Kisah Secangkir Kopi di Malam Pertama

Posted by Unknown , Saturday, March 30, 2013 3/30/2013 11:36:00 PM

Malam ini adalah malam pertama bagiku, dengan secangkir kopi di hadapan. Kopi yang ku seduh dengan takaran yang seimbang dengan gulanya. Sehingga pahit yang berasal dari kopi tidak lagi begitu terasa, getirnya. 

Untuk meminum secangkir kopi yang sedang berada di hadapan, tentu aku belum biasa. Dan kalau ia sudah berada di sini saat ini, maka sebelum dingin merajainya adalah baik kalau ku cicipi beberapa sendok. Ssyyrruuuuppptttt.... manis rasanya. 

Aha! Ternyata begini rasanya kopi, yaa. Ada sedikit pahit yang mulai menyebar di lidah. Namun rasa pahit itu segera bersatu dengan manis. Manis yang berasal dari gula dan telah bersatu dengan air panas. Dan air yang panas itu telah mulai hangat. Sehingga aku dengan bebas dapat menyeruputnya dalam-dalam. Untuk kedua kalinya, ssyyyyrrrruuuuuupppppttt.... sungguh nikmat. Aduhai. 

Senyatanya, aku tidak telah menyeduh kopi beneran. Apalagi untuk menyeruput secangkir kopi yang mulai hangat, malam ini. Namun, semua hanyalah imajinasi saja. Berhubung saat ini, di depanku, di layar bercahaya ini sedang terduduk secangkir kopi sebagaimana yang aku maksud. Dan kelihatannya sungguh nikmat yaa, apabila setetes darinya sampai pula pada indera perasa ini. Lidah. 

Walaupun tidak dapat menyeruputnya secara langsung, namun aku percaya bahwa rasa yang ia tebarkan dapat ku nikmati juga.  Dan kini, ia mulai tersisa separuh saja. Karena semenjak tadi aku tiada henti mencicipinya. Bukankah sedikit demi sedikit akan menjadi banyak? Dan kebanyakan dari secangkir kopi itu pun telah berpindah ke dalam perutku melalui mulut. Hingga aku mulai merasakan kenyang. Lebih tepatnya adalah kembung. Karena aku kelebihan meminum air. Yha, selain kopi hangat, aku pun menyelinginya dengan makan nasi sesuap demi sesuap. Hap. Akhirnya habis jugaa... Ha?  (melongo)

Iya, malam ini aku baru saja menyantap menu makan malam. Karena aku baru mood dan menu yang sedari tadi telah ku siapkan, akhirnya baru ku raih. Sungguh kasihan ia. Dan kalau ku pikir-pikir, lebih kasihan lagi aku kalau tidak bersegera menghabiskannya. Karena ia akan menjadi mubazir dan bisa saja basi, beberapa saat lagi. Karena tidak berapa lama, hari akan berganti. Berhubung jarum jam terus berputar, dan tanggalan akan berubah menjadi tiga puluh satu maret. Yha, aku perlu bersegera, nie, kalau tidak mau makan selama dua hari. 

Kini, tepat pukul 11.18 PM waktu setempat, aku masih berusaha dan berjuang menyelesaikan suapan demi suapan. Oh, tengah malam, bukannya bobok nyenyak, malah masih bercengkerama dengan piring, sendok, secangkir kopi dan lembaran bercahaya ini. Dan aku sungguh suka nuansa seperti ini. Karena aku ingin melakukan hal-hal yang berbeda dan tentu saja sangat asing bagiku. 

Lalu, bagaimana dengan esok hari? Akankah aku benar-benar menyeduh secangkir kopi yang asli dan air yang hangat bersama asapnya itu akan menjadi temanku selanjutnya? Dan benarkah aku berani untuk meminum secangkir kopi di awal malam atau pada saat membuka hari, paginya? Bukankah dengan meminum kopi dapat berpengaruh terhadap kinerja mata kita? Kata orang-orang sich begitu. Namun aku ingat satu pesan yang aku terima sebelum melanjutkan perjalanan, beberapa tahun yang lalu. Pesan dari seorang yang sangat aku hormati, ku teladani dan kini aku menyadari bahwa pesan tersebut sungguh berharga. 

"Jangan langsung dan mudah percaya ketika menerima kabar dari orang lain, tanpa terlebih dahulu membuktikan atau menerima bukti yang jelas dan benar adanya. Jangan sampai saat menyatakan atau menyampaikan, kita malah belum mengerti sama sekali. Lalu mengikuti pesan yang sedang kita sampaikan dengan "... katanya, dan seterusnya." 

Dan karena aku tidak dibiasakan untuk menjadi seperti itu, maka akupun ingin menemukan bukti demi bukti dari apa saja yang aku dengarkan, aku terima informasi dan apapun yang ingin ku ketahui. Karena lebih enak kiranya, saat kita menyampaikan segala sesuatu yang benar-benar telah kita pahami dan kita jalani terlebih dahulu. Dan tidak hanya berasal dari informasi sekilas saja. 

Lalu, apa hubungannya dengan secangkir kopi yang telah kita bahas pada awal tadi? 

Walaupun pahit, sampaikanlah apapun pesan, kesan dan pengalaman yang kita ketahui dan pahami. Selama ia berguna dan dibutuhkan oleh orang lain dan tidak merugikan sesiapa. Taburilah ia dengan manis ingatan akan makna yang terkandung di dalam pesan tersebut. Karena bisa saja, pengalaman, pesan dan kesan yang bagi kita pahit rasanya, bagi orang lain dapat terasa manis adanya. Ketika ia mengalami pula, setelah kita. Karena ia telah terlebih dahulu mengetahui dari kisah yang kita alami sebelum mengalami sendiri. Lalu, begitu pula dengan kita. Gemarlah menemukan kepahitan demi kepahitan yang orang lain alami dalam menjalani kehidupan ini. Dengan demikian kita tidak merasa sedang merasakan pahit sendiri. Karena ternyata, selain kita telah banyak para pendahulu yang mengalaminya pula. Rajinlah menggali ilmu dan pengalaman dari sesiapa saja yang kita yakini mempunyai. Maka hari-hari yang kita jalani menjadi semakin indah adanya. 

***
Tidak terasa, menu makan tengah malam pun telah habis. Dan aku perlu meneruskan aktivitas berikutnya. Tidak bersamamu lagi, wahai secangkir kopi. Namun bersama secangkir mimpi yang ingin ku temui. Have a nice dream, but let's sikat gigi dulu sebelum bobok, and berwudu' plus ingat akan kematian senantiasa. Karena tidak dapat kita duga, akankan esok masih milik kita...??? Wallaahu a'lam bish shawab. C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Senyuman Seindah Sinar Mentari

Posted by Unknown , 3/30/2013 08:34:00 PM

Harga karcisnya Rp 2.ooo,- (Dua Ribu Rupiah) saja. Dan aku sempat pula menanyakan kepada petugas yang mengantar kami, "Kapan saja jadual bukanya, Pak?" 

"Setiap hari libur, pukul sepuluh sampai dengan lima sore," jawab beliau, laki-laki yang menggunakan jaket hitam tersebut. 

"Kalau begitu, apakah hari-hari biasa tidak buka, Pak?," tanyaku lagi.

"Mau berangkat sama rombongan?," tambah beliau pula. 

"Kalau iya, bagaimana, Pak?," aku melanjutkan tanya. 

"Kalau rombongan, setiap hari juga bisa," ungkap beliau menutup rasa penasaranku yang sebelumnya masih membuka.  Sedangkan aku segera manggut-manggut, memaklumi dan segera masuk ke dalam lift yang telah  membuka. 

Awalnya, hanya ada aku sendiri di dalam lift yang akan menuju lantai 19 (sembilan belas) itu. Namun beberapa saat kemudian, ada kiranya yang akan ikut juga. Dan akhirnya aku tidak jadi berdua saja, dech, dengan petugas yang akan mengantarkan. 

Ada tujuh orang lainnya selain aku, di dalam lift yang sedang bergerak naik. Sedangkan suasana berubah menjadi hening. Hanya ada beberapa kali bunyi nada terdengar, yang menandakan bahwa kami sedang berpindah pada lantai yang lebih tinggi. 

Semenjak awal mengetahui bahwa pintu menara sedang dibuka, aku senyum-senyum saja. Antara ada dan tiada, pikirku mengawang dan mengangkasa. Antara percaya atau tidak, aku perlu percaya dan mempercayainya. Antara impiankah ini, atau telah menjadi kenyataan, aku masih berusaha untuk menyadari. Aku perlu lebih sering lagi bangun pagi, kiranya. Agar impianku tidak hanya mimpi semata. 

***
Jum'at yang lalu, tepatnya kemarin. Setelah berkunjung ke rumah Teh Ashafi di Katapang, aku pun balik ke Bandung. Karena aku perlu meneruskan cita dan perjuangan di kota ini. Sedangkan kunjunganku ke rumah Teh Ashafi adalah dalam rangka menemui seorang bocah mungil yang telah hadir ke dunia, Ashraf Azhari Wicaksono, nama yang indah yaa. Ashraf adalah putra pertama Teh Ashafi. Tentang siapakah Teh Ashafi, telah ku ceritai engkau teman, dalam bulan Mai tahun 2012 yang lalu. Silakan temukan informasinya di sana. Beliau adalah salah seorang sahabatku di kota ini. Sahabat baik. Dan kini, beliau telah mempunyai buah hati. 

Kembali dari rumah Teh Ashafy, aku tidak langsung menuju kost-kostan. Karena aku mau jalan-jalan dulu. Dan salah satu tujuan yang sedang aku perhatikan dari kejauhan adalah sebuah masjid di kota ini. Masjid Agung Bandung. 

Dari kejauhan, telah terlihat dua menara kembar yang sedang berdiri menjulang hendak merangkul awan. Dan aku sangat ingin berdekatan dengannya. Walaupun hanya berada di bawahnya, untuk sementara waktu, tentu aku suka. Mau ngadem sejenak, inilah salah satu tujuanku. Karena cuaca pada siang hari itu sungguh terik sangat dan membuat wajah ini seakan hot sungguh karena panasnya. 

Dalam perjalanan sebelum benar-benar sampai di lokasi masjid Agung, aku sempat melirik-lirik sejenak di pinggir jalan. Dan aku bertemu teman baru lagi. Teman yang aku kenali, dan akhirnya aku persahabati. Tidak lupa pula aku mengajak dua diantaranya membersamaiku dalam perjalanan pulang. Dua buah buku tentang perjalanan pun ku beli. Kini, saat ini, kami masih bersama. Ia sedang duduk manis di sisiku.

Masih di masjid Agung, untuk lebih kurang dua jam lamanya, tidak terasa olehku. Karena tiba-tiba, jarum jam telah menunjukkan waktu pukul 4.16 PM. Nah, beberapa puluh menit sebelum angka jam tersebut muncul, aku sedang berada di dalam menara masjid Agung. Ohohooo... pengalaman pertamaku, lho. Dan aku sangat berkesan dengannya. Setelah semenjak lama berencana untuk menginjakkan kaki di dalam menara tersebut, akhirnya sampai juga. Betapa lama aku menunggu, dan akhirnya berujung pertemuan. Kamipun bersalaman, berpelukan, bergembira, bersenyuman. Hingga semilir angin yang bertiup dari beberapa jendela yang merenggang, turut merestui pertemuan pertama kami. Terima kasih wahai angin, engkau mengajakku serta bersama semilirmu. Yaaaa.... baiiik, bawalah juga aku, hingga ke ujung dunia.

Pengalaman pertama memang berkesan. Dan aku ingin mengingat kesan yang pengalaman pertama sengaja titipkan dalam perjalanan kehidupanku. Alhamdulillah... indahnya memandang alam kota Bandung dari  ketinggian yang tidak sedepa. Ketika itu, mentari sedang terik-teriknya bersinar, menjelang pukul empat sore.  

Senyuman mentari sore itu, masih sama seperti ketika aku masih mengimpi dulu. Mentari tersenyum bersamaku.. Dan aku tersenyum seindah senyumannya. C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

A Trip to Katapang

Posted by Unknown , 3/30/2013 07:56:00 PM

Tahukah engkau, teman... kebaikan supir angkot itu seperti apa? Sang supir menyapa dan mencari sesiapa saja yang mempunyai tujuan sama dengan beliau, yaitu calon penumpang. Yang untuk selanjutnya akan menjadi penumpang di dalam mobil yang beliau supiri. Dan sebagai salah seorang dari penumpang-penumpang tersebut, aku mempunyai pengalaman sekaligus kesan yang sangat ingin aku sampaikan di sini, sekarang.  Yaitu tersenyumlah kalau banyak penumpang lain yang bersama denganmu di dalam angkot itu, karena kini engkau tidak lagi berdua saja dengan sang supir. Walaupun terkadang keadaan memaksamu untuk berdesak-desakan dengan penumpang lainnya, maka nikmati saja. Dengan demikian, engkau menjadi jalan mengalirnya rezeki  sang supir yang mobilnya engkau tumpangi. 

Bukankah supir sungguh baik kepadamu? Kenangkanlah satu kesan ini, ketika engkau ingin menggerutu atas ketidaknyamanan yang engkau alami pada suatu waktu tertentu.  Karena engkau adalah penumpang. Yah, penumpang yang kudu ikut supir. Kalo engga, ya turun saja.  Kemudian lanjutkan perjalanan dengan kaki-kakimu yang siap melangkah. Melangkahlah lagi, karena engkau belum sampai ke tujuanmu, bukan? 

Adapun inti kesan dan pengalaman yang selanjutnya adalah -pelajaran untuk bersabar sedang mendekat kepada kita pada saat yang sama.  

Bukankah kebaikan dari sang supir telah engkau temukan? Kalau belum, tentu engkau bersegera untuk berbuat sebagaimana maumu.  

Yuhu... catatan singkat ini terangkai dalam perjalanan menuju humz Teh Ashafi beberapa hari yang lalu.  Ketika aku sedang duduk manis di kursi paling depan, tepat di samping sang supir yang sedang mengemudi. Dan pada saat yang sama, di sepanjang perjalanan, aku sedang membayangkan keadaan yang dialami oleh para penumpang lainnya di belakang kami. Karena memang sedang ramainya para penumpang yang turun dan kemudian naik angkot. Mulai dari ujung jalan hingga ke ujung lainnya, aku enjoy my trip. Sedangkan dengan penumpang lainnya, entahlah. I hope, too.
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Rindu Sangat Aku Padamu

Posted by Unknown , 3/30/2013 07:43:00 PM

Di saat kerinduanku sedang berada pada puncaknya seperti sekarang, hanya ada satu hal yang aku inginkan, "Menatap sorot indah mata elangmu." Seperti yang saat ini aku alami, adakah engkau pun sedang merindukanku? Adakah ingatanmu sedang bertengger di pucuk namaku? Sehingga apa yang sedang aku rasakan engkau pun juga mengalaminya?

Ketika rinduku semakin menumpuk seperti sekarang, aku merasakan jantungku berdetak lebih kuat.  Sehingga seakan ada yang menariknya. Dan aku jalani semua ini dengan berai bulir bening yang mengalir di permukaan pipi... perlahan. Seraya aku merindu berada di dekatmu dan hilang dalam pelukanmu. Di sana aku mengalami keteduhan sejati. Di bawah atap cinta dan kasih sayang yang menaungi, kita pun bersenyuman.

Dalam nuansa kerinduan yang seakan tidak bertepi sebegini, aku mensenyumi saat-saat kita bersama. Setelah masa itu menjauh pergi. Dan aku pun mengalami tarikan darinya. Ia menarik sebagian dari hatiku di sini. Masa yang tidak mungkin akan kembali lagi.

Begini, ya. Kalau rasa seperti ini yang disebut rindu, maka aku ingin terus bersam-sama dengannya. Sehingga aku senantiasa menjadi perindu. Rindu pada tatapan mata yang membuatku segera mengangkat wajah. Karena aku merasakan ada hangat yang tiba-tiba membasahi pundakku. Engkau terharu saat mendekapku, ya? Dan pada saat yang sama, airmataku pun meluruh setetes demi setetes. Kemudian semakin banyak pula ia, hingga membanjir. Tidak mengapa, kalau aku pun akhirnya tenggelam di dalam lautan yang ia cipta. Dan aku dapat menikmatinya dengan baik.

Dalam rindu yang menggelora, ku rasa jiwaku terbakar dan melepuh hingga ia tidak berwujud lagi. Karena ia telah meleleh dan melebur. Dalam kondisi demikian, masih ku usaha agar ia senantiasa terjaga. Aku ingin menjaganya, itu saja. Sampai ketika masa pun datang, kita bersua lagi. Mohon doanya agar kuasa-Nya kuatkan aku dalam menjalani semua ini. Derita yang ku sebut luka yang penuh dengan kenikmatan. Nikmat terasa karena ia bernama rindu.  Ahay, walau jelas terasa aku akan mati karena menanggung semua ini, aku akan terus menikmatinya.

Rindu itu ketika terasa perih bercampur hangat di dalam hati, dan kita sedang berjauhan pada saat yang sama.
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7