja tidak sama. Karena masing-masing hari, memberikan satu warna yang unik pun mengenangkan. Walau terkadang, memang aku seakan tidak percaya saat menjalaninya. Dan hal itu ditandai dengan belum jelasnya jejak yang menempel di permukaan catatan. Hanya membayang. Namun dibalik semua itu, ternyata banyak pula langkah-langkah yang jelas, kuat dan membentuk lambang yang membentang dengan leluasa. 

Telapak kaki. 

Dan hingga sejauh ini, benar-benar ingin ku sampaikan padamu, teman. Terima kasih yaa. Karena engkau pun menjadi bagian dari perjalanan kehidupanku.  Walaupun untuk selanjutnya, engkau akan bertemu dengan persimpangan yang dapat engkau pilih. Sedangkan aku pun begitu. Namun dalam yakinku, kita tetap di jalan yang sejalur. Agar kita dapat lebih sering bersama-sama. Untuk meneruskan segalanya. 

Walaupun pada awal melangkah kita tidak pernah saling berjanji untuk bersama seperti ini. Namun aku sangat yakin, bahwa Ada Yang telah Menjanjikan pertemuan kita ini, di sini.  So, tetaplah melangkah, yaa. Sekalipun aku sedang not beside you. Namun yakinlah bahwa aku ada di sisimu saat engkau mengingatku, kapanpun itu. Lalu, bersyukurlah atas ingatan yang masih ada bersamamu. 

Engkau...

Ketika engkau sempatkan beberapa detik waktumu untuk berpaling sejenak, untuk mengawasi perjalananku, namun tidak engkau temukan aku sedang melangkah di samping belakangmu, maka tolong doakan aku, semoga dapat segera menyusulmu lagi. 

Aku...

Ketika aku menyadari bahwa memang langkah-langkahku belum lagi dapat mengayun dengan lekas dan gegas, maka aku berusaha dan berjuang untuk mempercepatnya dan menata agar ia terus mengayun dengan tegas. Agar aku dapat mengetahui kondisimu. 

Kita...

Saat sedang asyik dengan keriuhan suara yang berasal dari luar diri kita, semoga kita dapat segera mengimbanginya dengan suara yang berasal dari dalam diri kita. Agar, kita tidak terlalu lepas dalam mengekspresikan apa yang perlu kita sampaikan dalam nada suara. Semoga semakin merunduk adanya hati, atas kejanggalan yang ia temui. Dan dapatlah ia memetik pesan penting dari semua itu. Untuk selanjutnya, mengembalikan semua pada Pemiliknya. 

Engkau, aku, kita...

adalah bagian dari kehidupan,

sedangkan kehidupan adalah jalan yang kita tempuh untuk dapat sampai pada tujuan. 

so, selagi kehidupan masih ada, maka jalan itu pun masih ada. 

selagi kita masih ada, jalan tentu saja masih ada. 

Teruslah melangkah, bergerak dan menyusuri sisi-sisi perjalanan kehidupan ini, teman. Karena kita tidak pernah tahu, apapun, kalau kita tidak ke mana-mana. 

Dan dalam kesempatan ini, bukan berarti kita berpisah, berjarak atau tidak lagi selangkah di jalan yang sama. Namun sesungguhnya kita sedang memulai untuk menjejakkan langkah-langkah yang berikutnya. Langkah yang mungkin saja kita tidak akan pernah tahu akan dapat berjumpa lagi? Atau malah semakin mendekatkan kita. Makanya, keep on your step, yach! 

Teman...   Aku akan merindukanmu.  ^^

=== Setelah merangkai catatan ini, ku putar sound : Souljah - Hanya Ingin Pulang dan kurasakan desiran di dalam kalbu. Hu! Sendu. ===
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Happy Day, Yani...

Posted by Unknown , Monday, March 4, 2013 3/04/2013 11:41:00 PM

Sampai saat ini, awal menulis paragraf ini, aku mendapat dua pesan singkat via handphone:
  1. Halo cantik! Happy Birthday ya moga banyak rezekinya, tambah dewasa, sehat selalu dan  semoga cepet nikah ya. Hehe :-)   --- Aamiin ya Rabbal'alamiin. Ya, Allah, kabulkanlah doa hamba-Mu ini. Beliau yang mendoakanku sedangkan aku tidak mengetahui siapakah beliau? Aku ga tau siapa yang ngirim pesan ini. Xixii. :D Tapi aku akan ingat selalu doa ini. Walau tak jumpa dalam temu sapa. Oia, klo pengirimnya sempat membaca catatanku ini, tentu akan sangat kecewa, yaa.  --- Yoyoi tapi sory dory mory gak bisa ngado. Heu," tentu begini jawaban beliau.
  2.  Mbak Yani Honey Bunny Sweety... Met milad yaa. Maaf aku udah ga barengan di sana lagi... Tapi masih ngedoain aj, da bisanya ngasih doa...  Mudah-mudahan diberkahi  umurnya, dimudahkan jalannya, cepet lulus, cepet ketemu  sweetheart -nya ya... plus tambah cantik ya... Luv you. Luv u... :-*  --- Amiin ya Rabbal'alamiin. Ku terima doamu teman dengan sepenuhnya. Dengan harapan Allah mengabulkan doa dari seorang saudari sesama muslim kepada saudarinya yang lain. Kalau pengirim pesan ini, aku tahu. Beliau adalah eks tetanggaku nan manis sungguh romantis. Ya, saksikanlah rangkaian kalimat yang beliau selipkan di antara spasi-spasi itu. Semua manis, bukan? Ai! Baru beberapa hari yang lalu, kami berpisah. ** Bukan cerai, yaaa.. Yet Yet, namun pisah sementara. Semoga kelak kita kembali jumpa dalam nuansa yang berbeda. Kalau bukan di dunia, semoga di akhirat kelak, kita kembali bertetangga. Aku rindukan kebersamaan kita yang dulu, kembali terulang lagi. Ada hubungan persaudaraan dan kekeluargaan yang begitu berkesan selama menjadi tetanggamu, teman...
Udah. Dua aja hingga saat ini pesan yang aku terima. Dan aku ingin mengabadikannya di sini, salah satu lembaran catatan perjalananku dalam kehidupan di dunia. Agar aku mengingati bahwa ada doa yang mencurah padaku dari dalam hati pribadi-pribadi yang berada nun jauh di sana. Walaupun aku terkadang tidak menyadarinya. Dan beliau-beliau ternyata mengingatku pula. Ai! Aku bahagia. 

Eh, ketika aku lagi merangkai kalimat-kalimat di sini, tiba-tiba ada pesan masuk berikutnya. Xixii. Kalau ini dari Siti. Siti, beliau juga eks tetanggaku di kost-kostan Bapak Darsono. Kini, Siti sudah balik kampung ke Garut, kota penghasil Dodol. Banyak kenangan pula bersama Siti, semenjak kami berjumpa untuk pertama kali, bersama hingga berkali-kali, karena Siti pernah pindah dari kost-kostan tempat kami bersama untuk beberapa bulan, lalu kembali lagi. Ai! Tentu Siti kembali karena ia sangat merindukanku. Oh,... betapa aku bersyukur menjadi tetangga Siti. Adakah Siti juga? Mari kita baca beberapa kata yang Siti kirimkan baru saja. Let's :  
  • Bundo, met milad ya! Semoga sisa umurnya makin berkah, cepet nikah and segera selesaikan skripsi. Mudah-mudahan dapat yang terbaik. Maaf ga bisa ngasih kado, cuma bisa ngucapin aja.  ---  Amiin ya Rabbal'alamiin. Sitiiiiiiiii...  Yaiyaaa, Siti. Makasih yaa, engkau yang seringkali peduli, tidak segan memberiku beberapa rangkai kalimat pengingat, agar tidak lupa jadual yang perlu ku jalani. Dan kini, ketika engkau jauh di mata, masih saja mengingatkan apa yang perlu ku selesaikan. Skripsi. Xixi, InsyaAllah. Dengan dukungan doamu, Nak. Semoga cita ini berai dalam semester ini. Sungguh perjuangan yang perlu konsentrasi dalam menjalaninya. Dan semangat! Hehe. Siti. --- Kapan-kapan kita naik kereta api yang seribu lagi, yuukks?
Banyak hal yang terkadang kita belum lagi menyadari. Ternyata menjadi sangat berarti bagi kita dan kita benar-benar menyadarinya, setelah ia berjarak dengan diri. Dan salah satunya adalah pedulinya seorang teman yang sangat mempedulikan kita. Aku perlahan-lahan mengembalikan ingatanku pada beberapa masa yang membuatku segera mengenali diri. Lalu menanya padanya seringkali. Tanya yang membuatnya segera mengingati. Ingat akan makna kehadirannya di dunia ini. Ah! Sudahkah ia menjadi peduli? Peduli pada sekitar? Peduli pada hal-hal yang membuatnya menjadi lebih bermanfaat dan bermakna? Karena citanya semenjak dulu memang demikian. Menjadi seorang pribadi yang bermanfaat bagi sesiapa saja di dalam hari-hari. 
Bersama Siti, aku belajar banyak hal baru. Dari seorang yang usianya lebih muda dariku, dapatlah ku jadikan sebagai salah seorang guru dalam kehidupan ini. Karena dari beliau, aku belajar tentang kepedulian. Walaupun tidak mudah dan ringan. Namun kalau kita berusaha untuk terus berlatih, belajar dan menemukan teladan-teladan di sekitar, maka kita pun mampu. Dan yakinlah bahwa kita bisa, kalau kita percaya bahwa kita bisa berarti bagi sesama. Dan arti kita tidak lagi bagi diri sendiri. Namun bagi lingkungan yang lebih luas lagi, selain diri kita. 

Dan pada detik-detik terakhir usiaku yang sudah lebih dari seperempat abad ini, aku ingin menjadi seorang yang lebih bermanfaat lagi. Bermanfaat bagi diri, bagi sesama dan bagi orang-orang terdekat denganku.  Kemudian, bagi orang-orang yang dekat dalam ingatan, lekat di dalam hati, walaupun berjarak raga. Aku ingin menjadi bagian dari kebahagiaan beliau. Kebahagiaan yang memancarkan senyuman pada lembaran wajah beliau, pada saat beliau mengingatku. Kebahagiaan yang menyenangkan hati beliau, pada saat aku mendoakan beliau di dalam kesempatan terbaikku. Dan kebahagiaan buat dunia dan akhirat kami. Karena aku tidak hanya ingin berarti saat ini saja, namun hingga akhir nanti. Di alam yang berikutnya. Pun tidak hanya di dunia ini nan maya, apalagi di dunia nan fana. Beginilah salah satu harapanku untuk hari-hari yang berikutnya. Harapan yang ingin ku, agar ia menjadi kenyataan. Kalau nyawaku masih membersamai raga setelah detik ini. 

Ada pertanda kita berharga, kalau ada yang membutuhkan kita
Ada buktinya kita bermakna, saat kepergian kita menyisakan duka
Ada saatnya kita berbahagia, ketika kita bersama dengan beliau-beliau yang kita cinta. 
Lalu, kapankah terakhir kali engkau berbahagia, teman? 
Dan siapakah yang engkau cinta teman?

Cintai diri awal bahagia,
sampaikan padanya "Happy Birthday Yani..."
dan Kupu-kupu Cinta, kupersembahkan padanya,
semoga menjadi kupu-kupu yang indah yaa... 
di taman hati sesiapa saja yang mencintaimu dan engkau cintai
hingga akhir...
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Istiqamah, Ikhtiar dan Istikharah

Posted by Unknown , 3/04/2013 07:12:00 AM

Bahasa indah yang dapat memantapkan ikhtiar kita adalah istiqamah. Sedangkan istikharah untuk memantapkan keyakinan atas ikhtiar yang kita istiqamahkan. Karena diantara banyak ikhtiar yang kita lakukan dalam menjalani kehidupan, adalah istiqamah yang mengikat kita untuk menjalankan ikhtiar hingga ke ujungnya. Sehingga kita tidak berhenti begitu saja, ketika di depan kita temui jalan sedang berpagar duri. Padahal kita mau lewat. Nah lha, bagaimana cara agar dapat melewatinya? 

Untuk berbalik arah kita tak mungkin. Apalagi untuk berdiri lama tegak begitu saja tanpa melakukan apa-apa. Maka satu kata istiqamah, yang telah kita genggam dengan erat dan kuat lalu kita selipkan di ruang hati, insyaAllah dapat menjadi jalan yang menggerakkan kita untuk dapat melalui rintangan tersebut. 

Atau, kita berusaha untuk menemukan jalan lain selain jalan yang ada, agar kita dapat terus melanjutkan perjalanan. Itulah arti penting istiqamah. Ia menggerakkan kita. Ia terus mengingatkan kita. Ia menjadi salah satu pemicu tekad kita. Ia menjadi pendukung yang tidak akan pernah meninggalkan kita, selagi kita senantiasa membersamainya. Oleh karena itu, istiqamahlah atas apa yang kita rencanakan. Jalanilah dengan penuh kesungguhan. Maka rencana tidak hanya sebuah kata, namun ia memberai di dalam rangkaian upaya. 

Orang yang istiqamah, sudah tentu penuh dengan ikhtiar. Sedangkan ikhtiar yang kita lakukan tentu tidak satu ataupun dua, bahkan lebih banyak.  Dan terkadang kita belum dapat bertemu titik terangnya. Apakah ikhtiar kita berhasil ataukah masih membayang-bayang? Padahal kita sangat ingin memperoleh kejelasan. Kejelasan yang membuat kita menjadi semakin yakin bahwa ikhtiar kita tidak sia-sia. Maka kita pun perlu menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Allah subhanahu wa Ta'ala. Dan memohon petunjuk-Nya atas apa yang sedang kita pilih. Karena kita tidak tahu mana yang terbaik. Apakah dengan tetap melompati pagar berduri, untuk dapat sampai depan dengan risiko tentu tergores. Atau ada jalan lain yang dapat kita lewati, namun agak jauh dikit. Sedangkan jalan tersebut kita belum pernah melewati sebelumnya. 

Inilah pentingnya istikharah. Ketika kita sedang kebingungan.  Bingung dalam perjalanan.  Agar kita dapat memperoleh keyakinan dan mantap dalam menjalani pilihan-Nya. Ya, setelah itu, kita kembali lanjutkan ikhtiar dengan istiqamah. 

Dan disetiap langkah-langkah yang terayunkan, yakinlah bahwa kita sedang menjalani pilihan-Nya yang terbaik. Oleh karena itu, bersyukurlah apabila semua itu kita inginkan sebelumnya. Dan tingkatkan kesabaran apabila memang sebelumnya kita tidak inginkan hal yang serupa. Dengan demikian, kita menjadi orang beriman yang segala perkara adalah baik baginya. Sebagaimana tertera dalam hadist berikut : "Artinya: “Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Semua urusannya baik. Dan yang demikian tidak dapat dirasakan oleh siapapun selain orang beriman. Jika ia memperoleh kebahagiaan, maka ia bersyukur. Bersyukur itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa mudharat, maka ia bersabar. Dan bersabar itu baik baginya.” (HR Muslim 5318)"
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7