Biru bukan Merah

Posted by Unknown , Sunday, March 31, 2013 3/31/2013 07:30:00 AM

Biru. Biru bukan tentang pilu yang menyisakan syahdu. Namun biru adalah haru yang menyentuh kalbu. Biru itu mengingatkanku pada langit siang yang berwarna biru bertemankan mentari. Dan sesungguhnya biru adalah cerminan hati.

Merah. Merah tidak berarti marah. Namun kalau sedang marah, maka menulislah dengan tinta berwarna merah. Maka ia dapat menjadi jalan untuk menyampaikan ekspresi marahmu saat itu juga. Ok?

Biru dan merah, aku tahu engkau berteman. Karena engkau merupakan bagian dari warna-warni yang ada di dunia ini. Dan satu hal yang aku suka darimu adalah engkau mau berteman dengan semua warna yang ada tersebut. Engkau berteman dengan warna-warna yang tepat menurutmu untuk engkau pergauli. Walaupun tidak selalu ku melihat kalian bersama dalam satu kesempatan. Namun aku yakin bahwa kalian seringkali bersama untuk saling memperindah.  Walaupun tidak seluruh warna yang engkau akrabi namun dapat dipastikan bahwa engkau merangkul semua dalam jalinan indah persahabatan. 

Sungguh aku takjub dan terpesona. Karena engkau membuatku belajar satu hal baru darimu setiap kali engkau terlihat olehku. Bahwa engkau adalah sahabat yang baik bagiku. Meskipun ragamu hanya menempel pada benda-benda yang engkau warnai. Namun keberadaanmu di sana sungguh berarti. Engkau menambah hidup suasana, dan engkau mewarnainya. 

Sedangkan engkau, mungkin belum menyadari peran dan artimu bagiku. Karena engkau sedang tidak menempel padaku. Eh,.... ada dink. Hahahaa... Karena ternyata saat ini aku sedang memakai kostum dengan dua warna tadi. Merah dan biru. Oh, kebetulan sajakah ini? Aku yakin tidak! Semua sudah ada yang mengatur. Termasuk serangkai catatan singkat pada pagi yang semarak ini. Tentang biru dan merah. Aku yang memakai kostum merah di bagian atas dan biru di bagian bawah. Ini berarti pula bukan bendera kebangsaan kita, bukan?  Karena aku sedang tidak melambai-lambai di angkasa dengan warna-warni yang terdekat denganku saat ini. 

Engkau, mungkin tidak akan pernah tahu, arti pentingmu bagiku, sampai kapanpun. Kalau saja aku tidak menjelaskan padamu. Namun yakinlah bahwa aku tidak akan pernah menghapus jejakmu dari ingatku. Walaupun hujan airmata mungkin saja akan turun dan membasahi bekas telapak kakimu yang telah menempel di halaman pikirku. Namun tidak dengan hatiku. Di ruang itu engkau pernah menempelkan telapak tanganmu nan lembut, bukan? Di sana masih membekas sentuhanmu. Walaupun engkau mungkin saja tidak menyadarinya, namun aku merasakannya.

Merah itu ayah, bukan marah. Sedangkan biru adalah ibu, bukan haru. Keduanya bersatu melahirkan aku. Sehingga engkau dapat menemukan kharisma ayah dan kelembutan seorang ibu dari dalam diriku.  Karena aku pun pernah marah, dan aku bukan ayah. Sedangkan aku pernah haru walaupun belum menjadi seorang ibu. 

Aku terharu atas segala yang membuatku segera mengungkit ingatan kepada hari-hariku. Terhadap hari-hari yang membuatku terus berseru, Allahu... Allahu Akbar. Sungguh segalanya tidak lebih besar dari kuasa-Nya Yang Maha Besar. Sehingga aku berbesar hati atas apa yang aku jalani, namun bukan hal demikian yang aku mau. Ini namanya bersabar. 

Aku pun pernah marah, sama sepertimu. Kalau saja aku menitipkan harapan kepadamu, maka engkau dapat saja mengalihkan harapanku. Sehingga ketika aku mengajukan lagi padamu atas harapan yang pernah aku selipkan itu, engkau belum dapat memenuhinya. Dan jelaslah sudah, bahwa pada saat itu aku sungguh marah. Namun marah itu tidak berwujud, bukan? Makanya, engkau tidak dapat melihatnya. Karena marahku hanya sebuah rasa saja. Dan apabila rasa itu telah ku pendam, ia tidak lagi mengurai dalam sikap, bicara dan atau perbuatan. So, inilah salah satu uraianku atas tanyamu tentang marahku yang tidak pernah kelihatan. 

Ketika merah itu api, maka biru itu air. Padamkan api amarah yang sedang bergejolak dengan air yang menyiraminya. Dan jelaslah sudah, mengapa kita diminta untuk ber-wudu kalau sedang marah. Karena api amarah itu sesungguhnya dinyalakan oleh syaitan-syaitan yang tidak pernah lelah menggoda kita agar ikut dengannya. Dan orang yang sedang marah itu, sedang bersama dengan syaitan. Ya Allah... lembutkanlah hati-hati kami yang selama ini mudah marah. Agar kami dapat merasakan kesejukan hati yang tenang dan tidak cepat tergoda syaitan. Dengan demikian, kami merasakan kenikmatan iman. 

Orang yang beriman, tidak mudah marah. Ia akan segera mengenali dirinya terlebih dahulu sebelum ia meluahkan rasa marahnya. Ia mengenali siapakah ia dan dirinya? Ia seringkali mengingat Allah... Ia mendahului segala aktivitasnya dengan menyebut nama Allah. Sehingga ia pun mengingat Allah terlebih dahulu sebelum menyampaikan ekspresi pun nada suara dalam lisannya. Ah, alangkah indahnya... bila sesiapa saja yang akan marah, terlebih dahulu membaca Bismillaahirrahmaanirrahiim... -- kemudian sanggupkah ia melanjutkan dengan marah?

Marah. Marah biasanya hadir kalau kita mempunyai masalah. Dan kita belum dapat menyelesaikannya dengan cara yang indah. Karena kita tidak mengingat Allah Yang Maha Kuat dan kita sesungguhnya lemah. Ah, sadarkah kita... wahai insan?

Orang yang sedang marah, karena ia merasa kuat. Ia merasa, hanya merasa. Ia tidak mengenali, bahwa sesungguhnya ada yang lebih kuat darinya. Dan Allah Yang sedang menatapnya pun tidak lagi ia ingat. Padahal, Allah selalu ada di sisinya. Allah Yang Maha Penyayang, sedang memperhatikannya. 

Marah, marah itu tidak KEREN, teman...  dan marah bukanlah indentitas seorang yang berIMAN. So, jangan marah... jangan marah... yaa. Karena kita berteman dan aku yakin engkau keren. Dan aku sangat percaya bahwa engkau adalah seorang yang penuh dengan keimanan. 

Walaupun biru warna kostummu, tidak berarti bahwa engkau sedang sendu. Namun karena engkau sedang larut dalam ingatanmu pada Rabbmu. Dan engkau tenggelam dalam ingatan itu seraya menyebut nama-Nya yang indah dalam setiap lirihmu. dan engkau pun terharu pada saat itu. 

Sedangkan kostum berwarna merah yang sedang engkau kenakan, tidak pula bermakna bahwa engkau sedang dalam kondisi marah. Karena warna-warni yang ada hanyalah sebagai sarana yang memperindah tampilan ragamu. Dan merah itu sedang mengingatkanmu pada belaian api yang menyala-nyala. Tentu engkau tidak ingin berdekatan dengan api tersebut, bukan. 

Engkau berkostum merah, agar ia menjadi jalan yang mengingatkanmu pada hari akhir nanti. Hari yang padanya ada dua pilihan. Neraka ataukah surga. Sedangkan merah itu sedang menjagamu. Ia membalut ragamu dengan sempurna dari pandangan orang-orang yang tidak pantas melihatnya. Oleh karena itulah engkau semakin senang dengan warna merah. Merah yang indah. Merahnya muslimah. Muslimah shalihah, ingatannya lebih sering kepada Allah Yang Maha Indah.

Wahai muslimah... tetaplah menjaga izzah dengan cepat meredam marah, yah...???! Karena itulah salah satu jalan dakwahmu, insya Allah. ^^
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

0 Response to "Biru bukan Merah"

Post a Comment

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ