Ingin Pulang...

Posted by Unknown , Thursday, March 7, 2013 3/07/2013 11:07:00 PM

http://bobwama.wordpress.com/2009/01/17/white-collar-job/
Ada banyak juga ternyata, jejak-jejak yang menempel di lapangan penuh rerumputan kata. Hingga aku terkadang tidak dapat percaya dengan sesungguhnya. Karena aku pikir, ini hanya sarana untuk berbagi saja. Berbagi suara hati dan untaian kata yang tidak dapat mengalir melalui nada suara di sepanjang perjalanan kehidupan ini. 

Kini, hingga detik ini, aku dapat saksikan beberapa di antara jejak-jejak yang ada. Ya, mereka yang masih membekas dengan jelas, karena belum tertimbun oleh debu-debu masa. Ia pun belum bersembunyi di antara lembaran dedurian yang beberapa waktu lagi, tentu akan meninggi. Dan aku pun memperhatikan ada juga ia dan dirinya di balik kerikil dan pasir yang bertaburan dengan bebas. Aku mensenyuminya, senyum penuh dengan makna. 

Hingga sejauh ini, kita melangkah bersama, aku cukup bahagia. Semenjak aku asyik dengan langkah-langkah ringanku seraya bersiul di sepanjang perjalanan. Sampai akhirnya kita berjumpa dan melanjutkan perjalanan bersama-sama. Benar, sejauh ini aku berkesan dan menemukan banyak pesan pun kenangan dari perjalanan dalam hari-hari kita. Dan setelah ku terlusuri dengan saksama, aku temukan memang, banyak aneka jenisnya yang tentu saja tidak sama. Karena masing-masing hari, memberikan satu warna yang unik pun mengenangkan. Walau terkadang, memang aku seakan tidak percaya saat menjalaninya. Dan hal itu ditandai dengan belum jelasnya jejak yang menempel di permukaan catatan. Hanya membayang. Namun dibalik semua itu, ternyata banyak pula langkah-langkah yang jelas, kuat dan membentuk lambang yang membentang dengan leluasa. 

Telapak kaki. 

Dan hingga sejauh ini, benar-benar ingin ku sampaikan padamu, teman. Terima kasih yaa. Karena engkau pun menjadi bagian dari perjalanan kehidupanku.  Walaupun untuk selanjutnya, engkau akan bertemu dengan persimpangan yang dapat engkau pilih. Sedangkan aku pun begitu. Namun dalam yakinku, kita tetap di jalan yang sejalur. Agar kita dapat lebih sering bersama-sama. Untuk meneruskan segalanya. 

Walaupun pada awal melangkah kita tidak pernah saling berjanji untuk bersama seperti ini. Namun aku sangat yakin, bahwa Ada Yang telah Menjanjikan pertemuan kita ini, di sini.  So, tetaplah melangkah, yaa. Sekalipun aku sedang not beside you. Namun yakinlah bahwa aku ada di sisimu saat engkau mengingatku, kapanpun itu. Lalu, bersyukurlah atas ingatan yang masih ada bersamamu. 

Engkau...

Ketika engkau sempatkan beberapa detik waktumu untuk berpaling sejenak, untuk mengawasi perjalananku, namun tidak engkau temukan aku sedang melangkah di samping belakangmu, maka tolong doakan aku, semoga dapat segera menyusulmu lagi. 

Aku...

Ketika aku menyadari bahwa memang langkah-langkahku belum lagi dapat mengayun dengan lekas dan gegas, maka aku berusaha dan berjuang untuk mempercepatnya dan menata agar ia terus mengayun dengan tegas. Agar aku dapat mengetahui kondisimu. 

Kita...

Saat sedang asyik dengan keriuhan suara yang berasal dari luar diri kita, semoga kita dapat segera mengimbanginya dengan suara yang berasal dari dalam diri kita. Agar, kita tidak terlalu lepas dalam mengekspresikan apa yang perlu kita sampaikan dalam nada suara. Semoga semakin merunduk adanya hati, atas kejanggalan yang ia temui. Dan dapatlah ia memetik pesan penting dari semua itu. Untuk selanjutnya, mengembalikan semua pada Pemiliknya. 

Engkau, aku, kita...

adalah bagian dari kehidupan,

sedangkan kehidupan adalah jalan yang kita tempuh untuk dapat sampai pada tujuan. 

so, selagi kehidupan masih ada, maka jalan itu pun masih ada. 

selagi kita masih ada, jalan tentu saja masih ada. 

Teruslah melangkah, bergerak dan menyusuri sisi-sisi perjalanan kehidupan ini, teman. Karena kita tidak pernah tahu, apapun, kalau kita tidak ke mana-mana. 

Dan dalam kesempatan ini, bukan berarti kita berpisah, berjarak atau tidak lagi selangkah di jalan yang sama. Namun sesungguhnya kita sedang memulai untuk menjejakkan langkah-langkah yang berikutnya. Langkah yang mungkin saja kita tidak akan pernah tahu akan dapat berjumpa lagi? Atau malah semakin mendekatkan kita. Makanya, keep on your step, yach! 

Teman...   Aku akan merindukanmu.  ^^

=== Setelah merangkai catatan ini, ku putar sound : Souljah - Hanya Ingin Pulang dan kurasakan desiran di dalam kalbu. Hu! Sendu. ===
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Happy Day, Yani...

Posted by Unknown , Monday, March 4, 2013 3/04/2013 11:41:00 PM

Sampai saat ini, awal menulis paragraf ini, aku mendapat dua pesan singkat via handphone:
  1. Halo cantik! Happy Birthday ya moga banyak rezekinya, tambah dewasa, sehat selalu dan  semoga cepet nikah ya. Hehe :-)   --- Aamiin ya Rabbal'alamiin. Ya, Allah, kabulkanlah doa hamba-Mu ini. Beliau yang mendoakanku sedangkan aku tidak mengetahui siapakah beliau? Aku ga tau siapa yang ngirim pesan ini. Xixii. :D Tapi aku akan ingat selalu doa ini. Walau tak jumpa dalam temu sapa. Oia, klo pengirimnya sempat membaca catatanku ini, tentu akan sangat kecewa, yaa.  --- Yoyoi tapi sory dory mory gak bisa ngado. Heu," tentu begini jawaban beliau.
  2.  Mbak Yani Honey Bunny Sweety... Met milad yaa. Maaf aku udah ga barengan di sana lagi... Tapi masih ngedoain aj, da bisanya ngasih doa...  Mudah-mudahan diberkahi  umurnya, dimudahkan jalannya, cepet lulus, cepet ketemu  sweetheart -nya ya... plus tambah cantik ya... Luv you. Luv u... :-*  --- Amiin ya Rabbal'alamiin. Ku terima doamu teman dengan sepenuhnya. Dengan harapan Allah mengabulkan doa dari seorang saudari sesama muslim kepada saudarinya yang lain. Kalau pengirim pesan ini, aku tahu. Beliau adalah eks tetanggaku nan manis sungguh romantis. Ya, saksikanlah rangkaian kalimat yang beliau selipkan di antara spasi-spasi itu. Semua manis, bukan? Ai! Baru beberapa hari yang lalu, kami berpisah. ** Bukan cerai, yaaa.. Yet Yet, namun pisah sementara. Semoga kelak kita kembali jumpa dalam nuansa yang berbeda. Kalau bukan di dunia, semoga di akhirat kelak, kita kembali bertetangga. Aku rindukan kebersamaan kita yang dulu, kembali terulang lagi. Ada hubungan persaudaraan dan kekeluargaan yang begitu berkesan selama menjadi tetanggamu, teman...
Udah. Dua aja hingga saat ini pesan yang aku terima. Dan aku ingin mengabadikannya di sini, salah satu lembaran catatan perjalananku dalam kehidupan di dunia. Agar aku mengingati bahwa ada doa yang mencurah padaku dari dalam hati pribadi-pribadi yang berada nun jauh di sana. Walaupun aku terkadang tidak menyadarinya. Dan beliau-beliau ternyata mengingatku pula. Ai! Aku bahagia. 

Eh, ketika aku lagi merangkai kalimat-kalimat di sini, tiba-tiba ada pesan masuk berikutnya. Xixii. Kalau ini dari Siti. Siti, beliau juga eks tetanggaku di kost-kostan Bapak Darsono. Kini, Siti sudah balik kampung ke Garut, kota penghasil Dodol. Banyak kenangan pula bersama Siti, semenjak kami berjumpa untuk pertama kali, bersama hingga berkali-kali, karena Siti pernah pindah dari kost-kostan tempat kami bersama untuk beberapa bulan, lalu kembali lagi. Ai! Tentu Siti kembali karena ia sangat merindukanku. Oh,... betapa aku bersyukur menjadi tetangga Siti. Adakah Siti juga? Mari kita baca beberapa kata yang Siti kirimkan baru saja. Let's :  
  • Bundo, met milad ya! Semoga sisa umurnya makin berkah, cepet nikah and segera selesaikan skripsi. Mudah-mudahan dapat yang terbaik. Maaf ga bisa ngasih kado, cuma bisa ngucapin aja.  ---  Amiin ya Rabbal'alamiin. Sitiiiiiiiii...  Yaiyaaa, Siti. Makasih yaa, engkau yang seringkali peduli, tidak segan memberiku beberapa rangkai kalimat pengingat, agar tidak lupa jadual yang perlu ku jalani. Dan kini, ketika engkau jauh di mata, masih saja mengingatkan apa yang perlu ku selesaikan. Skripsi. Xixi, InsyaAllah. Dengan dukungan doamu, Nak. Semoga cita ini berai dalam semester ini. Sungguh perjuangan yang perlu konsentrasi dalam menjalaninya. Dan semangat! Hehe. Siti. --- Kapan-kapan kita naik kereta api yang seribu lagi, yuukks?
Banyak hal yang terkadang kita belum lagi menyadari. Ternyata menjadi sangat berarti bagi kita dan kita benar-benar menyadarinya, setelah ia berjarak dengan diri. Dan salah satunya adalah pedulinya seorang teman yang sangat mempedulikan kita. Aku perlahan-lahan mengembalikan ingatanku pada beberapa masa yang membuatku segera mengenali diri. Lalu menanya padanya seringkali. Tanya yang membuatnya segera mengingati. Ingat akan makna kehadirannya di dunia ini. Ah! Sudahkah ia menjadi peduli? Peduli pada sekitar? Peduli pada hal-hal yang membuatnya menjadi lebih bermanfaat dan bermakna? Karena citanya semenjak dulu memang demikian. Menjadi seorang pribadi yang bermanfaat bagi sesiapa saja di dalam hari-hari. 
Bersama Siti, aku belajar banyak hal baru. Dari seorang yang usianya lebih muda dariku, dapatlah ku jadikan sebagai salah seorang guru dalam kehidupan ini. Karena dari beliau, aku belajar tentang kepedulian. Walaupun tidak mudah dan ringan. Namun kalau kita berusaha untuk terus berlatih, belajar dan menemukan teladan-teladan di sekitar, maka kita pun mampu. Dan yakinlah bahwa kita bisa, kalau kita percaya bahwa kita bisa berarti bagi sesama. Dan arti kita tidak lagi bagi diri sendiri. Namun bagi lingkungan yang lebih luas lagi, selain diri kita. 

Dan pada detik-detik terakhir usiaku yang sudah lebih dari seperempat abad ini, aku ingin menjadi seorang yang lebih bermanfaat lagi. Bermanfaat bagi diri, bagi sesama dan bagi orang-orang terdekat denganku.  Kemudian, bagi orang-orang yang dekat dalam ingatan, lekat di dalam hati, walaupun berjarak raga. Aku ingin menjadi bagian dari kebahagiaan beliau. Kebahagiaan yang memancarkan senyuman pada lembaran wajah beliau, pada saat beliau mengingatku. Kebahagiaan yang menyenangkan hati beliau, pada saat aku mendoakan beliau di dalam kesempatan terbaikku. Dan kebahagiaan buat dunia dan akhirat kami. Karena aku tidak hanya ingin berarti saat ini saja, namun hingga akhir nanti. Di alam yang berikutnya. Pun tidak hanya di dunia ini nan maya, apalagi di dunia nan fana. Beginilah salah satu harapanku untuk hari-hari yang berikutnya. Harapan yang ingin ku, agar ia menjadi kenyataan. Kalau nyawaku masih membersamai raga setelah detik ini. 

Ada pertanda kita berharga, kalau ada yang membutuhkan kita
Ada buktinya kita bermakna, saat kepergian kita menyisakan duka
Ada saatnya kita berbahagia, ketika kita bersama dengan beliau-beliau yang kita cinta. 
Lalu, kapankah terakhir kali engkau berbahagia, teman? 
Dan siapakah yang engkau cinta teman?

Cintai diri awal bahagia,
sampaikan padanya "Happy Birthday Yani..."
dan Kupu-kupu Cinta, kupersembahkan padanya,
semoga menjadi kupu-kupu yang indah yaa... 
di taman hati sesiapa saja yang mencintaimu dan engkau cintai
hingga akhir...
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Istiqamah, Ikhtiar dan Istikharah

Posted by Unknown , 3/04/2013 07:12:00 AM

Bahasa indah yang dapat memantapkan ikhtiar kita adalah istiqamah. Sedangkan istikharah untuk memantapkan keyakinan atas ikhtiar yang kita istiqamahkan. Karena diantara banyak ikhtiar yang kita lakukan dalam menjalani kehidupan, adalah istiqamah yang mengikat kita untuk menjalankan ikhtiar hingga ke ujungnya. Sehingga kita tidak berhenti begitu saja, ketika di depan kita temui jalan sedang berpagar duri. Padahal kita mau lewat. Nah lha, bagaimana cara agar dapat melewatinya? 

Untuk berbalik arah kita tak mungkin. Apalagi untuk berdiri lama tegak begitu saja tanpa melakukan apa-apa. Maka satu kata istiqamah, yang telah kita genggam dengan erat dan kuat lalu kita selipkan di ruang hati, insyaAllah dapat menjadi jalan yang menggerakkan kita untuk dapat melalui rintangan tersebut. 

Atau, kita berusaha untuk menemukan jalan lain selain jalan yang ada, agar kita dapat terus melanjutkan perjalanan. Itulah arti penting istiqamah. Ia menggerakkan kita. Ia terus mengingatkan kita. Ia menjadi salah satu pemicu tekad kita. Ia menjadi pendukung yang tidak akan pernah meninggalkan kita, selagi kita senantiasa membersamainya. Oleh karena itu, istiqamahlah atas apa yang kita rencanakan. Jalanilah dengan penuh kesungguhan. Maka rencana tidak hanya sebuah kata, namun ia memberai di dalam rangkaian upaya. 

Orang yang istiqamah, sudah tentu penuh dengan ikhtiar. Sedangkan ikhtiar yang kita lakukan tentu tidak satu ataupun dua, bahkan lebih banyak.  Dan terkadang kita belum dapat bertemu titik terangnya. Apakah ikhtiar kita berhasil ataukah masih membayang-bayang? Padahal kita sangat ingin memperoleh kejelasan. Kejelasan yang membuat kita menjadi semakin yakin bahwa ikhtiar kita tidak sia-sia. Maka kita pun perlu menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Allah subhanahu wa Ta'ala. Dan memohon petunjuk-Nya atas apa yang sedang kita pilih. Karena kita tidak tahu mana yang terbaik. Apakah dengan tetap melompati pagar berduri, untuk dapat sampai depan dengan risiko tentu tergores. Atau ada jalan lain yang dapat kita lewati, namun agak jauh dikit. Sedangkan jalan tersebut kita belum pernah melewati sebelumnya. 

Inilah pentingnya istikharah. Ketika kita sedang kebingungan.  Bingung dalam perjalanan.  Agar kita dapat memperoleh keyakinan dan mantap dalam menjalani pilihan-Nya. Ya, setelah itu, kita kembali lanjutkan ikhtiar dengan istiqamah. 

Dan disetiap langkah-langkah yang terayunkan, yakinlah bahwa kita sedang menjalani pilihan-Nya yang terbaik. Oleh karena itu, bersyukurlah apabila semua itu kita inginkan sebelumnya. Dan tingkatkan kesabaran apabila memang sebelumnya kita tidak inginkan hal yang serupa. Dengan demikian, kita menjadi orang beriman yang segala perkara adalah baik baginya. Sebagaimana tertera dalam hadist berikut : "Artinya: “Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Semua urusannya baik. Dan yang demikian tidak dapat dirasakan oleh siapapun selain orang beriman. Jika ia memperoleh kebahagiaan, maka ia bersyukur. Bersyukur itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa mudharat, maka ia bersabar. Dan bersabar itu baik baginya.” (HR Muslim 5318)"
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

Jalan Hidup

Posted by Unknown , Sunday, March 3, 2013 3/03/2013 06:57:00 AM

Jalan hidup kadang berliku, ada turunan dan pendakian. Namun tidak sedikit pula kita bertemu dengan jalan yang lurus dan datar. Jalan yang membuat kita memiliki ketenteraman saat melaluinya. 

Ketika kita bertemu dengan jalan yang menukik dan menurun, tentu kita membutuhkan strategi sebelum menempuhnya. Agar, kita tidak meluncur begitu saja, tergegas tanpa rem dan kendali. Akibatnya, kita juga yang capai bukan?  Karena berjalan di penurunan, membuat kita melangkahkan kaki dengan lebih cepat dari sebelumnya. Semoga kita tidak tergesa, karena kita kan sampai jua. Hanya saja, perkuat kendali langkah. Agar ia tidak salah arah.  Ingatlah, sisi-sisi kiri dan kanan jalan, masih ada. Dan di sanalah kita perlu kembali merehat raga sejenak. Ketika kita belum yakin dapat melanjutkan. Agar tak sakit ketika jatuh. 

Ketika bersua dengan pendakian, yang mulai terlihat di depan mata. Maka satu hal yang dapat kita lakukan adalah memperkuat keyakinan. Keyakinan yang memberi kita kemauan untuk kembali bangkit dan lanjutkan perjalanan, setelah raga terlelah saat berjalan.  Karena adanya jalan yang mendaki, merupakan pertanda bahwa kita sedang berproses untuk menuju pada tempat-tempat tertinggi. Ingatlah, bahwa memandang alam dari ketinggian, tentu mempunyai nuansa yang berbeda, teman. So, berapapun derajat ketinggian jalan yang akan engkau tempuh selanjutnya, jalani ia dengan sungguh-sungguh. Dengan senyuman penuh harapan. Bahwa engkau mampu bersama Allah Yang senantiasa Dekat. 

Lalu, saat jalan hidup yang engkau temui selanjutnya datar, segeralah edarkan arah pandang pada sekeliling. Dengan mempedulikan keadaan sekitar. Seraya memberikan sapaan hangat pada sesiapa saja yang sedang beriringan denganmu.  Sedikit berbagi kisah yang kalian jalani sebelumnya, tentu membuat langkah-langkah yang sedang menapak semakin lekas. Karena kalian telah lewati beraneka jenis jalan dan penuh dengan ragamnya. 

Engkau dapat berkisah tentang kesan yang engkau alami saat berada pada pendakian yang membuatmu terlelah saat menempuhnya. Engkau dapat menyampaikan beberapa pesan atas pengalamanmu dalam menempuh jalan yang menurun dan menukik. Pun, sampaikanlah pula bagaimana kenanganmu saat berada di jalan-jalan yang penuh liku. Ketika engkau bersua dengan persimpangan yang satu, kemudian di depan sana ada persimpangan yang berbeda. Ceritakan pula, bagaimana engkau terkagetkan saat telapak kakimu berdarah. Karena ia terinjak deduri yang menusuknya. Tentang peerrriiihnya yang menyisakan luka. Tentang proses yang engkau tempuh saat mengobatinya. Tentang obat-obatan yang engkau bubuhkan pada permukaannya. Pun sesiapa saja yang membantumu dalam merawat luka itu. Kisahkan saja dengan untaian kalimat sederhana yang mengalir dari nada suaramu. Dan engkau akan menemukan ekspresi yang tidak sama, dari wajah yang engkau ceritai. Ketika engkau berkisah dari satu episode hidupmu yang satu dengan yang lainnya. 

Engkau pun pernah bersua dengan pasangan insan yang akhirnya menjadi jalan bagimu untuk sampai ke sini, di sini, hingga saat ini engkau dapat melanjutkan langkah-langkah dengan indah, bukan? Ingatlah, ingat beliau semua dengan ingatan terbaikmu. Lalu, ejalah nama beliau di antara rangkaian doa yang engkau pintakan selepas shalatmu. Ukir pula wajah-wajah beliau, bagaimanapun ekspresi yang dapat engkau bayangkan, pada saat yang sama. Dan semoga, beliau tersenyum pada saat itu juga. Karena engkau pun tersenyum, akhirnya. Saat menyadari, bahwa beliau begitu berharga bagi kehidupanmu. Beliau adalah bagian dari jalan hidupmu. 

Beliau, orang-orang baik yang engkau temui di perjalanan, tentu telah membangun kemah-kemah. Sedangkan engkau, ketika menjumpa beliau,  ikut berrehat pula ketika malam, di dalam kemah-kemah tersebut. Lalu, di siang harinya, engkau pun menjadi bagian dari aktivitas pekemah. Sebelum akhirnya, esok hari engkau pun berpamitan dari beliau. Karena engkau akan melanjutkan lagi perjalananmu. Engkau belum sampai pada tujuanmu. 

Dari satu kemah ke kemah lainnya, engkau pernah mampir. Berlindung dari teriknya sinar mentari yang menyengat. Lalu berteduh dari terpaan rintik hujan yang akhirnya mengguyur persada. Engkau temukan kesejukan di dalam kemah-kemah tersebut dan engkau pernah pula merangkai cita saat berada di dalamnya. Cita yang engkau tuliskan dengan bahasamu nan lugu dan belia. Engkau begitu polos ketika merangkainya. Karena engkau memang demikian adanya. 

Untuk merangkai cita, kita memang perlu apa adanya. Karena kita tidak dapat berpura-pura. Apalagi untuk mereka-reka suara hati. Ia yang sedang berbicara, sungguh sampaikan apa yang sepenuhnya ia rasa dan alami. Lalu, dengan sedikit polesan airmata, terkadang lembaran catatan itu pun basah jua. Hahaa, indahnya saat mengenang semua. Bahkan tidak jarang pula airmata pertanda bahagia mengalir dengan seenaknya. Tak dapat engkau membendungnya lagi. 

Ketika kita bertemuan dengan orang-orang baik, kita dapat saja menangis seketika. Karena kita terharu. Saat kita bersua dengan beliau-beliau yang menjadi jalan hidup kita selanjutnya, tentu bahagia tiada terkira di dalam jiwa. Karena kita dapat menyambung harapan lagi. Harapan yang kita ulas dan kumpulkan kembali saat ia mulai berserakan. Lalu, mengemaskan dalam satu wadah saja. Kemudian kita titipkan di tempat terbaiknya. 

Jalan hidup memang penuh dengan kesan. Ia memesankan, ia menjadi kenangan setelah kita melaluinya. Dan kalau kita inginkan jalan hidup kita itu penuh dengan jejak-jejak kita yang abadi, maka merangkai beberapa pesan dan kesan setelah menjalaninya, tentu menjadi pilihan yang tepat, baik dan bijak. Iyhaaaaaa, kaannnn. 

Aku seringkali menitipkan pesan pada catatan. Atas apa yang baru saja aku alami dan aku jalani. Agar aku menjadi teringatkan lagi pada suatu hari berikutnya. Bahwa aku ternyata pernah menemui hal yang serupa. 

Jalan hidup. Ada banyak jalan hidup kita. Dan jalan hidup itu adalah sesiapa dan apa saja yang kita temui dalam perjalanan kehidupan ini. Lalu, sudahkah engkau mendata kembali jalan hidupmu, teman? 

Catatan ini ku rangkai pagi ini, seiring dengan mulai meningginya sang mentari. Mentari yang mengingatkanku pada sesosok insan yang sangat ku hargai dan sayangi sepenuh hati. Insan yang menjadi bagian dari jalan hidupku. Insan yang saat ini sangat ku rindui. Karena hingga detik ini, kami belum dapat bersua dalam tatap mata yang berkedipan. Kami belum dapat bergenggaman jemari untuk saling mengalirkan kehangatan. Kami sedang berada sangat jauh. Dan jarak yang membentang di antara kami, tidaklah selangkah dua langkah. Sehingga kami tidak dapat menjumpa satu dengan yang lainnya kapanpun kami inginkan. Oleh karena itu, semua catatan ini ku persembahkan pada beliau. Beliau yang menjadi jalan hadirnya semangatku lagi, ketika aku terduduk lemah atas perjalanan hidup ini. 

Beliau adalah jalan hidupku. Beliau dan senyuman itu, akan seringkali ku ingat dalam nuansa pagi berikutnya. Lalu esok lagi. Kemudian lusa dan selanjutnya. InsyaAllah. Karena kami baru dapat bersua dalam ingatan. Dan ingatan ini seringkali menghangatkan ruang hatiku. Ai! Mentari di hatiku.
C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7