Wajahmu Sendu Berselimut Awan Kelabu

Posted by Unknown , Friday, February 15, 2013 2/15/2013 10:42:00 PM

Sore tadi, ketika aku baru datang. Seperti biasanya, Catchy menyambut di depan pintu gerbang. Lalu, mengiringi langkah-langkahku menuju tangga, hingga ke pintu kamar. Kemudian ia ingin ikut masuk ke kamar. Seperti biasanya pula, aku mengizinkan Catchy masuk, meski ia tidak cuci kaki terlebih dahulu. 

Selanjutnya, ku lihat ia segera menuju ke singgasananya. Di mana lagi? Kalau bukan menuju sudut kasur, terujung. Catchy... Catchy... Sungguh ia membuatku kagum. Makhluk bernyawa yang tidak dapat bicara sebagaimana halnya manusia, tentu saja aku tidak mengerti apa yang ia sampaikan padaku, setiap kali kami bersua.

Setelah menyimpan tas di lantai, aku pun segera menuju kamar mandi, untuk mencuci kaki, tangan dan sikat gigi. Lalu, bersih-bersih hingga wangi. Dan setelah semuanya beres, aku pun kembali ke kamar.  Di sana, masih ada Catchy yang sedang duduk melamun. Entah apa yang ia pikirkan, aku tidak tahu. 

Segera ku menggelar sajadah berwarna biru kemerahan dengan corak kuning kotak-kotak. Karena memang pada saat aku pulang, azan Isya sudah berkumandang. Tidak menunggu waktu lama, aku pun mendirikan shalat. 

Oia, sebelumnya, ku sapa Catchy lagi dengan sapaan yang tidak mungkin ia jawab. Namun, dari gerakan kedua ujung telinga dan membuka mata yang semenjak tadi mengatup-ngatup, aku mengerti bahwa Catchy menyahuti sapaku. 

 Setelah aku selesai shalat.

"Catchy laper yaa...," tambahku lagi.

"Ada apa Catchy...," bisikku di telinganya.
"Catchy belum makan, kann...," aku kembali bertanya.
"Hmmmm... Catchy mau dikasih apa yaa...," ini pertanyaan yang selalu ku sampaikan padanya, setiap kali ia mengikutiku, hampir setiap hari.

Ohiyaaa, selalu saja aku begitu. Tidak ingat dengan Catchy, ketika aku masih di luar. Jadi, akupun tidak membawakan makanan berupa lauk atau ikan buatnya. Nah! Baru ingat pas sudah di depan gerbang, saat memandang Catchy yang menyambut dengan suaranya nan menawan. 
"Ai, aku ini..., kok bisa jadi begini?," seringkali ku menanyai diri, akhir-akhir ini. Aku yang kehilangan diriku. Aku yang terkadang tidak lagi menjadi diriku. Aku yang mengalami masa-masa penuh dengan ilusi. Aku yang menjalani hari-hari bersama naungan mimpi. Aku yang masih sedang berjuang untuk belajar dan mengerti atas apa yang aku alami. Aku... ingin mengetahui pada suatu saat nanti, makna dari apa yang terjadi denganku, saat ini. Kalau saat ini, ternyata aku belum dapat memetik arti dan mengurai makna darinya. 
Sepanjang tanya yang aku sampaikan padanya, tiada terjawab satu patahpun oleh Catchy. Selain ekspresi yang ia perlihatkan padaku, bahwa ia memang belum makan. Melas wajahnya, dan tidak bersemangat. Layu tatapannya, seperti tanpa harapan. Namun demikian, ku melihat Catchy terus memandang ke arah meja. Di meja, memang ada sebuah kantong berisi potongan biskuit, sisa hari-hari kemarin. Dan sebungkus biskuit yang masih tersisa beberapa potong isinya, umumnya memang Catchy yang menyantap. 

Pandangan yang ia layangkan ke meja, karena ia mengerti. Bahwa ia minta itu biskuit. Sedangkan aku yang mengikuti arah pandang Catchy, tidak beranjak dari tempat aku berada. Hanya memperhatikan Catchy. Hingga aku pun melihat Catchy melompat ke atas meja yang tingginya tujuh puluh sentimeter itu. Tidak lama kemudian, terlihat ia sedang mengendus-endus kantong. Ia mengerti, masih terdapat potongan biskuit di dalamnya. 

Aku tidak segera membukakan untuk Catchy, seperti kemarin-kemarin. Lalu, ku berikan Catchy beberapa potong. Tidak. Aku tidak melakukan hal yang sama, hari ini. Namun malah bertanya lagi pada Catchy, "Catchy mau, biskuitnya...? Beneran...?"  Hiksss... seakan Catchy akan menjawab saja, aku terus menanyanya. Padahal ia tidak akan pernah menjawab tanyaku. Sampai kapanpun juga.  

Tanpa mempedulikan tanya yang aku sampaikan, Catchy terus saja melanjutkan aktivitasnya, mengendus-endus kantong. Sampai aku pun akhirnya bangkit, mengambil kantong, lalu memberikan sepotong biskuit buat Catchy.  Sedangkan Catchy, terlanjur ngambek.  Karena ia tidak beranjak dari tempat duduknya, malah diam di sana di atas meja. 

"Mungkin ia marah?," pikirku.  

Gantian Catchy yang mendiamkanku. Walaupun sudah ku panggil-panggil ia beberapa kali, agar mendekati untuk ku suapi sepotong biskuit. Biasanya ia mau. Namun tadi, berbeda, teman... 

Atas apa yang aku saksikan, membuatku berpikir. Lalu, menanyaku pada diri sendiri, "Ada apa dengan Catchy...? Mengapa ia terlihat pendiam hari ini? Sedangkan biasanya tidak begitu? Tidak seperti biasanya, gumamku. Hingga saat ini, ketika Catchy sudah tidak sedang bersamaku, ingatan ini masih tertuju padanya. 

Catchy, kucing manis yang baik... Semoga engkau baik-baik saja, yaa, yakinku. 
***

Sesungguhnya apapun yang sedang kita miliki saat ini merupakan kebutuhan kita. Namun tidak semua yang kita miliki, menjadi milik kita sepenuhnya. Apalagi saat kita menyadari bahwa apa yang kita miliki melebihi kebutuhan. Hingga sampaikan kita pada tahap kehidupan yang lebih indah, yaitu membagikannya. 

Terkadang, apa yang sedang berada pada kita, merupakan kebutuhan kita. Namun, ketika kita bersedia untuk membagikannya segera, adalah salah satu jalan hadirnya kebahagiaan yang abadi. Seperti kisah yang dialami oleh salah seorang temanku dalam perjalanan pulang, tadi sore. Beliau sedang berjalan-jalan sore di bawah rintik hujan yang mulai menepi. Lalu beliau pengeeen banget menemukan minuman yang hangat-hangat. Hingga ketemulah beliau dengan seorang penjual bandrek. 

Bandrek yang berbahan campur berasal dari jahe ini, tentu menghangatkan raga saat diminum. Tidak panjang cerita, akhirnya bandrek pun berada di tangan beliau. Dan aku menyaksikan dengan jelas. Setelah memesan satu gelas bandrek, teman tadipun segera berlalu dengan bertransaksi terlebih dahulu. Nah! Lho, aku yang sedang melangkah bersama beliau, ujung-ujungnya terkagetkan. Karena di dalam perjalanan selanjutnya, bandrek tadi yang hanya satu-satunya, beliau serahkan pula pada orang lain yang beliau temui di dalam perjalanan. 

"Wah! Kok bisa, yaa," tanyaku. 
Padahal aku tahu bahwa beliau cuma punya satu bungkus. Dan beliau bilang sangat pengeeeen meminumnya. Namun malah tidak jadi. 

Sesungguhnya ada hikmah yang dapat ku petik dari kisah tadi. Bahwa, sekalipun apa yang ada di tangan kita  merupakan milik kita, namun sebenarnya ia belum menjadi milik kita yang seutuhnya. Selagi; contohnya; makanan; tersebut belum sampai pada rongga mulut, hingga ke perut.

Simple-nya makna tentang rezeki, memang begitu. Bahwa rezeki kita yang sesungguhnya adalah apa yang telah kita nikmati, sedangkan yang masih berada di dalam genggaman dan sedang kita suap, bisa jadi sedetik kemudian pun berpindah. Oleh karena itu, pahamilah benar-benar, akan makna milik kita yang sebenarnya. Milik yang kita anggap merupakan kepunyaan kita. Padahal, tiada satupun yang merupakan milik kita, selain hanya titipan saja. Dan yang namanya titipan, bisa jadi dapat berpindah tangan, pada yang semestinya memiliki. Inilah salah satu rumus sukses merelai apa yang luput dari kita. Agar kita segera mengembalikan ingatan pada Pemilik yang sesungguhnya. Termasuk diri kita ini, ia hanyalah titipan sementara saja, tidak kita miliki. Nah! Yang menjadi pertanyaan di sini, bagaimana cara kita menjaga titipan ini? 

Oleh karena itu, wahai Catchy,... usahlah engkau bersendu wajah? Apalagi menyelimutinya dengan awan berkelabu. Karena tak asyik mata memandang. Termasuk aku yang menyaksikanmu, ikut terbawa suasana, jadinyaaaaa kannn. Ikhlaskanlah suamimu, yang pergi bersama yang lain. Karena ia bukan milikmu, hanya titipan.

::: di akhir catatan ini, aku berpikir bahwa Catchy melamun karena ia sedang kehilangan suaminya, yang belum pulang-pulang. Padahal sudah malam. Apakah pikirku saat ini benar? Maybe yes, maybe no. 
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Versi lain, tentang Engkau dan Aku

Posted by Unknown , 2/15/2013 08:00:00 AM

C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Belum dapat memastikan apa yang akan kita lakukan beberapa saat lagi, membuat aku segera datang ke sini. Buat apa? Ya, untuk mengabadikan beberapa jejak perjalanan tentang hari ini. Lalu, mengapa harus saat ini, padahal baru mula hari dan ini masih pagiiii....????!!! 


Bukan, bukan karena itu. Namun, karena saat ini aku ingin menitipkan sebuah kesan tentang catatan-catatan kehidupanku. Setelah aku pernah berada di dunia wordpress untuk jangka waktu sekitar empat tahun lamanya, dengan blog perdana http://engkaudanaku.wordpress.com yang saat ini link-nya sudah ku delete karena ga mau lagi. Eits, namun saat ini aku kembali menggunakan kata-kata yang sama, namun versi blogspot. Hohoo... Aku senang aja.

Tidak terlalu banyak yang dapat aku sampaikan di sini, saat ini. Karena aku perlu meneruskan perjalanan dan melanjutkan langkah-langkah lagi. Langkah-langkah yang ku yakini dapat menyampaikanku pada tujuan. Dan aku bersyukur dapat mampir di sini, hampir setiap hari, untuk menitipkan beberapa pesan, kesan dan kenangan tentang sejarah kehidupanku. Tentang aku sajakah? Tentu tidak, bukan? Karena kita hidup bersama. Ada engkau dan aku di sini, dalam catatan perjalanan kehidupan kita. 

Selamat bergabung teman, dalam perjalanan ini. Aku senang bertemu dan dapat menyapamu walau di dunia maya. Karena dari pertemuan, kita belajar arti kehidupan. 

Usahakanlah Menulis Saat Ini

Posted by Unknown , Thursday, February 14, 2013 2/14/2013 09:23:00 PM

C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Sebelum hari berganti nama menjadi esok. Menjelang kita bertemu dengan angka dua belas pada jam-jam yang terus berdetak, sebagai penanda berubahnya hari. Sebelum kita benar-benar berpindah, tidak lagi berada pada hari ini, usahakanlah untuk menulis, walaupun satu paragraf adanya. Karena satu ditambah satu sama dengan dua. Dan dua ditambah dua adalah empat. Lalu, bagaimana kalau kita tidak hanya menulis satu paragraf dalam sebuah kesempatan merangkai catatan? Misalnya mencapai empat paragraf sekaligus. Tentu saja, kita dapat merangkai paragraf sebanyak lebih kurang dua puluh empat setiap pekannya dan apabila kita kalikan dengan sebulan, jumlahnya menjadi berapa, yaa...?


Ai! Hitungan angka-angka itu tidak akan kita sadari lagi. Tiba-tiba ia sudah banyak. Betapa bahagianya, yaa. Karena dari beberapa kalimat yang kita rangkai, akhirnya kita dapat mengenali siapakah kita setelahnya. Lagi pula dengan merangkai tulisan yang kita alirkan dari pikiran, menjadi salah satu jalan bagi kita untuk belajar berkomunikasi. Karena tidak selalu seorang yang pandai menulis, pun fasih dalam berbicara. Begitu pula halnya dengan seorang yang orator ulung, terkadang tidak lancar dalam mengalirkan isi pikirannya dalam bentuk rangkaian tulisan. Nah! Intinya adalah, dengan menulis maka kita menemukan keseimbangan. 

Keseimbangan yang dapat kita pertimbangkan keberadaannya, setelah ia ada. Dan dari apa yang ada, maka kita dapat mempertimbangkan, sudah sejauh apa kemampuan kita dapat mengalirkan apa yang ingin kita sampaikan? Dan bagaimana kita dapat menjelaskan dengan lebih rinci segala yang ingin kita jelaskan kepada objek yang kita tuju? Hal ini tentu sangat erat kaitannya dengan kemauan. 

Kemauan yang kita latih dalam bentuk menulis, menjadikan kita lebih mudah dalam mengalirkan apa yang ingin kita sampaikan. Karena menulis merupakan salah satu bentuk kreativitas yang dapat kita pelajari. Dan dengan belajar lebih sering, maka kita menjadi paham dengan apa yang kita lakukan. 

Dalam merangkai tulisan, kita tidak dapat semaunya saja. Karena tentu ada aturan yang perlu kita patuhi dan kita penuhi. Tentu saja ini tergantung pada apa tema tulisan yang ingin kita rangkai. Seperti saat mengurai pembahasan berhubungan dengan jurnal ilmiah, misalnya. Maka kita tidak dapat menyusun huruf semaunya kita saja. Karena dari apa yang kita tulis di dalam jurnal ilmiah, tentu akan dapat dimengerti kalau kita menguraikan dengan sistematis. 

Berbeda halnya dengan ketika kita sedang merangkai catatan harian. Di sini, kita bebas menggunakan bahasa yang kita pengen. Boleh dalam bentuk susunan yang baku, atau dalam bentuk bahasa keseharian. Tidak ada yang mengikat, karena kita mempunyai kebebasan. 

Adapun catatan yang saat ini sedang saya rangkai adalah pilihan kedua dari jenis tulisan. Karena catatan ini bukanlah jurnal ilmiah, namun hanya berupa catatan saja. Catatan yang saya rangkai untuk menjadi jalan yang mengingatkan diri ini, lagi. Ketika ia terlupa untuk menulis meski satu paragraf catatan setiap harinya. Yes! I hope, this is a suplemen for my mind, and catch it when I need it. 

Ya, saya insya Allah, akan kembali mengingat rangkaian paragraf demi paragraf yang terdapat pada catatan ini. Bahwa, dari segala yang kita inginkan terkadang tidak menjadi nyata. Begitu pula dengan sebaris kalimat yang menjadi tittle. Bahwa untuk merangkai tulisan setiap harinya, tentu saya mau. Namun, terkadang ada beberapa kendala, halangan dan rintangan yang menghambat tercapainya cita. Dan inilah salah satu pengingat. Bahwa saya tidak dapat menjadikan apa yang menghalangi dan merintangi saat ingin merangkai sebuah catatan, sebagai alasan untuk tidak menulis satu paragraf setiap harinya. Karena setiap orang yang rajin merangkai kalimat, maka ia menjadi lebih terlatih dalam menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan.  

Karena seringkali, kita tidak selalu dapat bertatap mata dan bersua dengan sesiapa saja yang ingin kita temui. Untuk kita sampaikan beberapa baris kalimat terhadap beliau. Namun, ketika kita sudah memperoleh kesempatan untuk merangkai kalimat dalam selembar layar yang bercahaya, tentu kita dapat memanfaatkannya sebagai sarana. Agar, tiada yang tersia dari apa yang kita punyai. Semua hanya berperan sebagai media bagi kita agar dapat menjadi seperti apa yang kita impikan. 

Impian seorang yang hebat, tidak mungkin setengah hati apatah lagi setengah tinggi. Namun ia akan mengantungkan impiannya nun sangat jauh di tempat tertinggi. Agar, tidak sembarangan orang boleh mengetahui apa yang sedang ia impikan. Namun hanya yang benar-benar ia percaya saja, yang dapat mengikuti segenap perkembangan yang sedang ia tempuh. Karena baginya, bukan seberapa lama ia sampai pada impian yang telah lama ia rangkai. Namun, baginya yang terlebih penting adalah, impian tersebut segera berdiri di depan mata, saat ini. Oleh karena itulah, maka ia pun berusaha untuk menuliskannya, agar ia ada. 


Tersenyumlah

Posted by Unknown , 2/14/2013 07:48:00 AM

"Jangan pernah menghancurkan mimpimu hanya karena ga ada uang. Kamu hanya perlu terus belajar... belajar... dan belajar,...," begini kalimat motivasi yang beliau sampaikan kepada adik tersayang 'Shindy' untuk memotivasi dalam melanjutkan pendidikan. Beliau adalah saudari kita Oki Setiana Dewi.

Ada banyak orang yang sukses dengan penuh perjuangan dan beliau adalah salah satu bukti nyata. Ah, dalam linangan airmata yang masih membanjir, aku menyimak kisah yang beliau sampaikan, di sini. Hikss... pagi nan syahdu bagiku. Karena aku baru bisa nonton tayangan ini, via youtube. Karena aku sangat jarang bisa nonton TV langsung setiap harinya. Karena aku memang demikian adanya. Dan, inilah aku.

***

Ada airmata yang mengalir. Ada senyuman yang menebar dengan ringan. Pun ada canda dan tawa yang menyelingi dalam episode kehidupan yang kita jalani dalam kehidupan ini. Semua datang silih berganti, saling melengkapi. Hingga akhirnya, kita pun mengerti, bahwa ia adalah hiasan dalam perjalanan. Perjalanan kehidupan yang singkat dan tidak selamanya. 

Tersenyum lagi, lalu tersenyum. Tersenyumlah dari dalam hati, bersama hatimu yang tersenyum. Karena tiada lagi yang dapat kita lakukan selain mensenyumi keadaan yang sesungguhnya tidak kita ingini dan kita mengalami. Karena mungkin ada hikmah terbaik yang terselip di dalamnya, untuk kita jadikan sebagai bagian dari kisah hidup kita. Hanya saja, maukah kita mensenyumi?

Ketika kita menjadi begitu mudah untuk tersenyum dalam kebahagiaan yang menaungi. Sedangkan untuk keadaan yang sebaliknya, maka kita perlu memperjuangkan senyuman tetap menyelingi. Belajarlah dari teladan yang tidak pernah henti mengingatkan kita, mentari. 

Mentari? Yupz! Mentari. 
Oleh karena itulah aku sangat suka dengan mentari yang bersinar. Karena dengan mengingatnya saja, aku menjadi teringatkan lagi. Mengingat bukti yang ia baktikan pada pemiliknya. Bahwa ia terus berevolusi dalam keadaan yang bagaimanapun. Hanya menyinari, inilah salah satu bukti cinta mentari kepada Allah. Lalu, kita? 

Belajar dari sesuatu yang kita sukai, tentu membuat kita segera mengembalikan ingatan dengan mudah untuk mengingat-ingat lagi bahan pelajaran. Ketika bahan pelajaran tersebut kita butuhkan saat menjalani ujian. Ketika kita tersenyum melihat mentari yang bersinar pagi ini, maka dengan mudah pun kita kembali tersenyum saat tetesan air membasahi bumi. Karena kita mengambil teladan dari senyuman mentari ketika teriknya mencerahkan hari-hari kita.

Indahnya belajar dari alam. Membuat kita segera memetik pelajaran hari ini menjadi sebuah pengetahuan. Dan mengabadikan pelajaran hari kemarin dalam lembaran pengalaman. Ia yang tidak akan pernah kita hapus setelah kita menuliskan. 

Cukup, cukup, apabila coretan lalu kita ada kejanggalan, kita jadikan ia sebagai pengingat diri, bahwa insan penuh dengan kekhilafan. Namun kalau benar adanya, semoga menjadikan kita insan-insan yang penuh dengan tawadu', lalu mengembalikan semua kepada Tuhan.
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Semalam

Posted by Unknown , Wednesday, February 13, 2013 2/13/2013 10:29:00 PM

Semalam...
Aku melihat bulan tersenyum pada bintang,
seperti aku melihat mentari tersenyum padaku,
sebelum ia berpisah dengan langit siang,

Dari tatapannya,
ku tahu ia sangat ingin menitipkan pesan,
namun pesan itu tidak dapat dieja,
meski oleh angin yang membaca alam,
hanya semilirnya yang menandakan bahwa angin masih belajar,
belajar menafsirkan arti dari senyuman,
senyuman bulan terhadap bintang semalam,

Semalam,
aku melihat rumah-rumah tanpa atap,
namun banyak orang berdatangan mengunjunginya,
mereka bilang itu rumah impian,
aku juga ada di sana kebetulan,
ah! tak ada yang tanpa makna, bukan?

Semalam,
ku lihat anak-anak kecil berlarian,
seraya melambai-lambaikan tangannya kegirangan,
hey, mereka mempunyai permainan,
di antara gundukan tanah kemerahan,
oh, pemandangan nan indah nian,
aku turut serta tanpa mau ketinggalan,

Semalam,
aku mencari-cari teman-teman kecilku,
aku memanggil-manggil dalam igauan,
hingga aku terbangun sebelum usai permainan,
terbangun dan tersadarkan,
"Ternyata hanya mimpi," gumamku pelan.
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Ranumnya Buah Persahabatan

Posted by Unknown , 2/13/2013 08:37:00 PM

Kita tidak mesti selalu bersama, teman... agar kita dapat saling memahami. Pun, tidak pula dengan seringkali bertukar suara, maka kita dapat saling berkomunikasi. Tidak juga dengan seringnya tatapan mata beradu pandang dengan sesamanya, kita mengerti apa yang ia sampaikan. Apalagi untuk saling bergenggaman tangan lebih lama, agar kita merasakan kehangatan sebuah kata bernama persahabatan. Tidak! Sekali lagi aku menuliskan TIDAK!

Karena persahabatan itu, terkadang tidak berpohon untuk dapat kita lihat tempat buahnya bergantung. Pun ia tidak mempunyai ruang untuk kita buka pintunya yang sedang mengunci. Tidak pula berupa sebuah benda yang dapat kita raba dengan kedua telapak tangan ini. Tidak, tidak dan tidaaaak. Persahabatan tidak seperti itu. 

Persahabatan adalah sebuah energi yang terus menerus ada setiap kali kita meyakini bahwa ia memang ada. Persahabatan tidak membutuhkan materi yang dapat kita beli dengan harga yang tinggi. Persahabatan pun tidak berwujud seorang puteri tercantik yang siap untuk kita temui karena kecantikannya yang mempesona. Pun, bukan karena ia sangat gagah rupawan hingga membuat para gadis terlena memandangnya. Tidak, tidak, dan tidaaaaak. Bukan demikian ia adanya.

Persahabatan adalah kerelaan hati untuk membagikan waktu yang kita punya terhadap sahabat yang terbaik. Persahabatan adalah pemberian yang tanpa kita sadari, telah kita ulurkan dengan sepenuh hati. Pun persahabatan berupa ketulusan yang tidak semua orang dapat mendeteksi kehadirannya. Karena persahabatan adalah ikatan antara hati-hati yang saling percaya bahwa dengan adanya persahabatan, kerumitan menjadi terasa indah untuk dijalani. Persahabatan hadir sebagai cahaya yang menerangi ruang hati ketika ia gelap menggulita. Persahabatan mewujud sinar mentari yang sedang meninggi dan bersinar untuk bumi pertiwi. Dan yang paling penting adalah, persahabatan itu tidak dapat kita beli. Tidak. Tidak. Tidak akan pernah ada seorang terkaya sekalipun yang dapat membeli harga seorang sahabat.

Pertama-tama yang harus kita ingat ketika bergaul dengan orang lain adalah makna kebersamaan. Karena dengan cara demikian, maka kita dapat memberikan yang terbaik dari diri kita, terhadap sesiapa saja yang kita pergauli. Baik ketika kita diminta untuk memberi ataupun saat kita tidak diminta sama sekali. Maka persahabatan yang terjalin diantara kita merupakan sebuah bukti dari janji-janji yang tidak pernah terikrarkan dari bibir ini. Dan senang sekali rasanya, apabila dengan adanya persahabatan, kita dapat terus begini, teman. 

Teman yang tidak dapat kita sebutkan namanya satu persatu disini, tentu sedang merasai, betapa indahnya persahabatan yang sedang kita semaikan saat bersama dengan beliau. Pun beliau pun dapat menyaksikan dengan mata dan kepala sendiri, betapa untuk merawat tali persahabatan yang telah terlanjur tersemai itu tidak mudah. Apalagi untuk memindahkan bibit-bibitnya yang mulai bertumbuh pada lokasi terbaik. Terlebih lagi saat musim menyiang telah tiba, maka para petani persahabatan akan dengan teliti dan jeli memilih mana padi dan mana ilalang. Agar, tidak salah ia dalam memilah kelopak daunnya. Agar, pada saat panen tiba, buah-buah persahabatan pun meranum dan manis rasanya. Namun kalau buahnya adalah buah padi, sungguh-sungguh bercermin ia dari makna persahabatan yang terus ia jaga. Agar semakin merunduk pula hatinya. Tak meninggi atau menjulang. Namun dengan penuh kesadaran, ia menyadari, bahwa tanpa sahabat yang terbaik ia tiada menjadi seperti dirinya yang sekarang. 

Banyak kita melihat contoh-contoh orang sukses dalam perjalanan kehidupannya. Sedangkan di sekitarnya ada orang-orang yang begitu setia, taat dan santun kepadanya. Dan pada saat kita coba menanya siapakah beliau yang ada di sekelilingnya, maka dengan ramah ia pun berujar bahwa, "Beliau adalah sahabat-sahabatku." 

Sahabat merupakan cerminan bagi seorang sahabat lainnya. Ketika sahabat kita baik, maka kebaikan akan menjadi bagian dari kehidupan kita pula. Sedangkan ketika sahabat kita tidak sesuai dengan apa yang kita pinta di dalam do'a, maka kita pun layak untuk memusiumkan namanya di dalam hati kita saja. Lalu, biarlah ia terus di sana, untuk kita kunjungi lagi pada suatu masa. 

Bagi seorang sahabat yang baik, melihat kebaikan sedang berbinar pada sahabat lainnya, maka ia pun turut berbahagia. Karena baginya ada satu kebahagiaan yang tidak pernah tergantikan oleh apapun jua. Yaitu kebahagiaan yang dialami oleh sahabatnya, adalah bahagianya pula. 

Turut menjadi bagian dari kesuksesan sahabat, tentu menjadi nilai tersendiri bagi kita. Walaupun sepenuhnya kita tidak menyadari akan apa yang menjadi bagian dari peran kita terhadap sahabat. Namun, secarik senyuman yang kita saksikan dari sahabat, dan mendarat di dalam dua retina mata kita, adalah salah satu kisah abadi yang patut kita prasastikan. 

Di hari lahirmu teman, tidak banyak yang dapat ku beri sebagai hadiah untukmu. Begitu pula dengan materi yang melimpah berwujud hadiah-hadiah nan mewah. Semua itu tidak dapat ku persembahkan padamu dengan segera, saat ini. Namun hanya ada satu yang dapat ku ukir di hari bahagiamu, yaitu sebentuk jalinan persahabatan antara kita. So, atas nama persahabatan ku lepaskan beberapa detik waktuku terhadapmu. Ku lepaskan dari busur ingatan yang saat ini sedang ku jaga arahnya. Hingga pada waktu engkau mengingatku ketika kita sudah tidak bersama lagi, pada saat itulah aku kembali menyadari, bahwa ada satu anak panah persahabatan yang aku selipkan di relung hatimu. Tolong jaga ia, ya. Karena tidak akan pernah aku mengambilnya lagi, hingga nanti dan selamanya. 

Satu hari tidak cukup untuk membuktikan padamu, bahwa aku ingin selalu menjagaimu sebagai bagian dari diriku yang lain. Begitu pula dengan selembar catatan pada hari ini. Tidak dapat ia mengubah wujud menjadi rangkaian kenangan bersamamu, kalau saja aku belum merangkainya dalam barisan kalimat seperti ini. Namun saat ia benar-benar telah mewujud, maka ku persembahkan special untukmu teman yang pada hari ini sedang berulang tahu. Ah! Kau.... selalu saja tidak ingat. Padahal aku tahun, betapa bahagianya engkau hari ini. Sungguh, aku bahagia menjadi bagian dari hari-harimu, teman. Walaupun ini adalah catatan yang terakhir tentang kita. 

Kalau saja setiap tetesan air hujan yang jatuh sore tadi dapat berbicara, maka ia akan menertawaiku yang terlalu cengeng kiranya. Dan kalau saja tidak ada umbrella yang melindungi ragaku dari tetesannya, tentu saja airmata itu akan semakin membanjir dan memuara. Namun, Allah masih sayang kita. Hingga akhirnya, tidaklah jadi airmata itu melimpah dengan semaunya. Karena aku yakin dan percaya, bahwa pada saat yang sama, engkau sedang tersenyum dengan pikiran yang sedang menemanimu. 

Ia akan membawamu, teman, pada kebun-kebun harapan di Ibu Kota. 
Ingatan itu akan menepikan beberapa harapanmu teman, untuk tidak hanya berharap saja. Namun dengan upaya nyata yang sungguh-sungguh, maka engkau semakin percaya, bahwa setiap langkahmu adalah dalam rangka pengabdian. Jalankan tugasmu dengan sepenuh hati, esok hari yaa... Sedangkan aku di sini, tetap sahabatmu yang mendoakan. Tidak untuk hari ini saja, namun hingga kita tidak lagi dapat bertatap mata, seperti sore tadi. 

Hey..! Ingatkah engkau teman... menemanimu hingga penghujung hari ini merupakan hadiahku untukmu. Hadiah atas persahabatan kita. Hadiah yang tidak akan pernah usang walaupun zaman telah berganti. Hadiah yang akan selalu baru dan baru, pada saat kita teringat, begini yaa... buah dari persahabatan. Sungguh, apabila ia telah meranum, maka kita dapat mencicipi rasanya. 

Bagaimana kesanmu bersamanya?

to:: seorang sahabat yang tidak dapat ku tuliskan namanya di sini. Namun di dalam hati, aku ingin nama beliau selalu ada. Ya, setiap kali aku kembali bersapa dengan bulan Februari.

Qana'ah

Posted by Unknown , 2/13/2013 07:46:00 AM

Baiklah, materi catatan kita kali ini adalah tentang Qana'ah. Qana'ah merupakan salah satu akhlak yang mulia. Sebagai hamba Allah yang beriman, tentu saja kita sangat ingin mempunyai sifat qana'ah, bukan? 

Qana'ah. Untuk menjadi seorang yang qana'ah, tentu tidak mudah, teman. Karena kita membutuhkan kerelaan untuk menerima apa saja yang sampai kepada kita, dan kita yakin itu berasal dari Allah. Ketika kita berpikir bahwa Allah yang menyediakan rizki untuk kita, maka kita pun qana'ah atas rizki yang kita terima, berapapun banyaknya. 

Seorang yang qana'ah adalah seorang yang penuh syukur, maka ia menerima dengan senang hati apa yang sampai padanya. Bukan mempedulikan berapa jumlah harta yang ia punya, namun ia peduli pada perasaan yang ia alami saat mempunyai harta. Dan harta yang ia peroleh sangat ia yakini berasal dari Allah, bukan atas usaha yang telah ia lakukan. 

Karena Allah Maha Penyayang dan Pengasih padanya, maka rizki berupa harta tersebut sampai padanya. Dan ia semakin menyadari, bahwa semua itu adalah titipan saja. 

Memikirkan rizki? Tentu tidak akan ia lakukan, kalau dengan cara demikian ia akan menjauh dari sifat qana'ah yang membuatnya lupa bersyukur. Namun seorang yang qana'ah senantiasa berusaha untuk menjadikan harta yang ada untuk lebih mendekatkannya dengan Allah. Dengan demikian, syukur senantiasa menjadi bagian dari dirinya. Diri yang qana'ah.

Seorang yang qana'ah bukan berarti bahwa ia tidak pernah berusaha. Namun atas hasil dari usaha yang ia lakukan, maka ia bersifat qana'ah. 

Qana'ah sebagai salah satu bagian dari akhlak yang mulia, tentu sangat ingin kita miliki. Qana'ah yang berarti pula merasa cukup dengan apa yang ada, tentu menjadikan kita sebagai seorang yang berkecukupan, apabila kita mempunyai sifat qana'ah ini. Cukup atas apa yang kita miliki, bukan berarti kita tidak dapat memberi. Malahan perasaan cukup memberi kita kesempatan belajar untuk memberi semenjak dini. Karena persoalan qana'ah sangat erat hubungannya dengan rasa syukur. 

Orang yang qana'ah merupakan para penggenggam syukur. Dengan mempunyai rasa syukur, maka segala nikmat yang Allah berikan menjadi jalan baginya untuk berbahagia. Mengapa bahagia? Lalu apa pula kaitannya antara qana'ah, syukur dan bahagia? 

Orang yang qana'ah adalah penuh dengan rasa syukur. Sedangkan orang yang bersyukur, karena ia berbahagia. Nah! Sudah jelas bukan? Bahwa qana'ah adalah awal dari hadirnya kebahagiaan. 

Dalam kehidupan ini, dapat kita saksikan bahwa seorang berbahagia karena ia penuh dengan rasa syukur. Dan orang yang bersyukur, akan Allah lapangkan hatinya dalam menerima segala ketentuannya. Lalu, bahasa apa lagi yang pantas kita selipkan pada satu sifat yang mulia ini, selain qana'ah? 

Qana'ah dapat membawa kita pada perasaan kaya yang sesungguhnya. Kaya yang berasal dari dalam hati. Dan hanya hati orang-orang yang kaya rasa syukur sajalah yang mampu membawa sifat qana'ah dalam kesehariannya. 

Tidak ada umpatan, omelan, cercaan ataukah lagi pengisyaratan bahasa yang mencerminkan bahwa ia tidak bersyukur. Namun sikap dan perilaku yang melekat padanya, sudah sangat jelas menerangkan bahwa ia adalah pribadi yang qana'ah. 

Wahai... ke manakah lagi kita akan mencari sifat qana'ah, kalau kita belum tahu di manakah ia berada?

Pesan yang Ku Yakin Berarti

Posted by Unknown , Tuesday, February 12, 2013 2/12/2013 12:44:00 AM

"Hei! Teman... ada satu lagi alasanku masih mampir di sini," sapaku padamu.

"Hah? Untuk apa? Aku tak mau alasanmu. Karena aku sudah tahu, pasti mau curhat yaaa...," ledekmu, lalu beringsut mendekatiku.

"Oh... tunggu, tunggu, tunggu dulu, memang biasanya begitu. Namun kini lain, fren," tambahku seraya mendekatimu lebih dekat lagi. Hingga akhirnya, tiada lagi jarak yang menjadi penghalang kedekatan kita. 

Di sampingmu teman, kini aku sedang duduk dengan manis. Seraya ku sampaikan beberapa baris pesan yang dalam yakinku, berarti.  Walaupun hanya beberapa di antaranya, semaksimal daya ku coba merangkainya. Karena ia dapat menjadi oleh-oleh tambahan dariku, bagi seorang sahabat terbaik yang saat ini tidak ikut denganku dalam perjalanan ini. Padahal, beliau sempat berpesan padaku, bahwa ke manapun aku pergi, aku perlu membawa oleh-oleh buatnya. Nah! Saat ini, kesempatan itu datang lagi. 

Buat temanku yang sedang tidak berada di sisiku saat ini, ku ingin memberikan yang terbaik untukmu. Sedangkan bagi temanku yang sedang memperhatikan proses terangkainya beberapa baris kalimat di sini, saat ini, ingin seringkali ku senyumi engkau. Agar, engkau tidak begitu seriusnya memandangku. Toh, aku pun sama seperti dirimu. Tidak akan tenang kalau ada yang memperhatikan ketika sedang merangkai suara hati.  

Betul, bukan?

Alangkah indahnya waktu-waktu yang sunyi dan dalam keheningan. Karena bersamanya kita dapat menemukan satu, dua titik pesan untuk kita tebarkan dalam sebuah catatan. Dan waktu-waktu yang berhiaskan keheningan itu, bukanlah  menjadi penghambat kita untuk tidak mau lagi berjalan. Karena kita berada di dalamnya, untuk menjadikannya sebagai salah satu bahan pelajaran. Yha, agar kita kembali merenungkan. Pada saatnya nanti, kita pun akan bersunyi-ria dalam sebuah ruang yang gelap tanpa cahaya. 

Kuburan.

Ya, Allah... jadikanlah rangkaian pesan yang kami rangkai dari detik ke detik waktu yang kami abadikan, menjadi cahaya penerang penghias kubur kami, kelak. Hingga kami tidak sendiri dan sunyi di dalamnya, namun bersama kerlipan benderang yang membuat kami segera menyadari. Bahwa benar, pesan ini berarti. 

Adalah salah satu alasan mengapa aku mampir di sini, untuk mengumpulkan bekal bagi perjalanan yang selanjutnya. Karena aku yakin dan percaya bahwa perjalananku tidak hanya saat ini. Pun begitu pula halnya dengan engkau, wahai teman... Kita sama-sama akan meneruskan perjuangan pada alam yang berbeda dari saat ini. Alam yang kita belum pernah sama sekali berada di sana. Alam yang apabila kita mengingatnya, semoga menjadi peneguh  gerak kita selama berada di dunia ini. Agar kita tidak berpatah semangat lalu menyerah begitu saja, kalau kita terlelah dan bersimbah keringat saat berjalan. Ya, karena perjalanan di dunia ini, masih tiada bandingannya dengan perjalanan berikutnya. Dunia hanya sementara, dan kita tidak selamanya bersama. 

So, for dunia, ada pesan yang kami petik darimu. Bahwa engkau hanyalah sebagai jalan bagi kami dalam meneruskan laju perjuangan. Bukanlah tujuan, apalagi untuk kami jadikan sebagai sahabat hati. Karena tersering kami terkejut oleh banyak tipu yang engkau sampaikan pada kami. Ai! Sungguh dan sungguh, kami ingin menyesal lebih awal saja. Karena penyesalan pada awal hari, menjadi penggiat diri untuk kembali bangkit dari lalainya. Sedangkan kami, musafir yang masih dalam perjalanan bersamamu, sangat ingin selamat hingga ke tujuan kami yang abadi, aamiin ya Rabbal'alamiin.

Tidak banyak lagi waktu yang kami miliki, hanya detik ini. Tidak pula banyak kesempatan yang kami miliki, selain di sini. Ya, bersamamu wahai duniaku, terselip isyarat dari matahari sore tadi, bahwa aku perlu terjaga lebih sering. Untuk membersamainya yang terus berevolusi, tiada henti. Berkelilingnya ia untuk mengemban tugas suci, dalam rangka berbakti pada Ilahi Rabbi. 

Sedangkan aku? Sudah sampai di mana pengabdianku pada Rabb-ku? Padahal aku sama-sama mempunyai Pencipta yang sama.

Tidak lagi aku menjalani hari-hari yang tanpa arti. Sedangkan telah sampai padaku sebuah pesan berarti hari ini. Pesan yang membuatku segera bangkit dari duduk. Kemudian ku raih selembar catatan, untuk ku sampaikan lagi pada sesiapa saja yang menginginkannya. Pesan matahari.

"Matahari, tidak selalu terlihat oleh tatapan mata ini, namun ia senantiasa bergulir mengikuti waktu. Dan kehadirannya pun sebagai penanda perubahan waktu. Nah! Sebelum mentari pagi menyapa alam tempat ku berada kini, aku ingin terus merangkai kalimat demi kalimat yang sangat menentukan bagaimana hari esokku, hari nan abadi. Melalui ingatan yang terus menyala ini, ia menjadi jalan hangatkan pikirku. Pikirku yang seringkali terkenang ia, mentari di hatiku."

Bukan rupa dan tampilan raganya yang perkasa, yang aku kagumi. Bukan pula perawakannya gemulai dan penuh dengan kelembutan. Bukan, bukan karena itu aku menyukai mentari. Namun, karena ada pesan yang ia sampaikan padaku, setiap kali aku memandang sorot matanya. Mata hati. 

Sebuah kata saja yang aku tangkap dari tatapan itu, niscaya menjadikanku berpikir lebih dalam lagi. Serayaku berjuang untuk meneruskan catatan demi catatan yang ku rangkai hampir setiap hari. 

Pribadi yang bersinar selayaknya mentari, tentu tidak akan mudah untuk kita lupai. Karena ia seringkali muncul setiap hari. Dan kehadirannya bukan hanya setiap hari, namun pada setiap hati yang telah mengenal, siapakah ia yang sesungguhnya? 

Meski tanpa nama yang melekat pada diri, namun dari arti yang tersampaikan pada diri-diri yang mengenalimu maka engkau perlu tersenyum lebih indah lagi, teman. Bukan hanya hari ini, di sini. Namun hingga engkau benar-benar sampai pada hari yang abadi. Tersenyumlah secerah sinar mentari yang ku pandangi sore tadi.  Sore yang berkesan, bersama mentari jingga nan rupawan. 

Lalu, engkau? Ketika usiamu pun beranjak, senyumanmu akan tetap berkesan, kalau engkau berjuang untuk merangkainya semenjak dini. Berlatih dan terus berlatih, itulah engkau. Karena tiada yang tercipta dengan tiba-tiba, semua tentu ada proses. Begitu pula dengan indahnya senyumanmu hari ini. Ia ada, karena engkau rajin berlatih. 

"Eitss... engkau suka ngaca, yaa....?," tanyaku pun mengalir padamu, engkau yang masih duduk di sisiku.
"Enga..engga... engga' ah," jawabmu seraya tersenyum. Engkau tersipu. Engkau malu. Hohooo....
Kalau bukan karena aku ingin melihat senyumanmu itu, tidak mungkin aku menyapamu sedemikian. Namun aku sangat tahu siapakah dirimu yang sebenarnya. Makanya, aku rela-rela melayangkan pandang ke arahmu yang terlihat asyik memperhatikanku. Karena aku tahu semenjak mula. 

"Engkau suka, yaa, pesan-pesan ini?," tambahku pula. 
Tiba-tiba engkau bangkit dari dudukmu, lalu meninggalkanku tanpa bicara satu patah katapun. Karena memang begitu adanya engkau. Engkau yang tanpa rupa, pun suara. Namun aku menyadari bahwa engkau ada. Siapakah engkau? 

"Owh, hati-hati di jalan, yaa... see you kapan lagi, yaa?," aku pun menyusulmu yang terus melangkah.
 
Aku melangkah terus di sisimu. Aku ingin bersamamu. Engkau yang aku belum kenali dengan baik. Namun sudah ku jadikan sebagai seorang sahabat baik. Sungguh, aku tidak mengerti dengan semua yang aku alami hingga saat ini. Namun aku yakin, bahwa di sebalik yang terjadi dan aku mengalami, pasti ada hikmahnya. Adapun salah satu hikmahnya adalah, aku dapat merangkai sebuah catatan saat ini. Catatan yang dapat mengingatkanku padamu lagi, engkau yang melangkah lebih cepat, dan aku terus mensejajarimu. Adakah kita akan selalu bersama, teman? Engkau yang mungkin saja belum menyadari ada aku di sisimu. Aku yang menyediakan beberapa waktu dari hari-hariku, untuk menemukan jejak-jejakmu. Jejak yang aku yakin, berisi pesan untukku. Pesan yang ku yakin berarti.   


Optimalkan Dirimu yang Sejati dalam Meraih Impian

Posted by Unknown , Monday, February 11, 2013 2/11/2013 07:26:00 AM

Ketika kita berhak untuk bercita dan bermimpi, maka kita pun berhak untuk menjadi bagian terpenting saat merealisasikannya.  Karena kalau bukan kita, lalu siapa lagi yang akan memperjuangkan proses tercapainya impian dan cita kita? 

Saat ini, ketika masih pagi, bergeraklah teman. Ya, mulailah hari ini dengan sekelumit harapan berikutnya yang sedang kita jaga. Harapan agar kita dapat menjejakkan selangkah dua langkah upaya untuk tercapainya impian. Walaupun untuk melangkah dengan gesit, engkau belum lagi mampu, namun teruslah mengayunkan kaki-kakimu. Karena tiada yang tersia dalam setiap gerak yang sedang engkau upayakan. 

Berani bercita, bermimpi dan berusaha untuk menjadikannya nyata, adalah salah satu proses mencipta senyuman. Tersenyumlah pada kebodohanmu yang membuat engkau seringkali berkata, "Mengapa aku masih begini dan begini saja, padahal aku sudah merencana untuk lakukan hal lain? Mengapa aku masih belum memulai apa yang seharusnya aku mulai, padahal sudah menjadi tugasku untuk memulainya saat ini? Mengapa aku masih terlarut dalam aktivitasku yang sama, sedangkan aku tahu bahwa kesempatan itu tidak akan pernah datang untuk ke dua kalinya? Lalu, bagaimana aku memanfaatkan kesempatan saat ini, di sini? Apakah yang sedang aku lakukan dalam rangka melebarkan sayap-sayap mimpiku? Apakah aku sudah benar-benar berjuang bahkan melebihi kemampuanku? Atau, perjuanganku baru sekilas angin lalu?"

Demikianlah rangkaian pertanyaan yang hadir di dalam ruang pikirku pagi ini, pikir yang seringkali bertanya. Adapun tanya yang ia sampaikan, membawaku melangkah lagi pada jalan ini. Jalan yang aku yakin, merupakan bagian dari kehidupanku. Walaupun semenjak pagi ini, belum sempat ku layangkan arah pandang pada mentari yang sedang tersenyum di luar sana. Padahal aku ingin mendekatnya. Dan aku ingin merasakan kehangatan yang ia sampaikan pada seluruh alam, padaku juga.

So, bagaimana halnya dengan pilihan? Tidak perlu menunggu lama dan berlama-lama dalam penantian, teman. Segeralah bangkit, bangun, lalu berjalanlah. Maka sinaran mentari yang sedang menebar di seluruh alam, pun dapat engkau rasakan hangatnya. Berjuanglah untuk merasakan kehadirannya di dekatmu. Walaupun aslinya, ia sedang berada nun jauh di sana, di angkasa. 

Sekali-kali, angkatlah wajahmu hingga menengadah. Lalu jadikanlah moment tersebut sebagai pendobrak hasratmu untuk kembali berjuang. Perjuangan yang perlu terus berlangsung. Karena engkau masih ada di bumi. Bumi yang menjadi jalan bagimu, dalam meneruskan perjuangan menuju cita. Lalu, cita seperti apakah yang hingga saat ini masih belum terealisasi, teman? Cita setinggi apakah yang pernah engkau selipkan di ruang ingatan, namun ia masih belum menjadi kenyataan? 

Padahal dengan keyakinan, hampir setiap hari engkau menjalankan proses untuk mencapainya. Dan engkau hampir saja berputus asa dan tanpa harapan lagi. Eits,,, tunggu dulu! Saat ini masih ada. Bergeraklah, berjuanglah, dan temukanlah senyumanmu sedang mengembang dalam menjalaninya. Karena impian ada karena kita sanggup dalam mencapainya, asalkan kita berjuang untuk merengkuhnya. Begitu pula dengan impian yang saat ini belum menjadi kenyataan, padahal engkau masih terus berjuang. Sadarilah bahwa ada yang sedang engkau bagikan dalam detik-detik waktu yang engkau tempuh bersamanya. Agar engkau dapat menyampaikan beberapa pesan, kesan dan atau catatan bagi sesiapa saja yang juga mempunyai impian. Bahwa untuk menggapainya memang tidak mudah. Apalagi kalau cita dan impian kita terlalu tinggi. Ai! Bukan tingginya impian yang menjadi penghalang, namun kembali lagi kepada diri kita sendiri. Diri yang menjadi penghalang terbesar dalam mencapai impian. 

Tidak ada seorang pun yang berhasil dalam merealisasikan impiannya, yang tanpa perjuangan. Karena untuk memperoleh, kita perlu memberikan, terlebih dahulu. Lalu, apakah usaha yang sedang kita berikan demi tercapainya impian? Pengorbanan. Ya, ia bernama pengorbanan. 

Berkorban waktu istirahat, agar dapat merangkai beberapa baris kalimat sebelum kita terlelap. Berkorban waktu bermain, agar kita dapat meneruskan langkah dalam menyusun kalimat demi kalimat. Berkorban pertemuan dengan para sahabat, agar kita dapat berkonsentrasi dan fokus dalam menjalankan proses. Pun berkorban untuk tidak lagi berkunjung ke sini, karena ada tugas penting yang perlu kita selesaikan dengan segera. 

Waktu yang tersisa tidaklah lebih dari seratus hari, sanggupkah kita menyelesaikannya? Padahal sebelumnya kita pernah bertekad dan mengimpikan, bahwa "Kita Bisa!" Nah! Bagaimana, bagaimana, bagaimana tanggapan kita dalam menjalaninya? Ketika apa yang sebelumnya pernah kita ucapkan, perlu kita jalankan? Bagaimana teman? 

Hmm... mencapai impian, memang tidak semudah mengikrarkan impian. Namun kalau kita pernah mengikrarkannya, tentu dengan satu konsekuensi, bahwa kita mempunyai kemampuan untuk menaklukkannya. Karena di balik selembar catatan, terselip pengalaman. Inilah pengalamanku dalam meneruskan perjuangan dalam mencapai impian, teman. Dan aku ingin membuktikan, bahwa impian itu dapat tercapai, dengan keyakinan dan perjuangan yang aku lanjutkan. 

Ya, Rabb... bimbingan-Mu adalah sumber kekuatan. Innallaaha ma'ana. Laahaula walaa quwwata illaabillaahil'aliyyul'adziim.


Nulis Yuuks = Jalan Yuuks?

Posted by Unknown , 2/11/2013 02:15:00 AM

Ada satu alasan pasti, mengapa saat ini judul dan tagline blogku berhubungan dengan jalan. Karena memang aku sering dan senang jalan-jalan. Lalu tentang alamat email yang aku pakai dengan tema: sampai bahagia ini, pun tidak jauh dari apa yang selama ini aku lakukan. Termasuk pula tujuan aku berada di sini, adalah password yang aku pakai. Lalu, bagaimanakah wujudnya masing-masing? Rahasia, yaa. Namun kalau engkau tahu, silakan keep it on your mind only. without write it. Walaupun judul tulisan kali ini pun bertema tentang ajakan untuk menulis, namun bukan untuk menuliskan ulang apa yang baru saja aku sampaikan.

Dalam menulis, kita dituntut untuk kreatif. Ya, karena kita perlu menyesuaikan apa yang sedang kita lakukan dengan apa yang sedang kita inginkan. Maknanya? Ya, karena apa yang kita lakukan belum tentu sama dengan apa yang kita inginkan. Padahal seringkali apa yang kita inginkan adalah jalan yang dapat menyampaikan kita pada kesuksesan. So, apakah hubungan antara keinginan, kesuksesan dan perjalanan?

Perjalanan dalam mencapai kesuksesan itu tidak mudah, teman. Karena di sepanjang perjalanan kita akan berjumpa dengan berbagai resiko. Termasuk halangan dan rintangan yang apabila kita tidak berhati-hati dalam menyambutnya, maka dapat menyurutkan niat kita untuk terus merangkak menuju sukses.

Banyak cobaan, berjuta ujian, beribu keluhan mungkin saja kita keluarkan dari bibir ini. Namun, tentang apa yang kita jalani, hanya kita dan Allah subhanahu wa ta'ala saja yang tahu. Bahwa sesungguhnya jauh nun di dalam lubuk hati terdalam, kita seringkali berusaha untuk tidak mau mengeluh saat terseret oleh gelombang coba. Karena kita sangat ingin menikmati apa yang sedang merajai diri. Namun sebagai seorang insan yang tidak sepenuhnya bergelimang syukur, maka kerap kali kita mengeluh dan mengeluh dalam berbagai kesempatan. Ya, keluhan yang kita sampaikan itu, sesungguhnya tidak kita inginkan. 

Ada orang yang terus melangkah di dalam perjalanan yang ia lalui, dengan tidak banyak omong. Tidak banyak bicara, namun terus berusaha dengan sepenuh daya. Kita melihat ia seakan menjalani hidup dengan sempurna, tanpa adanya halangan, uji dan coba. Seorang yang apabila kita melihat wajahnya, ia seringkali dalam kondisi penuh senyuman, ia menikmati hari-harinya. Hingga pertemuan dengan kita pada suatu kesempatan pun, begitu. 

Pun ada pula orang yang kita lihat, seringkali cemberut, muka takenak saat dipandang, dan seringkali berkesah serta mengeluh. Sedangkan hari-hari yang ia jalani, penuh dengan pernyataan yang menurutnya bukan hal demikian yang ia inginkan. 

Antara dua orang yang menjadi perhatian kita, tentu kita dapat membedakan, siapakah yang dapat kita sebut sebagai orang yang sukses? 

Orang yang sukses, memang tidak selalu penuh dengan senyuman. Namun hampir selalu, hari-harinya adalah hari yang mensenyumkan. Karena ia menyadari bahwa apapun yang sedang ia jalani, merupakan jalan baginya untuk memberikan arti pada kesuksesan itu sendiri. 

Kesuksesan seseorang memang tidak dapat kita nilai dari pandangan mata yang lahir. Pun dari apa yang kita lihat dari penampilan luar. Karena kalau kita mau memperhatikan dengan saksama, sesungguhnya  kesuksesan penuh ada pada orang-orang yang menjalani harinya dengan kebahagiaan. Dan untuk menjadi seorang yang berbahagia, tentu tidak mudah, bukan? 

Kebahagiaan tentu kita inginkan pula, yaa. Sedangkan jalan bahagia semua orang, tentu tidak sama. Ada yang berbahagia karena ia berjumpa dengan teman-teman baru, ada yang berbahagia karena ia kembali bersua dengan teman lamanya. Lalu kebahagiaan yang kita rasakan, ada pada bagian mana, teman? Engkau, bahagiakah engkau saat bersua dengan orang-orang yang engkau sangat harapkan kehadirannya? Dan pada saat yang sama, beliau datang mengunjungimu. 

Aku bahagia, mengenal teman-teman yang baik, sebaik aku mengenal diriku sendiri. Pun aku berbahagia ketika teman-temanku kembali lagi, setelah sekian lama, kami belum lagi bersama. Ai! Aku rindu kalian, teman... teman yang menjadi jalan ingatkan aku untuk menulis lagi. Menulis suara hati. Xixiiii. 

Mengenal seorang, dua orang, tiga orang teman-teman dalam perjalanan, bagaikan berjumpa dengan satu, dua, tiga orang tetangga yang baru. Ya, di sini, di dunia ini, ketika kita sedang meneruskan perjalanan menuju kesuksesan, kita pun berkesempatan jumpa dengan teman-teman yang juga sedang melangkah. Ah, alangkah bahagianya, karena semenjak pertemuan, kita mempunyai jalan yang baru. 

Ketika kita menyebut menulis adalah perjalanan, maka sesiapa saja penulis yang kita temukan merupakan teman-teman dalam perjalanan. Dan untuk menemukan seorang teman yang baik, tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sungguh perjuangan itu lama, panjang dan membutuhkan tingkat konsistensi yang mumpuni. Apalagi untuk mempertahankan seorang teman. Perlu perjuangan dari hati.

Saat aku menemukan seorang teman, tentu tidak mudah bagiku untuk melupakan. Apalagi teman yang aku temukan adalah seorang yang sangat berarti bagi kelanjutan perjalananku di dunia ini. Dunia yang menjadi sarana bagiku dalam meneruskan langkah-langkahku menuju suksesku. Dan saat aku telah menemukan jalan suksesku, maka terus melangkah adalah pilihan yang saat ini sedang aku jalankan. 

Berjalan seraya menulis, tentu berkesan. Namun kita tidak dapat melakukan dua aktivitas secara bersamaan, dalam satu waktu. Mengapa? Karena kita perlu berkonsentrasi pada aktivitas yang menurut kita sangat penting, bukan? Karena konsentrasi adalah penyeimbang untuk terus fokus pada apa yang kita perlukan. Dan tidak mudah teman, untuk meninggalkan satu aktivitas lainnya ketika kita perlu menjalan aktivitas berikutnya, padahal keduanya sama-sama kita perlukan. 

Aku berpikir cukup lama, aku pun berusaha untuk mencari jalan agar tidak lagi menulis catatan demi catatan hampir setiap harinya. Namun aku tidak sanggup. Karena jalan ini adalah bagian dari kehidupanku. Kalau aku tidak merangkai catatan harian, maka akan ada satu kesan yang tidak aku selipkan dalam kisah kehidupanku. Lalu, bagaimana halnya dengan prasasti diri ini? Tentu ia akan kehilangan beberapa bagian dan episode yang memesankan. 

Benar, pada saat ini, kembaliku ke sini adalah untuk menitipkan satu, dua, tiga... langkah-langkah dalam perjalanan. Perjalanan yang masih berlangsung ini, perlu ku abadikan kesannya. Kesan yang apabila aku membacanya lagi, tentu dapat mensenyumkanku, atau malah sebaliknya. Walau bagaimanapun, selagi aku masih hidup maka aku akan terus berjalan. Selagi aku pernah menempuh perjalanan, maka aku akan menuliskan hasilnya dalam sebuah catatan. 

Perjalanan untuk tidak pernah terlepas dari catatan, ku tekuni semenjak aku mengenal tulisan. Ya, ketika tulisan adalah kawan yang senantiasa mau untuk ku curhati tidak kenal waktu. Dan apa yang ada di dalam pikiranku tentang impian, harapan, asa dan tujuan, pun akhirnya mencurah dalam catatan. Catatan yang menjadi jalan bagiku untuk tersenyum, kemudian. Walaupun pada saat menuliskannya, aku sedang dalam kesedihan!

Ada sedih, ada pula tawa yang menyelingi perjalanan. Ada bahagia, tentu ada nuansa berbeda yang menghiasi hari-hari. Namun semua ada untuk menjadikan kita segera menyadari bahwa tidak ada yang selamanya dan abadi. Kecuali perubahan yang terus berubah. 

Dalam kehidupan, kita boleh bersedih kalau memang kita inginkan hal yang sama. Kita juga berhak untuk berbahagia atas apa yang kita alami, segera. Namun ada yang tidak boleh kita lakukan, yaitu bersamanya selamanya. Karena kita perlu berubah dan kita perlu berubah. Tidak dalam kondisi yang sama ketika waktu terus bergulir. Sehingga yakinlah kita bahwa untuk dapat menjadi seorang yang bahagia, kita hanya perlu menikmati nuansa apa saja yang menjadi bagian dari hari-hari kita. 

Berbahagialah kapanpun kita ingin, seperti tingginya keinginan kita untuk meraih kesuksesan. Dan keinginan yang tercapai merupakan salah satu jalan bagi kita untuk berbahagia. Lalu, bahagiakah engkau saat ini, teman? Dan apakah kebahagiaanmu tercipta dengan sendirinya? Tentu tidak, bukan? 

Engkau berbahagia karena engkau menyadari bahwa engkau sedang dalam lingkungan kesuksesan. Dan engkau sukses, karena engkau dapat mencapai apa yang engkau inginkan. Lalu, mengekspresikan bahagia, merupakan jalan bagi kita dalam membagikan rahasia menuju kesuksesan. Berbagilah, meski dalam sebaris tulisan, maka engkau sedang menyambung satu langkah bagi kesuksesan orang lain. Karena kita tidak dapat memastikan, pada kalimat yang mana kita berarti untuk orang lain. So, nulis lagi, yuuks?

Nah! what do you think? Let's write, now. Karena menulis adalah jalan menuju bahagia. Dan aku telah membuktikannya!


Motivasi Bijak dari Sahabat

Posted by Unknown , Sunday, February 10, 2013 2/10/2013 08:33:00 AM

Kita memang tidak dapat memenuhi semua yang orang lain inginkan dari kita. Namun kita masih dapat melakukan satu hal penting dari diri kita. Bukan untuk orang lain, namun untuk diri kita sendiri. Egois? Bukan egois namanya. Namun apa yang kita lakukan untuk diri sendiri, merupakan salah satu motivasi bagi kita untuk dapat berbuat yang terbaik terhadap orang lain. Pada saat kita tidak mampu melakukan semua yang orang lain ingin kita melakukannya? Bagaimanakah tanggapan yang kita berikan dalam memberikan jawaban? Itulah yang sedang kita lakukan terhadap diri kita sendiri. Dan perlakukan kita baik berupa ucapan, sikap, maupun ekspresi, merupakan perlakuan terbaik kita terhadap diri kita sendiri. 

Teman, pernahkah engkau mengalami satu kondisi ketika engkau merasakan kesulitan? Sulit yang hadir menyapamu, karena engkau dalam kondisi belum siap saat ia datang menemuimu. Sedangkan kesulitan tersebut engkau anggap diantarkan oleh orang yang mendatangimu. Ya, pernahkah? 

Padahal pada saat yang sama, engkau ingin sampaikan saja bahwa engkau tidak sanggup melakukannya. Apa sulitnya, coba? Namun engkau masih mengingat dan menimbang berbagai hal dan kemungkinan, sebelum engkau memberikan tanggapan. Akibatnya, memang sebenarnya engkau tidak sanggup memenuhi permintaan yang datang padamu. Alhasil, kekecewaan pun beralih pada pihak yang mendatangimu. Lalu, bagaimana engkau menanggapinya? Ketika engkau menyadari hal tersebut? 

Tidak banyak yang dapat kita lakukan, saat menghadapi kenyataan serupa. Selain hanya menenangkan diri sendiri terlebih dahulu. Kemudian mengajaknya berpikir dan menemukan solusi. Dan salah satu solusi adalah dengan cara menulis serangkaian kalimat berinti pesan 'permohonan maaf'. Atau dapat pula dengan menyampaikan langsung pada yang bersangkutan, bahwa apa yang engkau lakukan memang tidak dapat memuaskan keinginan pengharap padamu. Atau dapat pula dengan mengekspresikan penyesalanmu di hadapan beliau, bahwa engkau sangat prihatin dengan keadaan. 

Ternyata engkau memang tidak dapat memenuhi semua keinginan orang lain yang sampai padamu, dan engkau menyadari akhirnya. Kesadaran yang membuatmu segera menggerakkan diri lagi, lalu berusaha untuk menemukan jawaban. Semoga dalam lain kesempatan, engkau segera menyatakan tidak apabila engkau memang tidak mampu dan merasa begitu. Demikian pula halnya kalau engkau sudah benar-benar yakin dan percaya bahwa engkau bisa. Maka engkau dapat mengiyakan dengan segera. Tentu saja setelah mempertimbangkan segalanya dengan matang. Karena engkau adalah seorang yang penuh dengan pertimbangan. Sehingga tidak mudah bagimu untuk memutuskan untuk melakukan tindakan, tanpa memikirkannya terlebih dahulu. 

Tentu saja, tidak selamanya pemikir berlama-lama dalam pertimbangannya, sebelum sempat berbuat. Karena terkadang, pemikir perlu mengambil sikap sebelum waktu terus bergulir. Ya, karena saat ini dan detik ini adalah keharusan baginya untuk mengambil sikap, berbuat dan bergerak. Karena ia pun telah yakin, bahwa waktu sedetik saat ini tidak akan pernah terulang lagi. Makanya, ia berubah. 

Mempertimbangkan dan berpikir sebelum berbuat, ada baiknya. Agar, tidak tergegabahkan dan tergesakan ia dalam memberikan ekspresi ataupun sikap atas apa yang semestinya ia lakukan.  Selain itu, pribadi yang penuh dengan pertimbangan akan mencerna terlebih dahulu, bagaimana efek yang akan terhadirkan.

Seorang pemikir yang terkadang tidak gesit, tentu mempunyai kelebihan pula. Karena di balik kelemahannya yang penuh dengan pertimbangan, ia adalah seorang perencana yang baik.