Lamo Hiduik banyak diraso, Jauah Bajalan Banyak diliek

Posted by Unknown , Saturday, February 9, 2013 2/09/2013 08:08:00 PM

Perjalanan yang sedang berlangsung kini, mengingatkanku pada sebaris kalimat tersebut. Ya, kalimat yang terdapat pada judul catatan kali ini, merupakan pertanda bahwa aku sedang rindukan kampung halaman. Home sick istilah bulenya. 

Home sick. Ada apa dengan home sick? Dan lumrahkah ia terjadi? Lalu berapa lamakah ia menggerogoti ruang hati? Apakah ia akan lama berada dalam ruang pikir? Inilah salah satu bahasan yang akan ku kupas di sini.  Kupasan yang membahas tentang seberapa cepatkah lompatan rasa ini bergerak? Apakah ia melambat lalu sempat menemui kita kemudian menginap untuk beberapa lama bersama kita? 

Aku rindukan kampung halaman, kini. Kampung halaman yang menjadi sarana bagiku untuk memulai kehidupan di dunia ini. Kampung halaman yang saat ini sedang menjadi lokasi keberadaan Ibunda, ayahanda, kakak adik dan keluarga. Dan di kampung halaman pula, aku sempat mengukir cita yang saat ini sedang berlangsung. Cita untuk dapat merangkai kisah tentang perjalanan di perantauan. 

Merantau aku pernah mengalami. Dan itu sedang berlangsung saat ini. Merantau yang belum terlalu jauh, namun hanya melewati satu selat saja. Dari pulau Sumatera ke pulau Jawa, lokasiku merantau. Oh, sungguh dekat, bukan? Namun bagiku, dekat ataupun jauh, tetap saja menyisakan ingatan pada kampung halaman. Karena bersamanya, aku pernah tinggal bersama. Bahkan lebih dari puluhan tahun. 

Tepat ketika usiaku menginjak angka dua puluh tahun, perantauan pun dimulai. Aku dan diriku yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan akan merantau, akhirnya sampai juga di Ibu kota. Ibu kota Jakarta, adalah awal melangkahku. Kemudian menetap untuk enam bulan saja di rumah Ibu Elly dan Bapak Adriza, yang sungguh berbaik hati padaku. Tinggal bersama beliau, aku alami layaknya berada di rumah saja. Karena tidak banyak hal berarti yang aku lakukan, kecuali mengerjakan rutinitas keseharian sebagai bagian dari sebuah keluarga. 

Lambat laun, waktu terus merayap. Dari satu hari ke hitungan dua, tiga, empat, dan seterusnya menjadi tidak terasa. Akhirnya, kami pun berjarak raga untuk kota yang berbeda. Ibu dan Bapak mengizinkanku untuk meneruskan langkah-langkah di kota Bandung. Kota yang bagiku, sungguh berkesan. Di sini, aku masih berada hingga saat ini. Untuk keperluan apakah? 

Melanjutkan pendidikan, demikian salah satu tujuanku berada di sini. Dengan dukungan materi, semangat, motivasi dan pesan-pesan berarti, aku pun meneruskan perjuangan lagi. Setelah beberapa tahun kemudian, beliaupun masih memberiku kesempatan emas untuk meneruskan langkah-langkah lagi. Hingga hari ini. 

Lama hidup banyak dirasa, jauh berjalan banyak dilihat. Itupun kalau selama menjalani kehidupan, kita benar-benar merasakan beraneka rasa yang ada. Sedangkan penglihatan pun begitu. Sejauh-jauh kita berjalan, kalau di perjalanan kita tidak melihat, maka tentu sia-sia saja. Hanya dengan membuka mata lebih lebar, kita dapat memperhatikan indahnya pemandangan alam. Pun, kita dapat melihat pesan-pesan untuk kita tuliskan mewujud tulisan. 

Di sela-sela waktu belajar, sempat ku berjalan-jalan ke berbagai wilayah yang sangat ingin aku kunjungi. Terkadang pagi, siang, ataupun sore menjelang malam. Aku suka berjalan-jalan dan meneruskan langkah. Hingga pada suatu hari, aku yang sedang ikut dengan sebuah angkutan kota, bertemu dengan seorang ibu yang sedang hamil tua. Sesuai dengan perkiraanku, usia kehamilan beliau telah mencapai angka delapan bulan lebih sedikit. Karena terlihat dari  kondisi perut beliau yang sungguh membuatku teringatkan pada Ibunda.  Kemudian, ku tepiskan bulir-bulir bening permata kehidupan yang ingin berjatuhan itu. Hingga ia kembali lagi ke cangkangnya. 

Dalam angkot yang hanya terdiri dari beberapa orang saja, aku dapat melihat jelas kondisi Ibu-ibu yang duduk dengan posisi terlihat tidak nyaman. Bersama keadaan yang beliau alami, mengingatkanku pada kondisi Ibunda saat mengandungku, dulu. Walaupun aku tidak dapat melihat langsung, namun demikian pula adanya beliau. Aku terharu. Haru yang akhirnya tidak lagi dapat terbendung itu, pun menyisakan ingatan bagiku hingga kini. Ingatan yang membuatku ingin segera menitipkannya pada rangkaian catatan walau beberapa baris saja. 

Perjalanan sehari yang aku tempuh, ada dua orang ibu-ibu hamil yang aku temui. Lalu, pada penglihatan kedua, aku segera berpikir tentang makna yang terselip di dalamnya. Karena dalam yakinku, tiada satupun yang kita lihat, kita temui dan kita alami yang tidak ada hikmah di dalamnya. Apakah hikmahnya, agar aku dapat menyadari akan kondisi seorang ibu ketika beliau sedang hamil? Lalu, menjadi jalan ingatkanku pada hari-hari yang sedang beliau alami? Ai! Perjuangan seorang Ibu, belum ada bandingannya dengan apa yang sedang aku alami saat ini. Walaupun demikian, sering saja aku merasakan bahwa perjuanganku sungguh berat. Padahal, tiada sesulit yang ibu alami, ternyata. 

Aku tidak mau menyatakan bahwa aku berjuang sungguh berat. Sebelum aku benar-benar menyaksikan perjuangan sejati seorang ibu yang sedang dalam kondisi hamil. Dan mungkin saja, apa yang aku lihat dalam perjalanan seharian pada beberapa hari kemarin, menjadi bahan pelajaran bagiku. Bahwa aku perlu teruskan perjuanganku ini. Karena apa yang aku jalani, tentu lebih ringan dari perjuangan seorang ibu yang dalam kondisi hamil, tadi. 

Oleh karena itu, teman, aku berjanji dengan diriku sendiri. Bahwa aku akan terus berjuang  dan berusaha lagi. Hingga aku benar-benar melompat dengan ringan dari satu medan juang hingga medan juang berikutnya. Karena pasti ada jalan yang sedang membentang untuk ku tempuh. Kalau saja aku berusaha untuk menemukannya. 

Semua orang yang hidup, tentu menemukan rasa yang berbeda. Sedangkan dari satu rasa ke rasa lainnya, tentu tidak berjarak. Karena mereka merupakan satu kekuatan yang saling menguatkan satu sama lainnya. Ketika saat ini engkau mengalami rasa bernama bahagia, maka beberapa detik kemudian tidak ada jaminan bahwa rasa tersebut masih ada. 

Kalau saja engkau tidak berusaha untuk mengenalinya dengan baik, maka engkau akan terkagetkan dengan rasa berikutnya yang datang menghampiri. Karena kehidupan adalah kumpulan dari rasa-rasa yang saling berantai, maka ia ada untuk menjadikan kehidupan kita ini menjadi lebih hidup terasa. 

Rasa yang kita alami di sepanjang perjalanan kehidupan ini, tidak dapat kita hilangkan begitu saja. Sebelum kita berjuang untuk mengabadikannya dalam prasasti perjalanan kita. Agar, ia dapat menjadi salah satu bahan pelajaran bagi sesiapa saja yang belum tentu mengalaminya. Bukankah rasa kita tidak sama? Walaupun memang sama adanya, namun ia tidak datang dalam waktu yang bersamaan. Oleh karena itulah, terkadang kita menanggapi rasa dengan penilaian yang berbeda pula. 

Pada suatu waktu kita dalam ketenangan hati dan ketenteraman pikiran, tiba-tiba ada yang menemui kita dengan nuansa berbeda. Karena apa yang kita alami memang tidak sama dengan yang menemui  kita, di sinilah pentingnya saling menghargai. Kita hargai apa yang oranglain rasakan, tanpa menertawakan. Apalagi untuk tidak mau turut merasakan apa yang orang lain rasakan. 

Kalau kita pernah mengalami bagaimana rasanya lapar, tentu akan sangat mudah bagi kita mendeteksi kondisi orang lain yang sedang dalam kondisi lapar pula. Dengan demikian, akan lebih mudah bagi kita untuk bersegera mengulurkan beberapa suap menu makanan terhadap beliau, saat kita bertemuan. Ya, dengan tidak mengabaikan. Inilah pesan penting yang aku peroleh pula hari ini. Ketika dalam perjalanan, aku bertemu dengan sesosok insan yang memesankanku, lalu mengingatkanku akan pentingnya merasakan apa yang orang lain rasakan. Walaupun pada saat yang bersamaan kita sedang tidak merasakan apa yang beliau rasakan. Namun, kita pun pernah, lapar, bukan? Bagaimana rasanya? Lalu apakah yang kita pikirkan saat menu tiba-tiba datang bersama tampilannya yang mengenyangkan apabila kita menyantap?  Hmmm... tentu kita akan segera bersenyuman dengannya. Lalu memindahkannya melalui mulut hingga sampai di perut. Nah! Beberapa saat kemudian, kita pun kenyaang. Alhamdulillah.... rezekiku datang, bisik kita sebelum ia pun menghilang dari pandangan. 

"Ketika kita sedang  dalam kondisi kenyang, mungkin tidak mudah bagi kita untuk merasakan bagaimana seorang yang sedang lapar alami. Namun, kalau kita pun pernah lapar, kita akan mudah untuk berbagi," bisik alam sore tadi di daun telingaku.

Dengan peduli terhadap orang lain, maka orang lainpun akan peduli terhadap kita. Walaupun tidak dalam hari yang sama. Dan mungkin saja saat kita telah lupa. Lalu, ketika kita memperoleh kepedulian dari orang lain, maka akan teringatlah kita pada apa yang pernah kita pedulikan. Karena tidak ada yang luput dari pandangan ALLAH Yang Senantiasa Ada dan Memperhatikan kita. Ya ALLAH Yaa Bashiir, Engkau ciptakan kami agar kami mau dan mampu melihat serta memperhatikan alam-Mu. Tidak hanya memperhatikan, namun agar kamipun dapat merasakan perhatian-Mu yang tiada pernah luput sedetikpun terhadap kami. 

Kaki Jiwa ini akan terus Melangkah

Posted by Unknown , 2/09/2013 08:24:00 AM

Catatan-catatan yang terbit di lembar "Perjalanan ini" adalah prasasti tentang seorang pejalan. Pejalan yang menyadari arti hadirnya ke dunia ini sebagai seorang musafir. Ya, ia adalah musafir yang sedang menempuh perjalanan dalam kehidupan. Bersama jiwa yang terus melangkah, ia ingin menjadi bagian dari orang-orang yang berarti. Arti yang tidak hanya bagi dirinya sendiri, namun bagi seluruh alam. Karena baginya, ada satu cita yang senantiasa membangunkannya saat terlelap. Tentang kebermanfaatan diri. 

Dan kini, saat ini, di sini, adalah kesempatan terbaik baginya untuk meneruskan langkah-langkah itu. Langkah-langkah yang berisi kebermanfaatan. Karena kalau bukan untuk hal yang berguna dan bermanfaat, bagaimana mungkin ia ada di sini? 

Dunia maya. Adalah salah satu jalan yang ia tempuh dalam kehidupannya. Dunia maya yang mengajarkannya untuk berbagi dan menjadi seorang yang senantiasa gemar melakukan aktivitas berbagi. Hingga dalam suatu kesempatan, dalam perjalanan yang sedang ia tempuh, bertemulah ia dengan seorang pejalan lainnya. Pejalan yang baginya sungguh asing. Namun akhirnya mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan. 

Bagaimana kebahagiaan yang ia alami atas pertemuan dengan sesama pejalan?? Lalu, berkesankah ia dengan pertemuan?? Semoga saja. 

Pejalan, kini ia tidak lagi sendiri. Karena ia meyakini bahwa ada satu, dua, tiga, ... dan bahkan tanpa hitungan angka, sedang ada yang menjadi pejalan di dunia ini. Para pejalan tersebut, sedang melangkah, bersamanya. Walaupun terkadang ia tidak menyadari kehadiran mereka semua, memang. Namun pejalan, kini benar-benar menyadari, bahwa ia tidak sendiri dan tidak pernah sendiri. Begitu. 

Baiklah...

Dalam kesempatan pagi ini, keadaan alam begitu cerah. Karena terlihat di ufuk timur, mentari sudah mulai meninggi. Maka pejalan yang sedari tadi sudah melangkah, kian semangat dan bersemangat lagi. Oleh sebab, ia ingat salah satu pesan dari Ibundanya, "Semangat... semangat... semangat... terus, ya Nak!" Dan pesan tersebutlah yang menjadi jalan ingatkan ia. Bahwa ia perlu terus bersemangat dalam melangkahkan jemarinya untuk merangkai prasasti di sini. 

Di sini, di dunia maya. Ia ingin kembali padanya. Setelah beberapa masa yang lalu, ia mencoba untuk tidak menyapa mayanya. Ya, pada saat itu, ia mengalami kondisi yang berbeda dari biasanya. Ia seakan mengalami apa yang namanya 'hidup segan  mati tak mau'. Oh, betapa miris dan menyedihkan kondisinya. 

Dan kini, pejalan kembali ke dunianya. Dunia yang semenjak beberapa tahun terakhir, menjadi bagian dari harinya. Semoga, ketika engkau bersua dengan pejalan, anggaplah ia sebagai bagian dari dirimu sendiri. Sehingga ia pun menjadikanmu sebagai bagian dari kehidupannya. Bagian yang tidak akan pernah terpisahkan. Semenjak ia mengetahui, siapakah engkau yang sesungguhnya?

Pejalan meyakini bahwa dengan merangkai kalimat seperti ini, ia dapat bersapa dan bersua dengan sesiapa saja yang mampir pada lembar catatannya. Dan salah satu dari beliau-beliau semua adalah engkau, teman. Engkau yang juga sedang melanjutkan perjalanan di dunia ini. Dunia maya. 

Ada beberapa pesan yang dapat kita peroleh dalam perjalanan di dunia maya. Dan pesan tersebut dapat kita bagikan pada sesiapa saja yang juga sedang berada di sana. Lalu, apakah pesanmu terhadapku teman? Aku sebagai pejalan yang sedang melangkah di dalamnya. 

Dunia maya, mirip dengan dunia nyata yang sedang kita tempuh saat ini. Ketika di dunia nyata kita bertemu dengan rumah-rumah, gedung tinggi menjulang, pun gubug reot, maka di dunia maya pun begitu. Ada banyak perkampungan yang dibangun rumah-rumah tempat berdiam. Ada banyak toko, warung, kios, dan lain sebagainya. Intinya, dunia maya adalah bagian kedua dari kehidupan kita. 

Tidak dapat dipungkiri, kita yang hidup di zaman yang penuh dengan teknologi, pun bersentuhan dengan dunia maya. Tentu saja, kalau kita sudah mengenalnya. Lalu, bagaimana kalau kehadiran kita di dunia maya baru untuk pertama kalinya? dan kita sangat terkesan dengannya? Betul. Betul. Ini adalah salah satu pengalaman yang langsung ku peroleh. Aku yang sedang berjalan-jalan di dunia maya, seringkali terpesona dengan apa yang ada. Berkesan, sungguh memesankan. 

Di sini, di dunia maya, sebagai pejalan, aku ingin terus menjadi diriku. Aku yang sedang mengunjunginya, untuk meneruskan salah satu mimpi dan harapanku. Ya, aku ingin berkeliling dunia, teman. Dan salah satu dari bagian dunia yang ingin aku tempuh adalah -berjalan-jalan di sekitar tembok besar di China-. Aih, aku menyadari bahwa ini adalah impian jadulku. Impian klasik yang hingga saat ini masih berada di ranah harapan. Hope, one day I am at there, with you. Aamiin. 

Dengan terus menjaga harapan seperti ini, maka aku mau untuk bangkit lagi dan bersegera melangkah. Karena aku ingin terus berjalan dan berjalan. Berjalan hingga sampai di negeri China.  Untuk melanjutkan pendidikankah keberadaanku di sana? Atau hanya untuk berjalan-jalan saja, sebagai pelancong bin turis alias pengunjung sementara? I wish be there. 

Berjalan-jalan, adalah salah satu kesenanganku. Aku senang melangkahkan kaki-kaki ini di dunia nyata. Namun di dunia maya, pun aku ingin terus berjalan. Berjalan untuk menggerakkan jemari yang mau berlari. Berjalan untuk menyampaikan jiwa pada tujuannya, bahagia.  

Dengan menulis dan merangkai kalimat, aku merasakan kebahagiaan tiada tara. Dengan menulis pula, akhirnya aku dapat berjumpa dengan para pejalan di dunia maya. Pejalan yang mungkin saja belum dapat ku tatap wajahnya di dunia nyata. Karena memang terdapat jarak yang membentang di antara kami. Namun di sini, di dunia maya, semua mungkin bertemu. Bertemu dalam pertautan bahasa. 

Kita dapat bertemu kalau bahasa kita sama. Nah, kalau bahasa kita berbeda, maka salah satu diantara kita perlu belajar bahasa yang lainnya. Dan bagaimana pula halnya dengan bahasa jiwa kita? Jiwa yang juga mempunyai dunianya. Jiwa yang hidup dan ia ada, pun ingin menyadari keberadaannya. 

Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk dapat menghidupkan jiwa. Salah satunya adalah dengan berbagi. Berbagi untuk mendekap orang-orang yang berada di bawah kita, agar ia tidak terinjak. Berbagi untuk meneladani orang-orang yang berada di atas kita, agar kita menyadari, sudah sejauh mana keberadaan kita dibandingkan beliau? 

Untuk berbagi, memang tidak memandang masa, waktu pun hari. Karena kita dapat terus melakukannya kapan saja, di mana saja, terhadap siapa saja. 

Dengan berbagi, kita dapat mengalami keadaan berbeda dari sebelumnya. Buktikanlah, setelah itu, engkau dapat memberaikan kisahmu teman, terhadapku. 

Orang yang gemar berbagi, tidak ada yang tidak bahagia. Karena ia bahagia dengan berbagi. Lalu, cukuplah baginya, hanya Allah subhanahu wa ta'ala Yang Maha Tahu, menjadi saksi atas apa yang ia lakukan. Sehingga baginya, berbagi merupakan sebuah hobi dan kesenangan sejati. Sehari saja tidak berbagi, ia merasakan bahwa jiwanya mati. Jiwanya yang sempat koma, ia usaha untuk bangun lagi.  Karena ia ingin terus menjalani kehidupan ini dengan jiwanya yang sehat, segar dan sempurna. 

Melangkah di dunia nyata bersama jiwa, layaknya kita sedang berada di dunia maya bersamanya pula. Kalau saja di dunia nyata kita sudah kehilangan jiwa, maka begitu pula dengan dunia maya yang sedang kita tempuh kini. Lalu, sudahkah jiwa kita ada di sini? Atau ia bahkan tidak membersamai kita sama sekali? Wahai jiwa------- engkau ada di mana? 

Pejalan yang melangkahkan jemari untuk meninggalkan jejak-jejak di dunia maya, perlu merangkai kata dari dalam jiwa. Begini salah satu pesan yang masih ku ingat, dari beliau salah seorang pejalan yang ku temui di dunia ini. 

"Jika jiwa saja tak kau punya, kau hendak berbagi kepada dunia dengan apa?" (Fachmy Casofa)

Dengan berada di sini, aku sedang belajar untuk berbagi. Aku sedang berusaha untuk menemukan jiwaku. Aku ingin mempunyai jiwa yang hidup. Jiwa yang menjadi temanku dalam melanjutkan perjalanan. Jiwa yang aku ingin, agar ia menjadi bagian dari prasasti kehidupanku. Agar aku mengerti, tanpanya aku tiada mampu berbagi.  Lalu, teringatlah aku dengan siapakah jiwa? Bagaimanakah wujudnya? Di mana ia berada? Kalau sampai saat ini, aku belum menemukan keberadaannya. Bahkan, pertanyaan ini sempat pula menghiasi ingatanku beberapa hari terakhir. Hari-hari yang membuatku ingin kembali ke dunia ini. Dunia maya. Padahal, aku telah berjanji dengan diriku sendiri, untuk tidak mengunjunginya sampai aku benar-benar pulihkan ingatanku yang belum sempat menepi. Ingatan pada pertanyaan beliau, tadi. 

Aku bertemu dengan beliau, semenjak tahun 2009, tepatnya Februari tanggal 17. Eh, aku ingat sangat. Ketika itu, aku yang sedang meneruskan perjalanan di dunia maya, sempat nyasar-nyasar ga jelas di beberapa link. Lalu, aku pun menemukan rumah maya beliau. Ketika itu, aku tidak mengerti, ini maksud judulnya apa yaa? http://writhink.wordpress.com. Aneh, bagiku ketika itu. Keanehan yang membuatku teringat selalu. Hingga akhirnya, aku pun ingat-ingat lagi seraya meneruskan perjalanan. Nah, sampai saat ini, keingetan juga.  Hupzz...! Ada batu menyandungku, barusan. Hikkzz... kakiku sakit. Itss, setelah aku menyadari, ternyata aku yang menyandungnya. Karena tadi, aku jalan ga ati-ati. Xixii.

Baik, kini kita lanjutkan lagi, wahai kaki-kaki jiwa. Kita melangkah lagi, yuukks.

Bangunlah aku dari sandungan kaki. Dan kini, aku telah siap melangkah lagi. Melangkah untuk menemukan rumah yang sedang ku ingin kunjungi. Rumah bernama bahagia. 

Seraya melayangkan arah tatap pada mentari yang sedang tersenyum, ku segera berkemas dari sini. Untuk lanjutkan langkah-langkahku di dunia nyata. Karena kalau aku sedang tidak melangkah di sini, berarti aku sedang meneruskan perjalanan di dunia nyata, bersama jiwa. Untuk selanjutnya, aku akan segera berjalan lagi di sini, untuk berbagi pengalaman, kisah dan kesan serta pesan untukmu teman. Engkau yang menjadi teman dalam perjalanan di dunia maya. 


Jalan Lagi

Posted by Unknown , Wednesday, February 6, 2013 2/06/2013 02:07:00 PM

Impian terindah bagi seorang pejalan kaki adalah sampai di tujuan (rumah) dalam kondisi selamat dan jiwa yang bahagia. Lalu, di manakah rumah impian berada? Sudah pernahkah terbayangkan oleh sang pejalan? Ai! Bagaimana ia menjejakkan langkah-langkahnya menuju rumah impiannya? Pejalan pun melangkah... lagi.
:) :) :)