Senyuman Seindah Sinar Mentari

Posted by Unknown , Saturday, March 30, 2013 3/30/2013 08:34:00 PM

Harga karcisnya Rp 2.ooo,- (Dua Ribu Rupiah) saja. Dan aku sempat pula menanyakan kepada petugas yang mengantar kami, "Kapan saja jadual bukanya, Pak?" 

"Setiap hari libur, pukul sepuluh sampai dengan lima sore," jawab beliau, laki-laki yang menggunakan jaket hitam tersebut. 

"Kalau begitu, apakah hari-hari biasa tidak buka, Pak?," tanyaku lagi.

"Mau berangkat sama rombongan?," tambah beliau pula. 

"Kalau iya, bagaimana, Pak?," aku melanjutkan tanya. 

"Kalau rombongan, setiap hari juga bisa," ungkap beliau menutup rasa penasaranku yang sebelumnya masih membuka.  Sedangkan aku segera manggut-manggut, memaklumi dan segera masuk ke dalam lift yang telah  membuka. 

Awalnya, hanya ada aku sendiri di dalam lift yang akan menuju lantai 19 (sembilan belas) itu. Namun beberapa saat kemudian, ada kiranya yang akan ikut juga. Dan akhirnya aku tidak jadi berdua saja, dech, dengan petugas yang akan mengantarkan. 

Ada tujuh orang lainnya selain aku, di dalam lift yang sedang bergerak naik. Sedangkan suasana berubah menjadi hening. Hanya ada beberapa kali bunyi nada terdengar, yang menandakan bahwa kami sedang berpindah pada lantai yang lebih tinggi. 

Semenjak awal mengetahui bahwa pintu menara sedang dibuka, aku senyum-senyum saja. Antara ada dan tiada, pikirku mengawang dan mengangkasa. Antara percaya atau tidak, aku perlu percaya dan mempercayainya. Antara impiankah ini, atau telah menjadi kenyataan, aku masih berusaha untuk menyadari. Aku perlu lebih sering lagi bangun pagi, kiranya. Agar impianku tidak hanya mimpi semata. 

***
Jum'at yang lalu, tepatnya kemarin. Setelah berkunjung ke rumah Teh Ashafi di Katapang, aku pun balik ke Bandung. Karena aku perlu meneruskan cita dan perjuangan di kota ini. Sedangkan kunjunganku ke rumah Teh Ashafi adalah dalam rangka menemui seorang bocah mungil yang telah hadir ke dunia, Ashraf Azhari Wicaksono, nama yang indah yaa. Ashraf adalah putra pertama Teh Ashafi. Tentang siapakah Teh Ashafi, telah ku ceritai engkau teman, dalam bulan Mai tahun 2012 yang lalu. Silakan temukan informasinya di sana. Beliau adalah salah seorang sahabatku di kota ini. Sahabat baik. Dan kini, beliau telah mempunyai buah hati. 

Kembali dari rumah Teh Ashafy, aku tidak langsung menuju kost-kostan. Karena aku mau jalan-jalan dulu. Dan salah satu tujuan yang sedang aku perhatikan dari kejauhan adalah sebuah masjid di kota ini. Masjid Agung Bandung. 

Dari kejauhan, telah terlihat dua menara kembar yang sedang berdiri menjulang hendak merangkul awan. Dan aku sangat ingin berdekatan dengannya. Walaupun hanya berada di bawahnya, untuk sementara waktu, tentu aku suka. Mau ngadem sejenak, inilah salah satu tujuanku. Karena cuaca pada siang hari itu sungguh terik sangat dan membuat wajah ini seakan hot sungguh karena panasnya. 

Dalam perjalanan sebelum benar-benar sampai di lokasi masjid Agung, aku sempat melirik-lirik sejenak di pinggir jalan. Dan aku bertemu teman baru lagi. Teman yang aku kenali, dan akhirnya aku persahabati. Tidak lupa pula aku mengajak dua diantaranya membersamaiku dalam perjalanan pulang. Dua buah buku tentang perjalanan pun ku beli. Kini, saat ini, kami masih bersama. Ia sedang duduk manis di sisiku.

Masih di masjid Agung, untuk lebih kurang dua jam lamanya, tidak terasa olehku. Karena tiba-tiba, jarum jam telah menunjukkan waktu pukul 4.16 PM. Nah, beberapa puluh menit sebelum angka jam tersebut muncul, aku sedang berada di dalam menara masjid Agung. Ohohooo... pengalaman pertamaku, lho. Dan aku sangat berkesan dengannya. Setelah semenjak lama berencana untuk menginjakkan kaki di dalam menara tersebut, akhirnya sampai juga. Betapa lama aku menunggu, dan akhirnya berujung pertemuan. Kamipun bersalaman, berpelukan, bergembira, bersenyuman. Hingga semilir angin yang bertiup dari beberapa jendela yang merenggang, turut merestui pertemuan pertama kami. Terima kasih wahai angin, engkau mengajakku serta bersama semilirmu. Yaaaa.... baiiik, bawalah juga aku, hingga ke ujung dunia.

Pengalaman pertama memang berkesan. Dan aku ingin mengingat kesan yang pengalaman pertama sengaja titipkan dalam perjalanan kehidupanku. Alhamdulillah... indahnya memandang alam kota Bandung dari  ketinggian yang tidak sedepa. Ketika itu, mentari sedang terik-teriknya bersinar, menjelang pukul empat sore.  

Senyuman mentari sore itu, masih sama seperti ketika aku masih mengimpi dulu. Mentari tersenyum bersamaku.. Dan aku tersenyum seindah senyumannya. C78CFB59525D8620A655F4C0D3B966C7

0 Response to "Senyuman Seindah Sinar Mentari"

Post a Comment

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ