Hadapi Kenyataan, Teman...

Posted by Unknown , Sunday, March 31, 2013 3/31/2013 10:22:00 PM

Tadi siang sebelum berangkat ke Gramedia Merdeka Bandung, aku sempat menuliskan beberapa tangkai bunga kalimat di dalam buku harianku. Ku kutip saja, yaa. Begini bunyinya: 
"Hari ini, aku ingin kehilangan lagi sepotong mimpi yang ku peroleh tadi malam. Ditandai dengan sebuah kenyataan yang aku alami hari ini. Dan kemudian aku dapat memotong lagi mimpi-mimpiku yang lain menjadi bagian-bagian kecil. Lalu ku ingin kehilangannya lagi, esok hari. Esok yang akan menjadi hari ini ku juga. 
~Aku tidak ingin bermimpi lagi. Namun aku hanya ingin memotong-motongnya. Karena ia telah terlanjur ada. Agar seluruhnya dapat ku genggam di dalam kenyataan.~
Begitulah teman, bunyi dari kalimat-kalimat yang aku selipkan di dalam catatan siang hari tadi. Dan aku sangat terkesan dengannya, pada malam ini. Mengapa? Karena aku sedang menerima kenyataan saat ini. Kenyataan yang aku yakin merupakan bagian dari impianku. Dan ia telah berhasil ku potong hari ini. Ini pertanda bahwa aku telah kehilangan sepotong dari impianku. 

O,... I am still try to understand it.

Ternyata memang ada hubungannya antara apa yang kita rencanakan, kita lakukan, kita inginkan dan kita dapatkan, yaa. Oleh karena itu, senantiasalah berencana. Rencana yang dapat kita lakukan hingga kita pun mendapatinya dalam kenyataan. Rencana yang bukan hanya berupa sebuah kata saja. Namun rencana itu telah berubah menjadi tindakan nyata. 

Ada hubungan antara catatan tersebut dengan kenyataan yang aku hadapi hari ini. Termasuk pula catatan dalam judul sebelum ini. Tentang marah. Ah, keduanya aku alami hari ini. Begini ceritanya,; tadi lagi, dalam perjalanan menuju Gramedia Merdeka, aku ikut dengan angkot. Karena tidaklah mungkin bagiku untuk berjalan kaki ke sana. Karena jaraknya yang sungguh jauh. Maka duduk manislah aku di dalam angkot, di kursi bagian belakang. Tidak di samping supir seperti biasanya. Walaupun ada kesempatan bagiku untuk ikut duduk di kursi depan, namun aku tidak mau, tadi.  

Saat berjumpa dengan angkot, aku naik dengan tersenyum. Karena ternyata ada seorang teteh yang aku kenali, sedang berada pula di dalam angkot yang sama. Angkotpun melaju.

Tidak berapa lama, teteh pun turun di tujuan beliau. Sedangkan sebelumnya, memang ada beliau sendiri, sebelum aku naik. Akibatnya, setelah teteh tadi turun, aku pun tinggal sendiri di kursi belakang. Dan supir pun sendiri di depan. 

Angkot terus melaju dengan kecepatan yang sedang. Tidak ngebut pun tidak pelan. Dan aku memandang ke luar jendela di sepanjang perjalanan. Ku buka sedikit kaca, agar dapat ku rasakan semilir angin yang bertiup dari luar. Sungguh segar terasa. Padahal saat itu terik mentari sedang giat-giatnya bersinar. 

Dari satu persimpangan ke persimpangan lain, angkot terus melaju. Dari satu perempatan ke perempatan berikutnya, aku pun menikmati perjalanan. Hingga tibalah pada sebuah perempatan di dekat Gasibu. Berhubung lampu yang berwarna merah sedang menyala, maka supirpun memperlambat laju kendaraannya. Hingga benar-benar berhenti. 

Beberapa menit setelah angkot berhenti, seperti biasanya, akan ada beberapa pengamen yang menyanyikan lagu-lagu untuk menghibur penumpang yang beliau dekati. Ataupun supir-supir yang sedang duduk sendiri di dalam mobil yang beliau kendarai. Intinya, para pengamen tersebut pun beraksi. Ada yang memainkan alat musik berupa gitar, kecapi, seruling dan sebagainya. Pun tidak jarang hanya menggunakan tepukan tangan sebagai alat musik alami. Tentu saja ditambah dengan nada-nada yang beliau lantunkan. Dan saat itu, ada seorang pengamen mendekati angkot yang aku tumpangi. Ia seorang laki-laki dengan kacamata hitam yang menempel di sekitar wajahnya. Dan dari gayanya, terlihat bahwa ia terkesan tidak sopan. Lagi-lagi aku mengalami nuansa yang aneh atas sikap beliau. Itu saja. Hingga akhirnya terjadilah perseteruan antara kami. Aku yang menanggapi sikap beliau dengan permohonan maaf, ternyata tidak beliau tanggapi dengan baik. Ah.... Aku benar-benar ingin marah. But... hanya mampu ku pandangi sang supir yang sedang duduk di depan, dari kaca yang mempertemukan mata kami. Tatapan yang mengisyaratkan beliau agar segera melanjutkan mengemudi. Kebetulan, lampu telah berubah menjadi hijau. Hayooolaaahhhh Pak, mari ... bisikku di dalam hati. Sedangkan seorang pengamen laki-laki tadi, akhirnya berlalu. Setelah angkot mulai bergerak lagi.  

Sungguh, aku tidak mengimpikan akan bertemu dengan penampilan sebagaimana yang aku kisahkan tadi. Tidak pula aku berharap akan mengalami tragedi yang membuatku sedikit ngeri. Hiiiiy, sungguh, apakah masih ada kesempatan bagiku untuk melanjutkan perjalanan lagi? Kalau seperti itu adanya, aku menjadi tidak berani ke mana-mana dech. Aaaaaaaa... kejadian yang membuatku sungguh ingin nangis, tadi. Karena pengamennya aneh.  Huwaaaaaaa... 

Oke, mulai lupakan kisah yang menyayat hati itu. Dan mari kita melanjutkan pada uraian berikutnya. Tentang peran ingatan, catatan, impian dan kenyataan. Ternyata mereka semua adalah keluarga yang senantiasa saling mengingat. Apabila kita mulai menyusun ingatan lalu merangkainya lagi dalam tulisan sebelum menjalankan, maka semuanya akan kita temukan dalam kenyataan. Sebagaimana catatan yang ku tuliskan pada paragraf dua catatan ini. Catatan yang menandakan bahwa aku ingin kehilangan sepotong mimpi, dan bertukar menjadi kenyataan yang aku alami. Ia pun terjadi. 

Setelah aku menyelesaikan keperluan di Gramedia Merdeka, dan membeli sebuah buku Akuntansi, maka aku pun bersegera pulang. Namun di perjalanan, aku teringat satu hal. Bahwa aku ingin membeli beberapa keperluan rumah tangga terlebih dahulu.  Diantaranya; beberapa sendok, makanan ringan, peralatan, dan termasuk juga kasur baru untuk Catchy dan Bonchu ;baca; keset. Semuanya akhirnya aku bawa pulang. Setelah mampir dulu di tempat perbelanjaan. Namun selain itu, ada satu benda lagi yang ternyata turut serta denganku, yaitu sebuah seprei dan bed cover. Ai,,, kok bisa, yaa? Benarkah ia pernah berada dalam daftar impianku sebelumnya? Buktinya, saat ini ia benar-benar ada dalam kenyataan. Kalau memang benar ada, berarti kini ia  telah terpotong  dari daftar mimpiku. 

Sungguh, sebelumnya aku tidak mengingat sama sekali akan dia dan dirinya. Namun, berhubung tadi lagi ada promo, maka akhirnya aku pun tertarik. Xiixiixiii, lumayan, mendapat potongan harga 30%. Hehehee.

Kini, Catchy dan Bonchu sedang tidur di atas keset biruku yang baru, di depan kamar. Sedangkan aku, siap-siap bersembunyi di balik lembaran bed cover bercorak bunga-bunga. Warnanya pink tua berpadu pink muda dan putih. Sungguh membuat nuansa menjadi cerah. Let's sleeping beauty. ^^
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

0 Response to "Hadapi Kenyataan, Teman..."

Post a Comment

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ